Minggu, 08 September 2013

[Kyuhyun] Oneshot: Love Monochrome



            LOVE MONOCHROME
Cast:
-          Cho Kyuhyun
-          Lee Hyomi
-          Etc
Author: Icha Z. Octavianna
Genre: Drama & Romance
Rate: PG 16
Cr Picture:
            (A/N: Ini adalah fanfic dengan kisah paling klasik yang pernah saya buat, penuturannya pun sesederhana ceritanya. Berkenan untuk membaca? :))

            *** Enjoy ***

            -Awal musim semi tahun lalu menghadirkan perasaan yang terasa asing bagiku… is it love? Yeah, I think it is love-

            Cho Kyuhyun memperhatikan gadis cantik di sampingnya. Rambut pirang sebahunya tergerai sempurna, sesekali gadis itu menyibakkan rambutnya kala helaian itu menutupi pandangannya dari sebuah buku yang tengah ia baca. Dalam keadaan apapun, di mata Kyuhyun, sosok di sampingnya merupakan maha karya Tuhan yang paling sempurna.
            Lee Hyomi tahu, bahwa ia sedang diperhatikan laki-laki itu. Dan ia pun tahu, tak jauh dari posisi duduknya, ia melihat saudara kembarnya pun sedang memperhatikannya.
            “Pelajaran sebentar lagi akan berlangsung, kau masih tetap ingin di sini?” tanya Kyuhyun.
            “Sebentar lagi, kau duluan saja. Aku akan kembali ke kelas apabila bel sudah berbunyi.”
            Laki-laki dengan rambut ikal itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya bangkit dari posisi duduknya. Ia tersenyum manis ke arah Hyomi. “Baiklah, aku menunggumu.”
            Dan ia berlalu.
            Dan sebuah lonceng dibunyikan tanda waktu jam istirahat telah usai.
            ***

            -Kami selalu melangkah berdampingan. Takkan kubiarkan siapapun merebut posisiku di sampingnya ketika ia berjalan-

            Hyomi memperhatikan dengan seksama guru yang tengah menerangkan pelajaran di depan. Sesekali ia mencatat sesuatu yang dirasa penting untuk ia observasi kembali. Ketika tak ada guru yang menggantikan pergantian pelajaran, ia akan mengeluarkan sebuah buku setebal dosa dan membacanya dengan tenang.
            Kyuhyun tak pernah mengerti, apa yang membuat gadis itu begitu berambisi menjadi satu-satunya pemegang nilai tertinggi. Ia memperhatikan buku yang sedang dibaca Hyomi, masih buku yang sama dalam satu tahun terakhir. Kyuhyun yakin, gadis berambut pirang sebahu tersebut terus membacanya berulang-ulang, terlihat dari tiap helaian halaman bukunya yang lecek juga kumal.
            Laki-laki yang selalu duduk satu meja dengan Hyomi itu menopang dagu. Selama ini ia merasa sudah mendapatkan semuanya. Senyuman gadis itu, tatapan lembut sepasang mata biru aquamarine itu, tawa secerah matahari terbit itu… ia merasa sudah mendapatkan Lee Hyomi seutuhnya.
            Namun, ia tak pernah tahu, bahwa sudah setengah tahun terakhir ini orang asing telah merebut perhatian gadis tersebut darinya. Sesosok laki-laki dengan kacamata tebal yang bertengger di hidung bangirnya, laki-laki yang dengan takjubnya dapat melampaui nilai tertinggi seorang Lee Hyomi.
            Ialah… Kim Kibum, the smartest people.
            Si laki-laki sedingin es itu dengan mudahnya merebut seluruh perhatian Hyomi dari Kyuhyun. ‘Perhatian’ dalam tanda kutip lainnya.
            “Tak bisakah kau bersantai sedikit, Hyomi-ya? Setidaknya bermain game sepertiku tidaklah buruk sebagai pelampiasan seusai belajar.” Kyuhyun berujar.
            Hyomi melirik laki-laki yang duduk di sampingnya lewat ekor matanya, hanya sekilas. “Tidak. Tak ada waktu untuk bermain-main sesuatu hal yang tidak berguna seperti game. Aku butuh konsentrasi belajar demi mengambil kembali posisiku sebagai pemegang nilai tertinggi, takkan kubiarkan si anak baru itu melampauiku lagi.”
            Kibum, si anak baru yang masuk setengah tahun lalu. Tanpa perlu ditanya maupun diterka, semuanya sudah jelas terpandang mata. Siapapun tahu, Lee Hyomi membenci Kim Kibum yang sudah merebut posisinya itu. Kebenciannya terhadap Kibum membuat seluruh perhatian gadis tersebut tersita hanya untuk mengalahkan si laki-laki sedingin es.
            Secara perlahan… tanpa disadari olehnya, sosok Cho Kyuhyun yang selalu di sampingnya tersamarkan. Tak lagi ia pedulikan kicauan yang keluar dari bibir laki-laki yang sudah seperti sahabatnya itu. Sebagai prioritas utama, Kyuhyun sudah tergantikan—sudah lama, semenjak Kibum datang dan memporak-porandakan kepercayaan dirinya sebagai gadis paling cerdas seantero sekolah.
            “Kenapa kau sangat ingin menjadi nomor satu? Hyomi-ya, kau sudah merasakannya berkali-kali. Hanya kali ini saja kau pindah posisi, itu pun tak jauh dari angka satu.” Kyuhyun kembali menyuarakan apa yang ada dalam tempurung kepalanya.
            “Karena aku membenci Kibum.” Ia menjawab sederhana. Tak sesederhana perasaannya yang saling berbaur dan bercampur-campur kala mengatakan hal yang sering dikatakannya itu. Semuanya… sejujurnya… tak sesederhana itu. Kebencian, ambisi, merasa diremehkan, merasa dibodohi, membuat sosok Hyomi bermutasi.
            Ia bukan lagi gadis manis yang selalu mendengarkan celotehan teman-temannya. Ia bukan lagi gadis manis yang selalu tersenyum ketika teman-teman memuji kecerdasannya. Ia bukan lagi Lee Hyomi yang memiliki tawa secerah mentari pagi.
            Saat ini, tak ada hal yang paling menyenangkan dalam hidupnya, selain… mengalahkan Kim Kibum si pemegang nilai tertinggi. Tanpa peduli harus saling menyikut bahu dan melukai, akan ia pastikan, ia akan kembali memegang gelar nomor satu miliknya lagi. Sekalipun itu berarti ia harus mencampakkan sejenak orang-orang di sekelilingnya.
            ***

            -Masihkah ia memberiku tempat di mata indahnya? Masihkah aku menjadi satu-satunya laki-laki yang ia biarkan tenggelam dalam manik biru menenangkan miliknya?-

            Mata itu tak pernah lepas dari buku barang sedetik pun. Kyuhyun bahkan tahu, gadis yang tengah tenggelam bersama rumus-rumus tersebut sama sekali belum mengonsumsi makanan. Dari mana ia mendapatkan energi untuk berpikir?
            “Aku membawakan cokelat Godiva kesukaanmu. Nah, sambil membaca buku, setidaknya kau juga sambil memakan cokelat.” Kyuhyun menyodorkan cokelat batangan pada Hyomi.
            Gadis itu menerima tanpa membuka kertas silver yang membungkus cokelatnya. “Terima kasih,” gumamnya. Ia melanjutkan mempelajari berbagai rumus dan membiarkan cokelat tersebut tersimpan dalam saku rok sekolahnya.
            Kyuhyun menghela napas. Ia tahu… mata biru laksana aquamarine itu sudah tak lagi memiliki tempat untuknya. Seluruh perhatiannya tertuju pada berbagai macam pelajaran, seluruh perhatian Hyomi seutuhnya tertuju pada Kibum—demi apapun, hanya untuk menjadi pemegang nilai tertinggi lagi.
            Sepenting itukah?
            ***

            -Dia ada untukku, mengiburku, memberiku semangat. Karena dia adalah…-

            Saudara kembar Lee Hyomi menghampiri Kyuhyun yang sedang duduk di kursi taman. Lee Hyojin namanya. Gadis itu tak kalah cantik dari Hyomi, hanya saja ia tak secerdas kakak kembarnya. Bahkan tak sedikit yang tidak menyangka bahwa seorang Hyojin merupakan kembaran Hyomi. Mereka sering kali mengolok-ngolok dengan mengatai ibarat bumi dan langit.
            Mereka kembar, lahir di rahim ibu yang sama, namun mereka seperti dua kutub magnet yang saling menolak. Hyomi adalah Hyomi—si cerdas yang cantik jelita. Hyojin adalah Hyojin—si pendiam yang tak banyak bersuara. Bumi dan langit. Terlalu jauh meski nyatanya mereka sangat dekat.
            Hyojin melirik Kyuhyun yang tengah memperhatikan daun-daun di bawah sepatunya. Pandangan manik biru yang tak kalah indah itu mengikuti arah pandangan laki-laki di sampingnya.
            “Apakah menurutmu Hyomi menyukaiku? Setidaknya pernah?”
            Pandangan Hyojin menerawang, ia mengulum senyum. “Dia sangat menyukaimu. Aku adalah saudara kembarnya, aku tahu betul bagaimana wataknya. Ia bukan gadis yang sembarangan menebar senyum manisnya pada tiap pria. Dia memang cerdas, sangat malah, tapi kurasa ia tak cukup cerdas menyembunyikan perasaan sukanya padamu.”
            Kyuhyun tak mampu menahan untuk tidak tersenyum. “Tapi… sudah setengah tahun ini ia seolah menghindariku. Sudah lama kami tak saling kontak mata, padahal aku sangat senang di saat-saat aku tenggelam dalam manik biru bak aquamarine miliknya.”
            “Dia hanya sedang berjuang mengambil kembali posisinya, setelah ia menduduki nilai tertinggi lagi, ia akan kembali padamu. Percayalah,” ujar Hyojin.
            Laki-laki itu mengangkat bahu. “Aku… entahlah. Aku tak mau memikirkannya, tapi hal itu tetap bersarang dalam pikiranku. Bagaimana kalau… bagaimana kalau ternyata Hyomi tidak mampu melampaui nilai Kibum? Aku benar-benar akan hilang dari pandangannya, aku akan menjadi setitik abu dalam hidupnya. Tidak berguna.”
            Hyojin menyentuh bahu Kyuhyun, ia tersenyum manis. “Hyomi bukan gadis yang seperti itu. Biarkan dia serius menekuni ambisinya, setelah ia mencapainya, ia akan menjadi satu-satunya gadis yang paling memperhatikanmu setelah perhatiannya terambil alih oleh pelajaran. Kau hanya perlu percaya itu.”
            Kyuhyun merenung. “Mungkin kau benar, aku hanya perlu… memercayainya.”
            “Apabila ia tak lagi memperhatikanmu ketika ia sudah mencapai ambisinya, kau boleh panik saat itu.”
            Laki-laki itu mengangguk. Ia memandang langit biru di atas sana. Awan-awan saling berarak diterpa angin. Seandainya…
            “Err… Hyojin-ssi, bagaimana kabar tentang pemuda yang kausukai itu? Bukankah kau bilang kau menyukainya sejak tiga tahun lalu?” Kyuhyun mengganti topik pembicaraan. Tidak adil jika hanya ia yang merasa lega karena sudah mencurahkan isi hatinya.
            “Dia… hmm, dia sangat terlihat lebih baik sekarang. Aku senang bisa melihatnya tersenyum sekalipun ia tak pernah tahu kalau aku sering memperhatikannya di kejauhan.”
            “Aku sungguh penasaran siapa pemuda yang beruntung itu. Ia pasti bahagia ketika tahu ada gadis cantik yang diam-diam menyukainya,” canda Kyuhyun.
            Hyojin tersenyum dengan rona kemerahan yang menghiasi pipi putihnya. “Ya, kuharap begitu. Tapi sepertinya ia sedang menyukai seseorang. Dia kerap kali tersenyum ketika memperhatikan seorang gadis.”
            “Itu hanya asumsimu saja! Aku yakin, kalau dia tahu bahwa seorang Lee Hyojin menyukainya, dia akan langsung bertekuk lutut padamu dan balik menyukaimu. Jadi, bersemangatlah!” Kyuhyun tersenyum lebar menyemangati Hyojin.
            “Aku tidak mau terlalu banyak berkhayal, Kyuhyun-ssi. Melihatnya tersenyum walaupun bukan karena aku, aku tetap senang melihatnya. Apapun yang terbaik untuk orang yang kusuka, adalah yang terbaik untukku juga.”
            “Woah, kau menakjubkan! Aku benar-benar salut padamu. Semoga kau beruntung.”
            Hyojin tersenyum sambil mengangguk.
            “Baiklah, aku ada kelas vokal sebentar lagi, lain kali kita bisa mengobrol lebih banyak. Sampai jumpa!” setelah mengatakan itu, Kyuhyun berlari kecil meninggalkan gadis itu sendirian duduk di taman belakang.
            Hyojin memperhatikan punggung Kyuhyun yang semakin menjauh dalam jarak pandangannya. Air matanya menetes tanpa terasa. Cairan likuid itu mengalir perlahan membasahi kedua pipinya.
            “Kau harus terus tersenyum seperti itu… Cho Kyuhyun,” gumamnya pada sosok yang sudah tiga tahun ini mengisi ruang di hatinya.
            Dia ada untuknya, mengiburnya, memberinya semangat. Karena dia adalah… gadis yang paling mencintainya dari lubuk hati terdalam.
            ***

            -Sia-siakah penantianku? Aku menunggumu berbalik dan tersenyum seperti dahulu padaku, ataukah…-

            Kyuhyun memandang nanar sebatang cokelat dalam genggamannya. Cokelat yang sudah ia hiasi dengan pita cantik berwarna merah, warna yang kebanyakan orang mengatakan sebagai arti cinta dan keberanian. Tapi, benarkah itu?
            Ia justru tak memiliki keberanian untuk mengatakan seluruh perasaannya pada Lee Hyomi. Yang bisa ia lakukan hanyalah memberi clue yang tak mungkin disalah-artikan, namun sepertinya gadis itu tak acuh dengan semua usahanya. Padahal orang tolol sekalipun pasti tahu kalau Kyuhyun memiliki perasaan khusus pada Hyomi.
            Dengan segenap hati, laki-laki itu memberanikan diri hendak menyatakan segalanya sebelum semuanya terlambat. Ia mendatangi Hyomi yang tengah berkutat dengan buku-buku tebal di perpustakaan. Tidakkah itu sangat membosankan?
            “Lee Hyomi…,” gumam Kyuhyun.
            Gadis berambut pirang tersebut tidak menjawab ataupun menoleh. Ia memfokuskan seluruh perhatiannya pada buku dalam genggamannya.
            Kyuhyun memutar otak, ia mencari cara agar gadis itu mau menoleh padanya—tak peduli walau sekilas. Setidaknya, jika Hyomi menoleh, itu berarti ia masih menyimpan tempat di mata biru laksana aquamarine-nya untuk Kyuhyun. Dengan pelan, laki-laki pemilik mata obsidian tersebut melangkah mendekati sosok yang tengah duduk itu.
            “Untukmu.” Kyuhyun menyodorkan cokelat berhiaskan pita merahnya.
            Hyomi mengambil dengan tangan kanan tanpa menolehkan wajahnya ataupun melihat laki-laki itu lewat ekor matanya. Ia sama sekali tidak melakukan apa-apa setelahnya, pun tidak mengucapkan terima kasih. Ia terus bergumul dengan buku tebal.
            Kyuhyun mendesah berat. Ia sungguh kecewa.
            “Hyomi-ya, tak bisakah kau luangkan waktumu untukku? Lima menit saja—tidak, satu menit juga tak apa. Setidaknya lihatlah kesungguhanku memberikan cokelat itu padamu, atau ucapkanlah sebait kata terima kasih seperti tempo itu. Apakah begitu sulit?” Kyuhyun mulai tak mampu mengontrol dirinya.
            “Sebenarnya apa maumu, Kyuhyun?” tanya Hyomi tanpa mengalihkan pandangan matanya dari buku yang sedang ia baca.
            “Aku hanya ingin… kau melihatku, sebentar saja.”
            Gadis itu menutup bukunya. Ia mendongkakkan kepala demi memandang sosok yang kini tak jauh darinya. Manik aquamarine-nya menatap tajam ke arah manik obsidian itu, seolah menelanjangi apa yang ada di sana.
            “Aku sudah melihatmu. Jadi, jauh-jauh dariku mulai saat ini,” ujar Hyomi datar. Ia melangkah melewati bahu Kyuhyun—sedikit menabraknya dengan sangaja. Entah apa maksud di balik sikapnya.
            “Aku menyukaimu! Sejak setahun lalu, sekarang, dan entah sampai kapan, aku menyukaimu! Kau berubah sejak Kibum datang dan merebut posisimu, sebenarnya apa yang kaupikirkan?! Aku bersamamu, tak peduli sekalipun kau tak mendapat nilai tertinggi.” Suara Kyuhyun meninggi.
            Hyomi menghentikan langkahnya. “Kau tidak mengerti, sedikit pun.”
            Kali ini laki-laki itu berbalik menghadap punggung Hyomi. “Ya, aku memang tidak mengerti karena kau sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk mengerti! Sepenting apa gelar nomor satu untukmu, hah? Itu hanya sesaat selama kau bersekolah di sini! Kau cerdas, seharusnya kau mengerti itu. Tak selalu kau yang harus menjadi nomor satu!”
            Kyuhyun bisa melihat kedua tangan gadis itu menggempal. Sepertinya Hyomi bertarung dengan nafsu amarahnya yang membuncah.
            “Kau… idiot,” gumamnya pelan, namun Kyuhyun masih bisa menangkap suara itu. “Kau benar-benar… tolol. Aku membencimu!”
            Cokelat dalam genggaman tangan kanan Hyomi remuk seketika. Laki-laki berambut ikal itu hanya terdiam tanpa sanggup mengatakan apapun. Terlalu sulit untuknya membuka suara setelah apa yang dikatakan Hyomi barusan. Ia terlalu syok mendengarnya. Hatinya perih tak terperi.
            “Ke-kenapa?” suaranya bergetar. Tidak, laki-laki tidak boleh menangis. Sesakit apapun ia tak boleh manangis di depan orang yang paling disukainya.
            “Aku membencimu karena kau semakin membuatku menyukaimu! Bodoh! Kau benar-benar… idiot!”
            “Eh?”
            Bahu gadis itu bergetar. Tidak mungkin… seorang Lee Hyomi yang terkenal cerdas dan galak, menangis? Mustahil. Absurd. Tetapi… kenapa?
            ***
            Kyuhyun tidak tahu apakah ia harus senang atau sedih mendengar pengakuan Hyomi. Semuanya terasa begitu mendadak. Gadis itu sama sekali tak pernah menunjukkan tanda-tanda kalau ia menyukai Kyuhyun—atau memang laki-laki itu yang tidak peka? Entahlah.
            “Apa salahnya apabila kau menyukaiku?” suaranya melembut. Ia menyentuh bahu Hyomi pelan, namun langsung ditepis dengan kasar oleh gadis tersebut.
            “Berhenti melakukan hal-hal bodoh padaku, Cho Kyuhyun. Akan kutegaskan sekali lagi, aku membencimu! Semua perlakuanmu, kata-katamu, semuanya, aku benci. Jadi, berhentilah menyukaiku. Seharusnya kau tidak boleh menyukaiku, entah itu setahun lalu, sekarang atau kapan pun.”
            “Tapi kenapa? Aku tak punya alasan kuat untuk tidak menyukaimu.”
            “Karena kau akan menyesal di kemudian hari.”
            Kyuhyun tidak mengerti. Ia ingin memandang wajah gadis yang masih membelakanginya itu, namun ia tak tahu harus berbuat apa kalau ia melihat air mata terjatuh di antara pipi putihnya. Ia pasti tidak akan sanggup melihatnya.
            “Hyomi…”
            Lee Hyomi menghela napas panjang. “Aku memang menyukaimu. Hyojin tidak salah, aku memang menyukaimu. Tapi Hyojin tak pernah tahu kalau aku…”
            Semuanya hancur. Kyuhyun ingin menyalahkan kedua telinganya yang dengan benar memproses semua yang dikatakan Hyomi. Ia ingin menentang dan menuduh gadis itu berbohong. Tapi… tak ada alasan kuat untuk Hyomi berbohong pada Kyuhyun.
            Setelah mengatakan kalimat yang membuat hati laki-laki itu pecah menjadi puing-puing, Lee Hyomi melangkah meninggalkan Kyuhyun di sana sendiri—bersama luka dan nyeri dalam hati.
            Aku memang menyukaimu. Tapi Hyojin tak pernah tahu kalau aku… mencintai Kibum.’
            ***

            - Sia-siakah penantianku? Aku menunggumu berbalik dan tersenyum seperti dahulu padaku, ataukah… aku terlihat sedang menunggumu melupakan keberadaanku? Tidak. Aku takkan pernah menunggumu jika itu berarti kau akan melenyapkanku dalam ingatanmu.  Sekarang, masihkah aku mampu berharap setelah waktu bergulir dan membongkar rahasiamu?-

            Kanvas yang seharunya terlukis oleh warna-warna indah yang senada, justru hanya dihiaskan warna hitam saja. Terlukis dengan lugas sebuah lukisan tentang kepedihan cinta pertama. Sebuah perasaan suci yang diagung-agungkan banyak orang karena dianggap sebagai anugerah Tuhan, tak melulu menorehkan tintanya dengan warna cerah serta hasil yang indah.
            Sebuah kejujuran sekaligus kebohongan.
            Lee Hyomi… dengan sekuat yang ia bisa, ia ingin mencapai posisi di mana Kibum berada. Bukan hanya untuk melampauinya, namun juga untuk memberi isyarat bahwa ia setara dengan sang laki-laki sedingin es. Gadis itu… berlari, terjatuh, bangkit, dan berlari lagi. Demi mencapai satu tujuan—menggapai Kim Kibum.
            Tapi itu… kebohongan.
            Karena yang Kyuhyun temukan dua tahun setelah ia lulus sekolah adalah… Lee Hyomi yang berjuang melawan virus mematikan dalam tubuhnya. HIV, AIDS.
            Mungkin benar… Kyuhyun memang akan menyesal di kemudian hari kalau saja ia benar-benar berhubungan dengan Hyomi. Namun ia bukan laki-laki brengsek seperti itu. Dalam keadaan apapun, seperti apapun, musim semi tiga tahun lalu, sekarang atau mungkin sampai mati, perasaan itu masih bersarang dalam hatinya.
            Kyuhyun tidak lagi menyukai Hyomi, tapi kini ia sudah sangat mencintai gadis itu. Itulah… kejujuran. Tak peduli kenyataan yang mengatakan bahwa kisahnya hanya terlukiskan tinta hitam tanpa perpaduan warna lainnya.
            Tak ubahnya Lee Hyojin. Kanvasnya pun hanya tertoreh tinta hitam. Perasaannya tak pernah terbalaskan meski ia serupa dengan saudara kembarnya.
            Kisah cinta pertama tanpa warna. Monoton. Monochrome.
           
            —END—
           
            Saya tidak banyak berharap pada FF ini. Karena ketika menulisnya, saya tidak merasakan apapun—seperti gejolak seolah saya ikut dalam cerita. Lagipula, kisahnya klasik. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Klasik banget, ‘kan? Maaf apabila feel-nya nggak dapet. Ah, FF ini juga mirip dengan FF Runner-Up milik saya, perbedaannya terletak sudut pandang dan endingnya. Runner-Up bisa dibilang happy ending, dan untuk yang ini, saya tidak bisa mengatakan sad ending karena saya pikir, ini lebih terkesan menggantung.
            Untuk yang bertanya-tanya, kok bisa Lee Hyomi terkena virus HIV dan mengidap penyakit AIDS? Nah, silakan berimajinasi sendiri. Saya yakin, imajinasi kalian lebih menarik karena sesuai dengan apa yang kalian harapkan. Jika ada kesalahan ejaan atau EYD tidak tepat, laporkan lewat komentar di bawah ini ^_^
            Terima kasih,
            Tuesday, August 06, 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar