MY CUTE CHIHUAHUA
Cast:
-
Mihaeru Keehl
(DN)
-
Jo Kyuhyun (SJ)
-
Etc
Genre:
Romance
Rate:
For 16+ (Tidak dianjurkan untuk di
bawah 16 tahun)
Disclaimer:
The plot is MINE, well, please don’t
copy and paste without my permission. Characters belong to themselves, their
parents, and whatever
Warning:
Probably rush, typo(s)—Uh, I’m sorry for
that, bad language, and OOC. AU. I’ve warned you.
(AN: Terinspirasi
dari berbagai macam ff di fandom Hetalia Axis Power karya Hidekazu Himaruya. Enjoy
read my story with clasp a some cup of tea, milk, or coffee in your hand—because
the words are 4.800 ^.^)
***
Di ambil dari sudut pandang Mihaeru Keehl—seorang ‘perempuan’
yang hidup dalam gemerlap Kota New York.
***
Aku menyamankan tubuhku pada sandaran sofa di pojok
ruangan. Kupandangi sekeliling yang entah kenapa kali ini terlihat sesak oleh
orang yang datang. Bau asap rokok menguar di mana-mana, membuat kesesakkan yang
ada semakin pekat terasa. Ah, belum lagi kedua telingaku—dan mereka—dimanjakkan
dengan musik dari arah DJ yang memekakkan telinga.
Aku sungguh menikmati hidupku. Tak peduli pandangan
orang-orang. Aku adalah aku, tak peduli apa yang mereka bicarakan tentang
segala kejelekanku, yang terpenting dalam hidupku adalah, menjadi diri
sendiri—seburuk apapun itu.
Billy melambaikan tangan ke arahku. Ia melangkah mendekat
dan duduk berhadapan denganku. Senyumannya masih seperti dulu—mesum. Aku hanya menanggapinya
dengan decihan.
“Kau masih sok jual mahal seperti biasanya, Mihaeru-chan,”
ujarnya diakhiri kerlingan jahil. Setelah itu ia menenggak minuman yang
dibawanya.
“Berhenti memakai embel-embel chan, idiot! Sudah
kubilang, aku benci diperlakukan layaknya perempuan,” balasku dengan sorot mata
penuh ancaman.
Billy Jo tertawa kecil. “Kau berpikir kau adalah
laki-laki? Hey, semua orang tahu, sehebat apapun tendanganmu, kau tetaplah
perempuan.”
Aku benci ketika ia mengatakan itu. Ya, aku memang
perempuan. Tapi jangan samakan aku dengan perempuan. Aku bukan makhluk cengeng
seperti mereka, aku berbeda. Bahkan Cassandra bilang, aku adalah ‘spesies
langka’, harus kuakui, aku lebih senang disebut spesies langka daripada disebut
perempuan. Hey! Jangan beranggapan aku ini lesbi atau sebagainya, aku masih
menyukai laki-laki, percayalah.
“Aku spesies langka, Bill.” Aku mengikuti julukan yang
diberikan Cassandra padaku. Billy hanya tertawa kecil mendengarnya.
“Ngomong-ngomong, Antonio selalu bertanya tentangmu.
Memangnya kalian tidak saling menjalin kontak?”
Aku menggeleng. “Tidak. Dia memang sering meneleponku,
aku tidak berminat untuk mengangkatnya. Dia juga sering mengirimiku pesan
mengajak bertemu, tapi aku sungguh tidak mood
bertemu dengannya.”
“Oh, begitu. Ah, ya, saudaraku baru saja tiba tadi pagi.
Dia sedang menuju kemari, mungkin sekitar lima menit lagi dia akan datang.”
Pria keturunan Itali-Korea yang nyasar di New York itu mencerocos.
“Saudaramu? Dari Korea?” tanyaku seperti orang dungu.
“Of course,”
jawabnya.
“Oh, Ya Tuhan, satu Jo saja sudah membuatku repot,
bagaimana dengan dua Jo? Aku benar-benar harus bangun dari mimpi setelah ini,”
ujarku hiperbolis.
“Tenang saja, dia bukan anjing doberman pinschers
sepertiku, dia sungguh chihuahua yang lugu.”
Lucu sekali, dia mengakui dirinya sendiri laksana anjing
doberman pinschers yang galak dan menyebalkan itu. Aku mendengus tak acuh.
Namun, dalam hati aku cukup merasa penasaran dengan ‘anjing chihuahua’ yang mungkin
akan datang dalam waktu dekat ini. Apakah dia sama mesumnya dengan Billy?
Apakah matanya sama-sama berwarna biru seperti Billy?
Sementara aku membayangkan hal menyenangkan tentang
bagaimana rupa Jo kedua, Cassandra datang membubarkan seluruh bayangan-bayanganku.
Menyebalkan.
“Mihaeru Keehl! Ini pertama kalinya aku melihatmu
melamun.” Cassandra berkata seraya duduk di sampingku. Ia menyalakan rokok. Oh,
aku benci asap rokok. Dengan cepat, aku merebut rokok dalam genggaman perempuan
berwajah khas Eropa itu dan membuangnya ke sembarang arah. Ia ingin memprotes
tapi dengan terpaksa protesnya tertunda.
Seorang pria datang.
Aku dan Cassandra terdiam memandang sosok itu. Terpaku
lebih tepatnya. Aku buru-buru mengalihkan pandanganku ke arah lain. Sial, sejak
kapan aku menjadi grogi seperti orang dungu?! Aku berdecak kesal dengan alasan
yang hanya dapat kumengerti sendiri.
“Nah, teman-teman, ini dia, anjing chihuahua yang lugu.”
Billy berujar seraya tertawa meledek. Aku mencuri-curi pandang ke arah Jo
kedua. Manis. Tampan. Ah! Berhenti menjadi spesies langka yang genit,
Mihaeru!!!
“Ouch! Dia lebih tampan darimu, sayang,” ujar Cassandra
yang tak lain adalah kekasih Billy Jo. Pria Asia itu terlihat kikuk. Aku yakin
ini adalah kali pertama ia datang ke sebuah club.
“Menyebalkan sekali, tapi aku setuju dengan Cassandra.”
Aku menambahkan, membuat palu godam imajiner menghentak-hentak di atas kepala
Billy.
“Kemarilah, Kyu. Duduk dan santailah bersama
teman-temanku.”
Sang anjing chihuahua—ah, tidak, tapi sang pria Asia
tampan nan memesona manut tunuh. Sepertinya dia benar-benar lugu. Aku kasihan
sekali padanya yang bernasib memiliki saudara brengsek seperti Billy Jo. Tapi,
siapa namanya? Jo Kyu? Aneh. Aku ingin bertanya siapa namanya, tapi ego-ku
menahannya.
“Beritahu aku siapa nama saudaramu, sayang.” Cassandra
menyelamatkan rasa penasaranku. Pertanyaan yang bagus, Cass.
“Kyu, let introduce
yourself,” kata Billy pada saudaranya.
Pria berambut ikal itu menggaruk tengkuknya kikuk. Ya
ampun, benar-benar lugu sekali pria ini. Ia tersenyum sebelum suaranya yang
indah terdengar.
“My name’s Jo
Kyuhyun, just call me Kyu. I am Billy’s brother from Korea.”
Jadi namanya adalah Jo Kyuhyun. Nama yang khas orang
Korea. Sayang sekali, lidahku cukup sulit melafalkannya. Kyuhyun tampak
tersenyum dipaksakan.
“Nah, Kyu, ini adalah Cassandra, kekasihku. Jangan
sekali-kali kau merebutnya dariku, atau aku akan membunuhmu.” Billy memperkenalkan
Cassandra. Ya, harus kuakui, sebrengsek apapun seorang Billy Jo, satu-satunya
perempuan yang paling dia cintai di dunia ini setelah ibunya adalah Cassandra.
Tak ada perempuan lain—sekalipun ia sering ‘bermain-main’.
“Tentu saja, tidak, Bill.” Suara merdu Kyuhyun terdengar
kembali. Saat bicara pun suaranya begitu indah, bagaimana kalau dia menyanyi?
Ah, aku jadi ingin mendengarnya.
“Dan ini… Mihaeru Keehl. Si perempuan aneh karena dia
benci ketika disebut perempuan. Jangan memanggilnya perempuan, Kyu, panggil dia
spesies langka, atau kau akan—“ ucapannya terpotong ketika kakiku mendendang
tulang keringnya. “—Aw, ditendang, sepertiku barusan.” Ia menambahkan.
Kyuhyun yang melihat pertengkaran bodoh kami hanya
tertawa kecil. Ugh! Billy Jo! Kau sudah merusak imej-ku di hadapan saudaramu
sendiri! Idiot! Aku terus mengumpat dalam hati.
“Spesies langka yang menarik.” Dengan polosnya—dan senyum
yang tak kalah polos—Kyuhyun berujar. Ouch! Aku butuh selimut untuk menutupi
wajah bodohku ketika melongo. Tentu saja di sebuah club tidak akan ada selimut—kecuali jika kau memesan ‘kamar’, you know what I mean—akhirnya, aku hanya
memalingkan wajah. Idiotidiotidiot!!!
“Sebagai menyambut kedatanganmu, bagaimana kalau kita
minum-minum?” Cassandra mengusulkan.
“Sepertinya sangat menyenangkan. Tapi, sayang sekali, aku
tidak biasa minum-minum.” Kyuhyun menolak dengan lembut. Dia tipe yang tidak
biasa minum-minum, nah, kurang lugu apa dia? Sungguh bertolak-belakang
denganku.
“Jadi, kau tidak biasa pula datang ke tempat seperti ini
di negara asalmu?”
Dia tersenyum menanggapi pertanyaanku. Ugh! Jangan
tersenyum seperti itu, aku bisa merusak wajahmu dengan pukulanku, tahu! Sedetik
sebelum aku benar-benar berniat meninjunya, ia menggeleng.
“Ketika kami merayakan pesta, kami hanya akan mampir di
kedai ramen. Sederhana namun menyenangkan, dan yang terpenting, tidak banyak
mengeluarkan uang,” jawabnya santai. Mungkin ‘kami’ yang dia maksud adalah
rekan kerjanya, temannya, atau bahkan kekasihnya. Memikirkan opsi terakhir
membuatku mual, entahlah…
“Kebiasaan orang-orang Asia sangat berbeda dengan kita,
ya,” komentar Cassandra. Ah, perempuan cantik itu sangat menyukai dunia malam
seperti clubbing—serupa dengan Billy
Jo. Ini pertama kalinya aku berpikir bahwa mereka berdua sangat cocok.
Sejelek apapun pandanganku di mata orang lain, sebenarnya
aku tidak terlalu adiktif dengan hal-hal berbau dunia malam. Aku tidak suka
asap rokok, minuman dengan kadar alkohol tinggi, dan orang-orang idiot yang
menari striptease tanpa busana atas.
Hal-hal yang kusebutkan tadi cukup membuatku mual. Aku sering datang ke club hanya untuk melepas beban serta
mencari hiburan dengan mengajak bicara bartender tampan.
“Sepertinya menarik, merayakan pesta sederhana di kedai
ramen. Kuharap lain kali kita bisa menikmatinya,” ujarku. Cassandra dan Billy
memandangku. Aku sama sekali tidak merasa ada yang aneh dengan kalimatku
barusan.
“Ya, kita bisa menikmatinya.” Kyuhyun menimpali. “Lain
kali,” tambahnya. Kali ini pandangan pasangan menyebalkan itu terarah pada
Kyuhyun. Sepertinya aku mencium hal yang tak beres dari otak korslet Bill &
Cass. Semoga bukan hal yang buruk.
Tapi… hal apapun yang bersarang dalam otak korslet mereka
tak pernah ada yang baik.
“Sepertinya ‘sesuatu’ yang terjadi antara kau dan Kyu
lebih menarik dari sekedar berpesta di kedai ramen.” Billy menceletuk yang
langsung mendapat jitakan hangat dariku. Kyuhyun yang mendengar celetukan tak
jelas dari saudaranya hanya tersenyum.
Ya Tuhan, lugu sekali chihuahua ini…
***
Aku terbangun. Hal pertama yang kulihat adalah…
langit-langit kamar. Aku mengerjap-ngerjapkan mataku, cahaya yang memancar dari
arah jendela membuatku silau. Aku menguap lebar dan kembali menyamankan tubuhku
di kasur yang nyaman. Sekilas mataku memandang lantai marmer. Lantai marmer…
tunggu…, ini bukan kamarku.
Aku terbangun dari posisiku dengan wajah panik. Aku
periksa seluruh tubuhku, tak ada yang aneh. Aku masih mengenakan pakaian kulit
hitam mengilap yang semalam. Aku bertanya-tanya, bagaimana bisa aku berada di
apartemen yang mewah seperti ini? Astaga, bahkan lantainya terbuat dari marmer.
“Kau sudah bangun rupanya,” suara itu…
“Kyuhyun! Jelaskan padaku, kenapa aku ada di sini?!”
Ia tertawa kecil, namun tidak terkesan mengejek.
“Bagaimana kalau kita bicara sambil sarapan? Aku membuatkan wafel dengan selai
stroberi ala chef Kyu.”
Sebenarnya aku ingin ikut tertawa kecil seperti dia,
tapi, mengingat alasanku berada di kamar ini belum jelas, aku memutuskan untuk
tetap berwajah stoik. Kyuhyun yang berada di ambang pintu mengendikkan kepalanya
ke arah luar, isyarat untuk aku mengikuti langkahnya.
Aku menurut layaknya anak anjing yang lugu. Sekarang,
siapa yang pantas disebut chihuahua? Oh, dear.
Aku sangat menikmati sarapan pagiku. Ternyata dia cukup
pandai membuat berbagai jenis makanan—aku tahu karena barusan ia bercerita
padaku. Sejujurnya aku merasa sedikit malu, ternyata semalam sewaktu berada di club, aku mabuk. Aku memang tidak biasa
minum-minum banyak, hanya satu-dua botol saja mampu membuatku game over. Dan si brengsek Billy
memaksaku untuk meminum minuman yang dibawanya.
“Aku bersumpah akan mematahkan lehernya kalau bertemu
dengan Bill!” ujarku penuh amarah. Kyuhyun yang mendengar luapan emosiku hanya
tersenyum manis.
“Tapi, Keehls, kau sendiri yang menyanggupinya,” timpalnya.
Aku mendengus. Aku bukan tipe orang yang mau kalah,
sungguh. Karena Billy Jo berkata cara minumku dengan Cassandra jauh berbeda,
tentu saja aku marah. Aku ingin membuktikan bahwa aku bisa lebih hebat dari
Cass. I hate when I’ve lost! Dan
sebagai gantinya… aku ambruk semalam—begitupun si cantik Cassandra.
Billy mengantar kekasihnya, tentu saja. Dan si brengsek
itu dengan entengnya menyuruh Kyuhyun mengantarku ke rumah sementara pria polos
ini sama sekali tidak tahu alamatku. Kurang bodoh apa Billy Jo? Senang sekali
dia memborong kebodohan.
“Maaf, seandainya saja aku tahu rumahmu, aku pasti
mengantarmu ke sana. Aku tidak melakukan apapun, bahkan semalam aku tidur di
depan televisi,” ujar Kyuhyun membaca raut kekesalanku. Aku segera mengibaskan
kedua tangan.
“Tidak apa-apa, ini bukan salahmu. Seharusnya aku
berterima kasih padamu. Anyway, gomawoyo.”
Matanya sedikit melebar ketika mendengarku mengatakan
itu. “Kau bisa Bahasa Korea?”
“Tidak, aku hanya mengutip dari apa yang sering dikatakan
Bill.”
Kyuhyun mengangguk mengerti. “Namamu sedikit mirip dengan
nama orang Jepang,” ujarnya.
“Kau cukup jeli ternyata. Ibuku memang seorang
Japanis—meski tidak sepenuhnya. Tapi, sebagian besar wajahnya memang khas Asia.
Aku tak mewarisi apapun darinya, kau bisa lihat sendiri warna mataku,
biru—seperti ayahku. Jadi, ayahku ingin memberiku nama khas Jepang, sebagai
satu-satunya ciri kalau aku mewarisi darah Japanis,” cerocosku panjang-lebar.
“Ah, I see.
Ibumu pasti sangat cantik sampai bisa menarik perhatian ayahmu.”
“Mungkin. Aku tidak pernah bertatap muka dengan ibuku.”
Kyuhyun terdiam beberapa saat, sepertinya dia hendak
bertanya sesuatu. “Uhm—why?” akhirnya
dia bertanya dengan hati-hati.
Aku tersenyum samar. “Ibuku meninggal ketika
melahirkanku.”
“Sorry.”
“Tak apa, lupakan saja.”
Kami pun melanjutkan sarapan tanpa banyak bersuara.
***
Jo Kyuhyun, dia pria Asia yang sanggup menyita
perhatianku akhir-akhir ini. Dia menarik, sangat. Wataknya benar-benar berbeda jauh
dengan Billy. Padahal, Billy lebih tua dua tahun daripada Kyuhyun, akan tetapi
pemikiran Kyuhyun jauh lebih dewasa. Dia tipe pria yang menikmati harmonisasi
hidup.
Aku baru tahu, ternyata dia senang bernyanyi, dia juga
pandai memainkan alat musik piano. Aku pernah melihatnya bermain piano seraya
bernyanyi di tempat les piano. Ia tidak les di sana, ia justru yang menjadi
pengajar les. Dia mengajarkan anak-anak dengan senang hati, dan bodohnya, ia
sama sekali tidak dibayar untuk itu.
Bukan tidak dibayar sebenarnya, Chloe—pemilik tempat les
piano—pernah menawarkan gaji yang cukup besar sebagai guru piano pada Kyuhyun,
namun pria itu justru menolaknya dengan alasan ia melakukan hal itu karena dia
senang melakukannya—bukan tuntutan uang. Menakjubkan. Lalu, dari mana ia
mendapatkan uang sebanyak itu untuk menyewa apartemen mewah berlantai marmer?
Ternyata, kedatangannya ke New York bukan tak ada
apa-apanya. Kelebihan lain seorang Jo Kyuhyun adalah dia berprofesi sebagai
arsitek. Dia bekerjasama dengan pengusaha di NY untuk merancang sebuah
gedung—aku tidak tahu gedung apa. Dan apartemen mewah itu disewa oleh pengusaha
tersebut demi kenyamanan sang arsitek, yang itu artinya Kyuhyun tak perlu
direpotkan dengan tagihan tentang biaya tempat tinggal.
“Aku beruntung karena sangat menyukai pelajaran Bahasa
Inggris, jadi, aku tak perlu repot ketika Billy berkunjung ke Korea bersama
keluarganya.” Ia berkisah di sore yang indah.
“Tambahan; kau juga tak perlu repot bila mengobrol
denganku.”
Kyuhyun mengangguk setuju. Semakin lama aku mengenalnya,
semakin ia terlihat manis. Ah, sepertinya aku harus cek gula darah. Berdekatan
dengannya membuatku takut terkena diabetes. Oke, berlebihan. Tapi, menyenangkan
juga, ya, menyukai seseorang itu.
H-hey! Jangan memandangku dengan pandangan seperti itu!
Aku juga pernah menyukai seseorang sebelumnya, namun tak bertahan dalam kurun
waktu satu bulan. Aku memang seperti itu, mudah bosan. Aku tipe orang yang
senang berganti kekasih layaknya berganti pakaian. Ugh, entah kenapa aku merasa
tak lebih brengsek daripada Bill.
“New York sangat berbeda jauh dengan Soul. Di Seoul
memiliki jumlah penduduk yang cukup fantastis, tapi kehidupan mereka tak seaneh
di sini. Di sana juga terdapat banyak club,
tapi tak sebanyak di sini.” Kyuhyun mencerocos tak jelas. Namun aku bisa
menangkap maksud di balik kalimatnya.
“Di New York kehidupannya keras. Hidup di dataran New
York tidak semudah yang dibayangkan. Kau akan menghadapi banyak kesulitan. Tapi
sesungguhnya, di balik orang-orang yang terkesan tak acuh, mereka hanya
orang-orang yang dituntut untuk bekerja keras. Kau akan mendapati wajah ramah
mereka di hari libur.”
“Ah, begitu ya. Tapi, kupikir tanpa perlu menunggu hari
libur, aku sudah dapat melihat wajah ramah orang New York,” ujarnya.
Keningku mengerut. Namun, sedetik kemudian aku mengerti
maksudnya. Aku hanya tertawa kecil. “Aku tidak seramah itu dengan orang yang
tidak kukenal.”
“Maka dari itu, sebuah kebahagiaan aku bisa mengenalmu.
Kau teman pertamaku di New York,” tuturnya tulus. Kyuhyun tersenyum, aku ikut
tersenyum. Teman… just a friend.
Bodoh sekali aku berharap lebih. Berteman saja sudah
beruntung. Benar-benar aku ini tidak tahu diuntung!
Ponsel dalam saku celanaku bergetar. Aku merogohnya dan
melihat layar yang berkelip-kelip. Telepon dari Antonio. Aku benar-benar malas
mengangkatnya. Namun, ketika melihat Kyuhyun mengangguk isyarat untuk
memperbolehkanku mengangkatnya, akhirnya aku pun permisi pada Kyuhyun untuk
mengangkat telepon.
“Hey, aku sedang sibuk sekarang, bodoh! Jangan
meneleponku!” bentakku. Terdengar suara tawa di seberang telepon sana.
“Kau tidak berubah, Mihaeru. Sudah lama sekali aku tidak
melihatmu datang ke club. By the
way, malam ini Billy mengadakan party
di Cleito, kuharap kau bisa datang. Anggap saja nostalgia,” ujar Antonio dengan
suaranya yang menyebalkan seperti biasa.
“Pesta lagi? Bukankah minggu lalu dia sudah mengadakan
pesta?”
“Aku tidak tahu, sepertinya ada pengumuman yang hendak
disampaikannya.”
“Oh.” Aku menjawab tanpa minat, berharap Antonio memutus
hubungan telepon. Namun rupanya bakat cerewetnya masih aktif seperti biasanya.
“Sebenarnya beberapa jam lalu aku melihatmu dengan
seorang pria masuk ke dalam tempat les piano. Aku ingin menegur, tapi, aku
takut salah lihat. Jadi, bisakah kau menjawab ketakutan atas pengelihatanku
ini?”
Sial. Bagaimana bisa dia tahu? Bahkan aku masih berada di
tempat les piano! “Err… aku yakin kau salah lihat. Sudahlah, kekasih barumu
akan marah jika kau berlama-lama meneleponku. Bye.”
“Tung—“
Aku memutus hubungan telepon sebelum dia benar-benar tak
bisa berhenti berkicau. Aku menghela napas panjang. Tak lama kemudian,
telingaku mendengar suara harmonisasi nada-nada yang tercipta dari piano.
Sepertinya Kyuhyun sudah memulai kembali sesi latihannya.
Kami berjalan beriringan. Ternyata lebih menyenangkan
berjalan kaki daripada naik kendaraan. Memang cukup lelah, namun setidaknya aku
bisa memperhatikan dengan detail setiap sudut-sudut toko. Ah, biasanya aku
selalu mengabaikan jalan-jalan yang kulewati.
“Telepon dari siapa tadi?” Kyuhyun memecah keheningan
setelah kehabisan bahan cerita.
“Antonio, temanku. Dia mengundangku ke pesta yang
diadakan Billy. Aku heran, kenapa bocah dungu itu senang sekali menghamburkan
uang dengan mengadakan party,” ujarku
setengah berwajah kesal. Padahal biasanya aku paling bersemangat dalam hal
pesta, karena setiap ada pesta pasti akan ada permainan yang konyol. Truth or dare di tengah club misalnya, tentu saja dengan taruhan
yang memaksa seseorang memutus urat malunya.
“Ah, bukankah minggu lalu ia baru saja mengadakan pesta?”
“Ya.”
“Kita tidak datang waktu itu karena aku sibuk memaksamu
menikmati pancake buatanku. Kau
bahkan sampai harus pulang larut malam karena pancake pertamaku gagal.” Kyuhyun berkata dengan wajah penuh penyesalan,
namun tak lama kemudian wajahnya berubah cerah. Secerah bocah kecil yang baru
saja mendapat mainan yang disukainya. “Nah, sebagai gantinya, malam ini kita
datang bersama ke pesta yang diadakan Billy.” Ia menambahkan.
Aku menggigit bibir bawahku ragu. Masalahnya ada Antonio
si pria Spanyol menyebalkan. Aku benar-benar tak berminat bertemu dengannya,
tapi aku juga tak memiliki alasan kuat untuk menolak ajakan Kyuhyun.
Kyuhyun memandangku menunggu jawaban. Aku menghela napas
sebelum akhirnya memutuskan untuk mengangguk. Semoga saja tak akan ada hal
buruk yang terjadi nanti malam. Ya, semoga saja, aku hanya bisa berharap.
***
“Nah, akhirnya, si spesies langka yang hobi menendang ini
datang juga,” celetuk Antonio dengan santainya. Aku hanya mendengus kecil, tak
menggubris ocehan dari mulut besarnya. Pandangan Antonio terarah pada sosok
pria di belakangku—Jo Kyuhyun. “Oh? Peliharaanmu yang terbaru, eh?” tanyanya.
“Dia temanku,” ujarku dengan wajah stoik.
“Dia saudaraku,” tandas Billy yang sepertinya tidak suka
dengan nada bicara Antonio—terlebih saat mengatakan ‘peliharaan’. Hey! Kyuhyun
itu manusia, ya! Sekali lagi si mulut besar itu berceloteh tak penting, akan
kurobek bibirnya!
“Oh.” Dia hanya ber-Oh-ria.
Sepertinya pesta kali ini tidak seramai seperti biasanya.
Hanya ada Cassandra—yang sejak aku datang sudah bergelayut manja di bahu Billy,
Antonio dengan gaya duduknya yang menyebalkan, serta aku dan Kyuhyun. Oh, tentu
saja, si master pesta yang mengadakannya—Billy Jo. Terlebih ia memilih club Cleito yang harganya lebih mahal
daripada club langganan kami.
“Kau hanya dua kali datang ke pesta sejak kedatanganmu
dari Korea, Kyu,” ujar Billy.
Kyuhyun tersenyum samar. “Aku tidak terbiasa dengan
suasana seperti ini. Aku tidak suka asap rokok dan minum-minum.”
Jawaban yang sangat aku suka. Namun, entah kenapa
terdengar dengusan tak suka dari arah Antonio. Haa! Biar kuhajar hidungnya
sampai patah! Kenapa Billy harus mengundang Antonio juga?! Menyebalkan.
“Kau harus terbiasa dengan suasana seperti ini, err… Kyu?
Entahlah, siapapun itu namamu,” kata Antonio dengan nada mengejek. “Karena
kalau kau tak terbiasa, kau tidak benar-benar hidup di New York,” tambahnya,
sok tahu.
“Benarkah? Sesungguhnya aku tidak benar-benar berminat
hidup di New York. Aku datang kemari untuk melakukan kontrak kerja sebagai
arsitek, hanya satu-dua tahun.” Kyuhyun menjawab. Wajah Antonio langsung keruh.
Aku ingin tertawa melihat wajahnya yang seperti itu.
Di balik wajahnya yang chihuahua manis nan menggemaskan,
sebenarnya Kyuhyun adalah pekerja keras. Dan yang lebih membuatku kagum adalah,
kemampuan memasaknya jauh di atasku. Ehm—sejujurnya aku sama sekali tak bisa
memasak. Hey, jangan memandangku dengan pandangan mengejek seperti itu!
Perempuan tak harus bisa masak, ‘kan? Maksudku, spesies langka. Tolong hapus
kata perempuan yang baru saja kukatakan.
“Jadi, pengumuman apa yang ingin kausampaikan, Bill?”
tanyaku mencoba merenggangkan ‘pertempuran’ yang terjadi antara Kyuhyun dan
Antonio.
Billy tampak berdehem sejenak. Lagunya sudah seperti
pemuka agama saja. “Uhm… aku akan menikah dengan Cass dalam waktu dekat ini.”
Aku terdiam. Benar-benar bungkam. Bagaimana bisa…? Hey,
semuanya memang mungkin saja terjadi. Tapi, bukankah dulu mereka bersikeras tak
ingin saling mengikat? Pernikahan bukan suatu hal yang mudah. Pernikahan adalah
sesuatu hal yang sakral. Lagipula… Billy dan Cassandra benar-benar pasangan
idiot. Mereka sering kali berkencan dengan orang lain, bahkan keduanya sama-sama
tahu.
Ah… otak mereka memang korslet. Tapi, entah kenapa
mendengar kata pernikahan dari mulut Billy membuatku percaya bahwa pasangan itu
benar-benar berotak korslet. Ada hantu apa yang hinggap di kepala mereka? Aku
bisa saja mengusirnya dengan menyewa orang sakti yang disebut dukun di
Indonesia. Oke, abaikan.
“Kalian benar-benar akan mengakhiri status samen leaven yang selama ini kalian
pertahankan?” tanyaku tak percaya. Hey, siapapun tahu pasangan idiot Billy dan
Cassandra yang hidup satu atap selama dua tahun tanpa ikatan pernikahan.
Istilah lainnya, kumpul kebo.
“Ya, Mihaeru. Aku pikir, tidak baik apabila anakku
nantinya bertanya apa hubunganku dengan Bill.” Kali ini Cassandra angkat
bicara.
Aku mengerutkan kening. “Anak?”
“Dia mengandung anakku, dan aku berbahagia atas itu.”
Billy menimpali. Aku nyaris terjungkal dari kursi. Ouch! Benar-benar pengumuman
yang menggemparkan!
Aku tidak menyesal datang ke pesta ini kalau pengumuman
ini dapat dipercaya. Tapi, aku yakin kalau Cass bukan perempuan yang suka
bermain-main dengan lelucon. Jadi… intinya, mereka benar-benar akan mengakhiri status samen leaven mereka dan akan berganti menjadi pasangan suami istri. Entah
kenapa rasanya sama sekali tidak mengharukan.
“Ah, baiklah, semoga aku tidak sedang bermimpi,” ujarku
diplomatis.
Bicara soal pernikahan, di usiaku yang sudah melewati
angka dua puluh, aku sama sekali tidak berminat dengan ikatan semacam itu. Di
New York ini banyak pasangan seperti Bill dan Cass, terbilang gila memang.
Tapi, ya, setidaknya mereka sudah tidak lagi seperti itu—mungkin. Aku tipe
bebas yang melakukan apapun semauku. Aku spesies langka tak mengenal batas.
“Sepertinya hanya Mihaeru yang menikmati kebebasannya.
Sampai kapan kau bermain-main dengan laki-laki, eh?” Antonio ikut bicara.
“Aku tidak bermain-main, Antonio,” ujarku penuh
penekanan.
Pria Spanyol itu tertawa mengejek. Ugh, menyebalkan!
“Apanya yang tidak bermain-main, babe?”
tanyanya dengan nada seduktif, bukannya terlihat menggairahkan, dia justru
terlihat memuakkan. “Kau bermain-main denganku sebelum itu, dan sebelumnya
lagi, kau juga bermain-main dengan William—si pengusaha kaya itu. Dia bahkan
membelikan apapun yang kau mau, tentu saja dengen merk mentereng seperti Gucci,
DnG, Armani dan juga yang lainnya.”
Aku menelan ludah dengan susah payah. Sialan. Sejak kapan
aku memiliki stalker menjijikkan
seperti Antonio? Harus aku akui, dia memang ‘mantan’ku beberapa bulan yang
lalu. Tapi, hey, aku tidak serendah apa yang dikatakannya!
“Jaga mulutmu, brengsek.” Aku mengancam dengan nada
sesantai mungkin. Ini club, aku tak
mau menimbulkan pertumpahan darah. Bagaimana pun juga, aku ini pernah mengikuti
judo sewaktu sekolah. Pria seperti Antonio akan tumbang hanya dengan satu
pukulan saja.
“Aku tak bisa menjaga mulutku kalau kau juga tak bisa
menjaga sikapmu.”
Bolehkah aku melempar botol minuman ke wajahnya? Oke,
tidak boleh. Aku memandang Billy yang mengibas-ngibaskan tangan kanannya. Ia
berusaha meleraiku. Tapi amarahku sudah sampai ubun-ubun.
“Cih, memangnya seberapa banyak yang kauberi padaku?”
tanyaku sarat dengan ejekan.
“Aku memang tidak banyak memberi hal-hal yang mahal
seperti William, tapi sejauh aku menghitungnya, kau menguras lebih dari sepuluh
ribu dollar dariku.”
“Kau tipe pria pelit rupanya. Jadi, ini maksudmu
memaksaku bertemu akhir-akhir ini? menagih uang yang kauberi tanpa kuminta itu?
Oh, Ya Tuhan, aku akan menggantinya nanti. Kau tenang saja.” Aku berusaha
menindasnya—meski aku tidak yakin bisa menggantinya atau tidak. Lagipula, siapa
suruh dia membelikanku barang-barang mewah yang sama sekali tidak kuminta?
“Menggantinya? Dengan cara apa? Ayahmu hanya seorang
pekerja biasa yang penghasilannya jauh di bawah rata-rata, dan kau sama sekali
tidak bekerja. Oh, ataukah kau akan memanfaatkan pria di sebelahmu ini? Siapa
namanya? Kyu? Kurasa cukup masuk akal mengingat profesinya sebagai arsitek.”
Aku benar-benar akan menghajarnya! Aku bangkit dari duduk
dan hendak melayangkan tinju ke arahnya. Namun, sebelum tinjuku mendarat di
wajahnya yang menyebalkan, sebuah pukulan lebih dulu terdampar di pipi
kanannya. Kyuhyun memukul Antonio. Sangat keras.
Aku terpaku… anjing chihuahua ini ternyata… bisa
menggigit. Tidak, seharusnya aku berhenti memberinya julukan chihuahua. Karena
yang kulihat setelah insiden pemukulan itu, sang chihuahua berubah menjadi
serigala. Bringas. Buas.
***
“Maafkan aku.” Aku tak berhenti meminta maaf atas
kejadian di club beberapa jam yang
lalu. Kini, aku dan Kyuhyun tengah berada di apartemennya. Aku tidak tahu apa
yang membuatku ingin bertamu ke sini, mungkin karena rasa bersalahku atas
temanku—aku ragu menganggapnya teman— Antonio yang bermulut besar itu.
“Kau tak salah apapun,” ujarnya. Aku masih mengompres
luka di ujung bibirnya yang sedikit robek. Untung saja luka Kyuhyun tak begitu
banyak, aku yakin si pelit nan menyebalkan itu merasakan sakit yang lebih
banyak dari ini. Dilihat dari mana pun, perkelahian tadi Kyuhyun lah yang
unggul. Sudah kubilang, kan, kalau Antonio itu akan tumbang hanya dengan satu
pukulan—err beberapa pukulan. Dia tipe pria yang berani adu mulut saja.
“Tapi, walau bagaimana pun juga, akulah yang
mengakibatkan insiden itu terjadi. Kalau saja aku bisa menahan emosiku dan
menganggap kata-kata Antonio sebagai gurauan, semuanya takkan seperti ini.” Aku
masih merasa bersalah.
“Mungkin kau benar. Seandainya saja kau tidak membalas
kata-kata Antonio, hal memalukan ini takkan terjadi.”
Sialan. Kupikir dia akan membelaku. Ya, walaupun
kata-katanya ada benarnya juga, sih. Akibat insiden perkelahian itu, Club Cleito menjadi sedikit ricuh. Mungkin
lain kali aku harus menahan emosiku. Tapi, hey, aku tipe bebas. Aku bebas
melakukan apapun semauku, kan? Ugh! Entah kenapa aku mulai meragukan
kata-kataku sendiri.
“Tapi…” suara Kyuhyun kembali terdengar. “Aku senang bisa
memukulnya untukmu.”
Untukku? Aku
terdiam beberapa saat. Oh, tidak, berhentilah berdetak tak beraturan, idiot!
Jantungku… seolah hendak meloncat keluar. Berdebar, terlalu keras sampai aku
takut Kyuhyun akan mendengarnya. Ya Tuhan… perasaan gila macam apa yang Kau
panahkan ke arahku?
“Uh…” —BAKA!!!
Kenapa aku malah bergumam seperti orang bodoh?!
Kyuhyun tersenyum manis seperti biasa. Dia kembali
menjadi chihuahua yang manis. Sepertinya aku harus cepat-cepat pergi dari sini
sebelum jantungku benar-benar meloncat keluar. Oh, dear.
Dia tiba-tiba memasang wajah cemberut. Lucu sekali.
“Seharusnya aku sudah menghajarnya sejak pertama kali ia merendahkanmu. Kenapa
aku baru bertindak setelah ia menginjak-ngijnjak harga dirimu? Mungkin saja dia
memang sakit karena pukulanku, tapi di sini…” ia menunjuk ke arah dadanya
sendiri, lalu melanjutkan, “di hatimu, aku yakin rasanya jauh lebih sakit dari
sekedar pukulan yang kulayangkan pada Antonio.”
Kau benar, Kyu… aku hanya bisa mengatakannya dalam hati.
Tapi, itu sudah tak masalah sekarang. Lagipula, siapa peduli dengan pria
Spanyol menyebalkan itu? Yang menjadi masalah besar sekarang adalah… cara
menghentikan aktifitas jantungku yang sedang menari ala padang pasir.
“Aku yakin, kalau pun perkataan Antonio itu benar, kau
tidak benar-benar mengurasnya. Mereka sendiri yang ingin memberimu sesuatu yang
berharga.” Kyuhyun masih melanjutkan rupanya. “Karena yang kurasakan setelah
bertemu denganmu adalah sama dengan apa yang mereka rasakan. Ingin memberikan
sesuatu yang membuatmu nyaman… yang membuatmu takkan mampu melepaskan diri dari
ikatan.”
Oh, tidak, aku benci sebuah ikatan. Aku lebih suka
kebebasan.
“Tapi, Keehls, aku tak mau mengikatmu dengan barang-barang
mewah. Aku ingin mengikatmu karena kau sendiri yang memintanya untuk diikat.”
“Aku tidak mengerti, Kyu. Tapi, mungkin perkataan Antonio
memang benar. Aku hanya bermain-main, aku masih mencintai kebebasan, dan aku
memang tidak suka dengan sesuatu yang mengikat seperti sebuah pernikahan maupun
status berpacaran.”
Kyuhyun meraih kain yang kugunakan untuk mengompres ujung
bibirnya. Aku menggigit bibir bawahku. Menyebalkan. Entah kenapa aku khawatir
Kyuhyun kecewa dengan ucapanku barusan. Aku tidak mau membuatnya kecewa, tapi
kalau aku melakukan itu, aku tidak menjadi diriku sendiri.
“Orang New York sulit dimengerti ternyata,” ujarnya
diakhiri senyuman. Entah paksaan atau tidak, aku tidak tahu.
“Kau membicarakanku.”
Kyuhyun tertawa kecil. “Tentu saja. Selain kau, siapa
lagi?”
Bagaimana bisa ia tertawa di saat seserius ini? Aku tak
menanggapinya. Aku hanya terdiam. Mencoba menyusun kata-kata sebagai alasan
untuk pulang. Entah kenapa aku mulai merasa muak di sini. Aku memang sulit
dimengerti. Ya, kau benar, Kyu. Dan aku muak mendengarnya karena hal itu
mengingatkanku pada William.
“Uh, ayahku pasti sudah pulang, sebaiknya aku harus
pulang.” Aku beranjak dari sisinya, melangkah menuju pintu. Terkunci. Sialan.
Sejak kapan dia mengunci pintunya?
Aku membalikkan badan dan memandang Kyuhyun dengan
senyuman inosennya. Ia melambai-lambaikan kunci di tangan kanannya. Ouch! Chihuahua
ini mengajak ‘bermain’ ternyata. Aku memberikan senyuman andalanku—yang sangat
jarang kuperlihatkan kalau sedang tidak ada maunya, kau tahulah maksudku.
“You’re mine. And then, the key is yours.”
Ugh! Kata-katanya membuatku ingin muntah. Namun, tak
dapat dipungkiri, ribuan kupu-kupu imajiner menggelitik perutku.
Senyumannya semakin melebar ketika aku mendekat ke
arahnya dengan gaya slow motion. Aku suka bagian ini, dimana pria
manis nan menggemaskan tengah gemas padaku. Chihuahua yang lugu, serigala yang
buas… entah apapun itu, aku tak peduli.
“Kau spesies langka yang menarik, aku sungguh-sungguh
mengatakannya dengan tulus waktu itu. Aku yakin, ketika aku semakin dekat
denganmu, aku takkan mampu terlepas dari jerat akan pesonamu. Dan semuanya
terbukti.”
Dia sedang menggodaku. Aku semakin dekat dengannya yang
masih santai duduk di pinggiran ranjang—dengan kedua iris obsidian yang
memandangku dalam-dalam.
“Aku takkan
mengikatmu, aku hanya ingin kita berada di ranjang yang sama ketika kau dan aku
terbangun dari tidur. Panawaran yang menyenangkan, bukan?” Suara merdunya
kembali terdengar, menggelitik telingaku yang sensitif.
Ya. Menyenangkan. Menggemaskan. Bolehkah aku mulai
sekarang? Rasanya aku benar-benar sudah tidak sabar.
Oke, kembalilah membaca kelanjutannya setelah usia kalian
sudah 21 tahun ke atas.
.
.
.
** END **
Awalnya aku ragu membuat sudut pandang Mihaeru. Aku takut
menulis yang jauh dari karakter aslinya. Tapi, sebisa mungkin aku membuat sudut
pandang yang ‘Mihaeru’ banget. Dia memang tipe tsundere—sekali galak, udah kayak anjing kesetanan, dan sekali
baik, dia bakal sebaik malaikat. Ya, meskipun aslinya, Mihaeru itu lebih sering
galaknya sih ._.
Mungkin kalian akan mendapati kata yang tidak baku
seperti; nyasar, kumpul kebo, dsb. Emang sengaja, biar pas aja sama karakter
Mihaeru alias Mello hehehe :D dan untuk julukan buat Kyuhyun, bukan berarti dia
anjing, yaa. Itu hanya perumpamaan aja biar terkesan manis. Chihuahua kan manis
:3
\(^.^ Kesan,
kritik dan saran silakan disampaikan lewat komentar ^.^)/
Sunday, August 25, 2013
11:14 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar