Sabtu, 11 Mei 2013

ELEGI

E L E G I

ELEGI  ITU  BANYAK SEKALI PENGERTIANNYA , dan rangkaian kata-katapun sebenarnya tiada mampu memberikan pengertian ataupun mendefinisikan sebuah elegi KARENA HANYA ELEGI SENDIRI YANG MAMPU MEMBERI  PENGERTIAN  ataupun mendefinisikan atas dirinya.

Namun, akan  mencoba memberikan gambaran sedikit yang mungkin bisa menjadikan pembaca mengetahui atau malah membuat pembaca semakin bingung dengan yang namanya elegi. Tapi, ,khusus bagi pembaca yang kebingungan di ucapkan..”selamat…!!”, anda kebingungan berarti anda berfikir.

Elegi adalah bahasa kalbu. Dengan Elegi kita bisa mengungkapkan isi hati kita pada sebuah tulisan yang susunannya terserah kita yang membuat, hingga tulisan kita tiada terpatok oleh pagar-pagar peraturan penulisan. Dari situ segala yang di hati yang ingin kita curahkan terasa lebih ringan karena bisa kita curahkan pada tulisan-tulisan elegi yang meski terkadang menurut orang lain terasa aneh dan tiada bermakna. Namun, bagi sang pembuat elegi itulah sebenar-benarnya tulisan yang sungguh bermakna yaitu tulisan dari hati yang begitu menyentuh jiwa.

Elegi adalah pemberontakan. Benar adanya elegi kita sebut dengan pemberontakan. Itulah pemberontakan dengan menggunakan perca kata-kata. Elegi selalu memberontak pada peraturan-peraturan penulisan. Elegi sangat egois hingga menciptakan sebuah aturan tanpa aturan. Dia berkeliaran pada sebuah wilayah yang luas meski wilayahnya tiada kita ketahui dengan pandangan mata kita. Dia mengklaim wilayah pemikiran seseorang yang sedang berfikir hingga ikut dan patuh pada perintah-perintahnya. Sungguh penakhluk yang sangat hebat elegi itu.

Elegi adalah seni. Itu tiada dapat dipungkiri jika kita lihat disetiap kata hingga setiap kalimat dalam elegi mengandung unsur seni yang tiada ternilai hanya dengan bilangan-bilangan coretan manusia. Setiap kata, setiap kalimat begitu bermakna bagi si pembuat maupun bagi si pembaca yang mau meresapai dan merenungkannya. Bagi yang membuat bisa dijadikan suatu pajangan coretan hidup yang merupakan mahakarya murni yang berasal dari jeritan hati yang terdalam. Dan bagi si pembaca, Elegi bisa menimbulkan daya pikat seni dari untaian kata-kata yang terukir di setiap kalimat-kalimat yang menyusun elegi tersebut. Tidak hanya itu, bagi pembaca, elegi juga bisa menimbulkan reaksi seni yang timbul secara tiba-tiba dari jiwa maupun hatinya, hingga si pembaca serasa berada pada dunia yang lain yang di dunia itu sungguh beda dengan dunia yang ia ketahui selama ini. Yang jelas di dunia elegi orang diberi kemerdekaan yang sungguh merdeka hingga meski terbatas orang itu tiada mengetahui batasnya.

Elegi adalah Pesan dan Nasihat. Di setiap karya-karya berbentuk elegi pasti ada amanat yang ingin disampaikan oleh sang penulis pada setiap pembaca yang mau meresapai dan merenungkan. Pesan maupun nasihat yang penulis ingin sampaikan biasanya tiada tertulis secara gamblang hingga orang mudah untuk memahaminya. Namun, pesan maupun nasihat tersebut biasa penulis sampaikan secara tersirat dari setiap kata hingga kalimat yang telah penulis rangkai menjadi tarian elegi.

Elegi adalah kritik. Jika kita resapi dan kita renungkan kita akan mengetahui betapa pedas dan kerasnya sebuah kritik yang terkandung dari sebuah elegi. Tapi, elegi mampu menampilkan kritik yang begitu pedas maupun keras itu dengan nuansa seni yang terluap dengan bahasa-bahasa sopan, maupun bahasa yang menggelitik perasaan karena biasa terlihat aneh dan sulit dimengerti. Karena memang pada dasarnya yang mengetahui secara utuh akan maksud dan arti dari sebuah elegi tidak lain hanyalah pembuatnya.

Elegi adalah rayuan. Setiap elegi adalah sebuah hasutan romantis yang biasa disebut dengan “rayuan”. Hingga karena indah, lembut hingga kocaknya bahasa yang terurai dalam elegi, seseorang biasanya tidak sadar bahwa dirinya telah mengikuti dan takhluk pada elegi itu.

Elegi adalah elegi. Saya teringat salah satu bait dalam puisi salah seorang tokoh idola saya, Jallaludin Rumi. Garis besarnya dalam bait tersebut dijelaskan,” tiada yang mampu mendefinisikan cinta melainkan cinta itu sendiri seperti matahari yang tiada mampu seorangpun untuk mendefinisikannya karena hanya mataharilah yang mampu mendefinisikan matahari”. Sayapun meresapi arti dari helai kalimat-kalimat itu dan menurutku begitu pula sebuah elegi, yaitu elegi adalah elegi…biarlah dia bebas mendefinisikan dirinya…



sumber :
http://dafidslametsetiana.blogspot.com/2009/06/elegi-dan-jargon-menurut-persepsiku.html