LOVE MONOCHROME
Cast:
-
Cho Kyuhyun
-
Lee Hyomi
-
Etc
Author:
Icha Z. Octavianna
Genre:
Drama & Romance
Rate:
PG 16
Cr Picture:
(A/N: Ini
adalah fanfic dengan kisah paling klasik yang pernah saya buat, penuturannya
pun sesederhana ceritanya. Berkenan untuk membaca? :))
*** Enjoy ***
-Awal musim semi tahun
lalu menghadirkan perasaan yang terasa asing bagiku… is it love? Yeah, I think it is love-
Cho Kyuhyun
memperhatikan gadis cantik di sampingnya. Rambut pirang sebahunya tergerai sempurna,
sesekali gadis itu menyibakkan rambutnya kala helaian itu menutupi pandangannya
dari sebuah buku yang tengah ia baca. Dalam keadaan apapun, di mata Kyuhyun,
sosok di sampingnya merupakan maha karya Tuhan yang paling sempurna.
Lee Hyomi
tahu, bahwa ia sedang diperhatikan laki-laki itu. Dan ia pun tahu, tak jauh
dari posisi duduknya, ia melihat saudara kembarnya pun sedang memperhatikannya.
“Pelajaran sebentar lagi akan berlangsung, kau masih
tetap ingin di sini?” tanya Kyuhyun.
“Sebentar lagi, kau duluan saja. Aku akan kembali ke
kelas apabila bel sudah berbunyi.”
Laki-laki dengan rambut ikal itu terdiam beberapa saat
sebelum akhirnya bangkit dari posisi duduknya. Ia tersenyum manis ke arah
Hyomi. “Baiklah, aku menunggumu.”
Dan ia berlalu.
Dan sebuah lonceng dibunyikan tanda waktu jam istirahat
telah usai.
***
-Kami selalu
melangkah berdampingan. Takkan kubiarkan siapapun merebut posisiku di
sampingnya ketika ia berjalan-
Hyomi memperhatikan dengan seksama guru yang tengah
menerangkan pelajaran di depan. Sesekali ia mencatat sesuatu yang dirasa
penting untuk ia observasi kembali. Ketika tak ada guru yang menggantikan
pergantian pelajaran, ia akan mengeluarkan sebuah buku setebal dosa dan
membacanya dengan tenang.
Kyuhyun tak pernah mengerti, apa yang membuat gadis itu
begitu berambisi menjadi satu-satunya pemegang nilai tertinggi. Ia
memperhatikan buku yang sedang dibaca Hyomi, masih buku yang sama dalam satu
tahun terakhir. Kyuhyun yakin, gadis berambut pirang sebahu tersebut terus
membacanya berulang-ulang, terlihat dari tiap helaian halaman bukunya yang lecek
juga kumal.
Laki-laki yang selalu duduk satu meja dengan Hyomi itu
menopang dagu. Selama ini ia merasa sudah mendapatkan semuanya. Senyuman gadis
itu, tatapan lembut sepasang mata biru aquamarine itu, tawa secerah matahari
terbit itu… ia merasa sudah mendapatkan Lee Hyomi seutuhnya.
Namun, ia tak pernah tahu, bahwa sudah setengah tahun
terakhir ini orang asing telah merebut perhatian gadis tersebut darinya.
Sesosok laki-laki dengan kacamata tebal yang bertengger di hidung bangirnya,
laki-laki yang dengan takjubnya dapat melampaui nilai tertinggi seorang Lee
Hyomi.
Ialah… Kim Kibum,
the smartest people.
Si laki-laki sedingin es itu dengan mudahnya merebut
seluruh perhatian Hyomi dari Kyuhyun. ‘Perhatian’ dalam tanda kutip lainnya.
“Tak bisakah kau bersantai sedikit, Hyomi-ya? Setidaknya bermain game sepertiku tidaklah buruk sebagai
pelampiasan seusai belajar.” Kyuhyun berujar.
Hyomi melirik laki-laki yang duduk di sampingnya lewat
ekor matanya, hanya sekilas. “Tidak. Tak ada waktu untuk bermain-main sesuatu
hal yang tidak berguna seperti game.
Aku butuh konsentrasi belajar demi mengambil kembali posisiku sebagai pemegang
nilai tertinggi, takkan kubiarkan si anak baru itu melampauiku lagi.”
Kibum, si anak baru yang masuk setengah tahun lalu. Tanpa
perlu ditanya maupun diterka, semuanya sudah jelas terpandang mata. Siapapun
tahu, Lee Hyomi membenci Kim Kibum yang sudah merebut posisinya itu.
Kebenciannya terhadap Kibum membuat seluruh perhatian gadis tersebut tersita
hanya untuk mengalahkan si laki-laki sedingin es.
Secara perlahan… tanpa disadari olehnya, sosok Cho
Kyuhyun yang selalu di sampingnya tersamarkan. Tak lagi ia pedulikan kicauan
yang keluar dari bibir laki-laki yang sudah seperti sahabatnya itu. Sebagai
prioritas utama, Kyuhyun sudah tergantikan—sudah lama, semenjak Kibum datang
dan memporak-porandakan kepercayaan dirinya sebagai gadis paling cerdas
seantero sekolah.
“Kenapa kau sangat ingin menjadi nomor satu? Hyomi-ya, kau sudah merasakannya berkali-kali.
Hanya kali ini saja kau pindah posisi, itu pun tak jauh dari angka satu.”
Kyuhyun kembali menyuarakan apa yang ada dalam tempurung kepalanya.
“Karena aku membenci Kibum.” Ia menjawab sederhana. Tak
sesederhana perasaannya yang saling berbaur dan bercampur-campur kala
mengatakan hal yang sering dikatakannya itu. Semuanya… sejujurnya… tak
sesederhana itu. Kebencian, ambisi, merasa diremehkan, merasa dibodohi, membuat
sosok Hyomi bermutasi.
Ia bukan lagi gadis manis yang selalu mendengarkan
celotehan teman-temannya. Ia bukan lagi gadis manis yang selalu tersenyum
ketika teman-teman memuji kecerdasannya. Ia bukan lagi Lee Hyomi yang memiliki
tawa secerah mentari pagi.
Saat ini, tak ada hal yang paling menyenangkan dalam
hidupnya, selain… mengalahkan Kim Kibum si pemegang nilai tertinggi. Tanpa
peduli harus saling menyikut bahu dan melukai, akan ia pastikan, ia akan
kembali memegang gelar nomor satu miliknya lagi. Sekalipun itu berarti ia harus
mencampakkan sejenak orang-orang di sekelilingnya.
***
-Masihkah ia
memberiku tempat di mata indahnya? Masihkah aku menjadi satu-satunya laki-laki
yang ia biarkan tenggelam dalam manik biru menenangkan miliknya?-
Mata itu tak pernah lepas dari buku barang sedetik pun.
Kyuhyun bahkan tahu, gadis yang tengah tenggelam bersama rumus-rumus tersebut
sama sekali belum mengonsumsi makanan. Dari mana ia mendapatkan energi untuk
berpikir?
“Aku membawakan cokelat Godiva kesukaanmu. Nah, sambil
membaca buku, setidaknya kau juga sambil memakan cokelat.” Kyuhyun menyodorkan
cokelat batangan pada Hyomi.
Gadis itu menerima tanpa membuka kertas silver yang
membungkus cokelatnya. “Terima kasih,” gumamnya. Ia melanjutkan mempelajari
berbagai rumus dan membiarkan cokelat tersebut tersimpan dalam saku rok
sekolahnya.
Kyuhyun menghela napas. Ia tahu… mata biru laksana
aquamarine itu sudah tak lagi memiliki tempat untuknya. Seluruh perhatiannya
tertuju pada berbagai macam pelajaran, seluruh perhatian Hyomi seutuhnya
tertuju pada Kibum—demi apapun, hanya untuk menjadi pemegang nilai tertinggi
lagi.
Sepenting itukah?
***
-Dia ada untukku,
mengiburku, memberiku semangat. Karena dia adalah…-
Saudara kembar Lee Hyomi menghampiri Kyuhyun yang sedang
duduk di kursi taman. Lee Hyojin
namanya. Gadis itu tak kalah cantik dari Hyomi, hanya saja ia tak secerdas
kakak kembarnya. Bahkan tak sedikit yang tidak menyangka bahwa seorang Hyojin
merupakan kembaran Hyomi. Mereka sering kali mengolok-ngolok dengan mengatai
ibarat bumi dan langit.
Mereka kembar, lahir di rahim ibu yang sama, namun mereka
seperti dua kutub magnet yang saling menolak. Hyomi adalah Hyomi—si cerdas yang
cantik jelita. Hyojin adalah Hyojin—si pendiam yang tak banyak bersuara. Bumi
dan langit. Terlalu jauh meski nyatanya mereka sangat dekat.
Hyojin melirik Kyuhyun yang tengah memperhatikan
daun-daun di bawah sepatunya. Pandangan manik biru yang tak kalah indah itu
mengikuti arah pandangan laki-laki di sampingnya.
“Apakah menurutmu Hyomi menyukaiku? Setidaknya pernah?”
Pandangan Hyojin menerawang, ia mengulum senyum. “Dia
sangat menyukaimu. Aku adalah saudara kembarnya, aku tahu betul bagaimana
wataknya. Ia bukan gadis yang sembarangan menebar senyum manisnya pada tiap
pria. Dia memang cerdas, sangat malah, tapi kurasa ia tak cukup cerdas
menyembunyikan perasaan sukanya padamu.”
Kyuhyun tak mampu menahan untuk tidak tersenyum. “Tapi…
sudah setengah tahun ini ia seolah menghindariku. Sudah lama kami tak saling
kontak mata, padahal aku sangat senang di saat-saat aku tenggelam dalam manik
biru bak aquamarine miliknya.”
“Dia hanya sedang berjuang mengambil kembali posisinya,
setelah ia menduduki nilai tertinggi lagi, ia akan kembali padamu. Percayalah,”
ujar Hyojin.
Laki-laki itu mengangkat bahu. “Aku… entahlah. Aku tak
mau memikirkannya, tapi hal itu tetap bersarang dalam pikiranku. Bagaimana
kalau… bagaimana kalau ternyata Hyomi tidak mampu melampaui nilai Kibum? Aku
benar-benar akan hilang dari pandangannya, aku akan menjadi setitik abu dalam
hidupnya. Tidak berguna.”
Hyojin menyentuh bahu Kyuhyun, ia tersenyum manis. “Hyomi
bukan gadis yang seperti itu. Biarkan dia serius menekuni ambisinya, setelah ia
mencapainya, ia akan menjadi satu-satunya gadis yang paling memperhatikanmu
setelah perhatiannya terambil alih oleh pelajaran. Kau hanya perlu percaya
itu.”
Kyuhyun merenung. “Mungkin kau benar, aku hanya perlu…
memercayainya.”
“Apabila ia tak lagi memperhatikanmu ketika ia sudah
mencapai ambisinya, kau boleh panik saat itu.”
Laki-laki itu mengangguk. Ia memandang langit biru di
atas sana. Awan-awan saling berarak diterpa angin. Seandainya…
“Err… Hyojin-ssi,
bagaimana kabar tentang pemuda yang kausukai itu? Bukankah kau bilang kau
menyukainya sejak tiga tahun lalu?” Kyuhyun mengganti topik pembicaraan. Tidak
adil jika hanya ia yang merasa lega karena sudah mencurahkan isi hatinya.
“Dia… hmm, dia sangat terlihat lebih baik sekarang. Aku
senang bisa melihatnya tersenyum sekalipun ia tak pernah tahu kalau aku sering
memperhatikannya di kejauhan.”
“Aku sungguh penasaran siapa pemuda yang beruntung itu.
Ia pasti bahagia ketika tahu ada gadis cantik yang diam-diam menyukainya,”
canda Kyuhyun.
Hyojin tersenyum dengan rona kemerahan yang menghiasi
pipi putihnya. “Ya, kuharap begitu. Tapi sepertinya ia sedang menyukai
seseorang. Dia kerap kali tersenyum ketika memperhatikan seorang gadis.”
“Itu hanya asumsimu saja! Aku yakin, kalau dia tahu bahwa
seorang Lee Hyojin menyukainya, dia akan langsung bertekuk lutut padamu dan
balik menyukaimu. Jadi, bersemangatlah!” Kyuhyun tersenyum lebar menyemangati
Hyojin.
“Aku tidak mau terlalu banyak berkhayal, Kyuhyun-ssi. Melihatnya tersenyum walaupun bukan
karena aku, aku tetap senang melihatnya. Apapun yang terbaik untuk orang yang
kusuka, adalah yang terbaik untukku juga.”
“Woah, kau menakjubkan! Aku benar-benar salut padamu.
Semoga kau beruntung.”
Hyojin tersenyum sambil mengangguk.
“Baiklah, aku ada kelas vokal sebentar lagi, lain kali
kita bisa mengobrol lebih banyak. Sampai jumpa!” setelah mengatakan itu,
Kyuhyun berlari kecil meninggalkan gadis itu sendirian duduk di taman belakang.
Hyojin memperhatikan punggung Kyuhyun yang semakin
menjauh dalam jarak pandangannya. Air matanya menetes tanpa terasa. Cairan
likuid itu mengalir perlahan membasahi kedua pipinya.
“Kau harus terus tersenyum seperti itu… Cho Kyuhyun,”
gumamnya pada sosok yang sudah tiga tahun ini mengisi ruang di hatinya.
Dia ada untuknya,
mengiburnya, memberinya semangat. Karena dia adalah… gadis yang paling
mencintainya dari lubuk hati terdalam.
***
-Sia-siakah
penantianku? Aku menunggumu berbalik dan tersenyum seperti dahulu padaku,
ataukah…-
Kyuhyun memandang nanar sebatang cokelat dalam
genggamannya. Cokelat yang sudah ia hiasi dengan pita cantik berwarna merah,
warna yang kebanyakan orang mengatakan sebagai arti cinta dan keberanian. Tapi,
benarkah itu?
Ia justru tak memiliki keberanian untuk mengatakan
seluruh perasaannya pada Lee Hyomi. Yang bisa ia lakukan hanyalah memberi clue yang tak mungkin disalah-artikan,
namun sepertinya gadis itu tak acuh dengan semua usahanya. Padahal orang tolol
sekalipun pasti tahu kalau Kyuhyun memiliki perasaan khusus pada Hyomi.
Dengan segenap hati, laki-laki itu memberanikan diri
hendak menyatakan segalanya sebelum semuanya terlambat. Ia mendatangi Hyomi
yang tengah berkutat dengan buku-buku tebal di perpustakaan. Tidakkah itu
sangat membosankan?
“Lee Hyomi…,” gumam Kyuhyun.
Gadis berambut pirang tersebut tidak menjawab ataupun
menoleh. Ia memfokuskan seluruh perhatiannya pada buku dalam genggamannya.
Kyuhyun memutar otak, ia mencari cara agar gadis itu mau
menoleh padanya—tak peduli walau sekilas. Setidaknya, jika Hyomi menoleh, itu
berarti ia masih menyimpan tempat di mata biru laksana aquamarine-nya untuk
Kyuhyun. Dengan pelan, laki-laki pemilik mata obsidian tersebut melangkah
mendekati sosok yang tengah duduk itu.
“Untukmu.” Kyuhyun menyodorkan cokelat berhiaskan pita
merahnya.
Hyomi mengambil dengan tangan kanan tanpa menolehkan
wajahnya ataupun melihat laki-laki itu lewat ekor matanya. Ia sama sekali tidak
melakukan apa-apa setelahnya, pun tidak mengucapkan terima kasih. Ia terus
bergumul dengan buku tebal.
Kyuhyun mendesah berat. Ia sungguh kecewa.
“Hyomi-ya, tak
bisakah kau luangkan waktumu untukku? Lima menit saja—tidak, satu menit juga
tak apa. Setidaknya lihatlah kesungguhanku memberikan cokelat itu padamu, atau
ucapkanlah sebait kata terima kasih seperti tempo itu. Apakah begitu sulit?”
Kyuhyun mulai tak mampu mengontrol dirinya.
“Sebenarnya apa maumu, Kyuhyun?” tanya Hyomi tanpa
mengalihkan pandangan matanya dari buku yang sedang ia baca.
“Aku hanya ingin… kau melihatku, sebentar saja.”
Gadis itu menutup bukunya. Ia mendongkakkan kepala demi
memandang sosok yang kini tak jauh darinya. Manik aquamarine-nya menatap tajam
ke arah manik obsidian itu, seolah menelanjangi apa yang ada di sana.
“Aku sudah melihatmu. Jadi, jauh-jauh dariku mulai saat
ini,” ujar Hyomi datar. Ia melangkah melewati bahu Kyuhyun—sedikit menabraknya
dengan sangaja. Entah apa maksud di balik sikapnya.
“Aku menyukaimu! Sejak setahun lalu, sekarang, dan entah
sampai kapan, aku menyukaimu! Kau berubah sejak Kibum datang dan merebut
posisimu, sebenarnya apa yang kaupikirkan?! Aku bersamamu, tak peduli sekalipun
kau tak mendapat nilai tertinggi.” Suara Kyuhyun meninggi.
Hyomi menghentikan langkahnya. “Kau tidak mengerti,
sedikit pun.”
Kali ini laki-laki itu berbalik menghadap punggung Hyomi.
“Ya, aku memang tidak mengerti karena kau sama sekali tidak memberiku
kesempatan untuk mengerti! Sepenting apa gelar nomor satu untukmu, hah? Itu
hanya sesaat selama kau bersekolah di sini! Kau cerdas, seharusnya kau mengerti
itu. Tak selalu kau yang harus menjadi nomor satu!”
Kyuhyun bisa melihat kedua tangan gadis itu menggempal.
Sepertinya Hyomi bertarung dengan nafsu amarahnya yang membuncah.
“Kau… idiot,” gumamnya pelan, namun Kyuhyun masih bisa
menangkap suara itu. “Kau benar-benar… tolol. Aku membencimu!”
Cokelat dalam genggaman tangan kanan Hyomi remuk
seketika. Laki-laki berambut ikal itu hanya terdiam tanpa sanggup mengatakan
apapun. Terlalu sulit untuknya membuka suara setelah apa yang dikatakan Hyomi
barusan. Ia terlalu syok mendengarnya. Hatinya perih tak terperi.
“Ke-kenapa?” suaranya bergetar. Tidak, laki-laki tidak
boleh menangis. Sesakit apapun ia tak boleh manangis di depan orang yang paling
disukainya.
“Aku membencimu karena kau semakin membuatku menyukaimu!
Bodoh! Kau benar-benar… idiot!”
“Eh?”
Bahu gadis itu bergetar. Tidak mungkin… seorang Lee Hyomi
yang terkenal cerdas dan galak, menangis? Mustahil. Absurd. Tetapi… kenapa?
***
Kyuhyun tidak tahu apakah ia harus senang atau sedih
mendengar pengakuan Hyomi. Semuanya terasa begitu mendadak. Gadis itu sama
sekali tak pernah menunjukkan tanda-tanda kalau ia menyukai Kyuhyun—atau memang
laki-laki itu yang tidak peka? Entahlah.
“Apa salahnya apabila kau menyukaiku?” suaranya melembut.
Ia menyentuh bahu Hyomi pelan, namun langsung ditepis dengan kasar oleh gadis
tersebut.
“Berhenti melakukan hal-hal bodoh padaku, Cho Kyuhyun.
Akan kutegaskan sekali lagi, aku membencimu! Semua perlakuanmu, kata-katamu,
semuanya, aku benci. Jadi, berhentilah menyukaiku. Seharusnya kau tidak boleh
menyukaiku, entah itu setahun lalu, sekarang atau kapan pun.”
“Tapi kenapa? Aku tak punya alasan kuat untuk tidak
menyukaimu.”
“Karena kau akan menyesal di kemudian hari.”
Kyuhyun tidak mengerti. Ia ingin memandang wajah gadis
yang masih membelakanginya itu, namun ia tak tahu harus berbuat apa kalau ia
melihat air mata terjatuh di antara pipi putihnya. Ia pasti tidak akan sanggup
melihatnya.
“Hyomi…”
Lee Hyomi menghela napas panjang. “Aku memang menyukaimu.
Hyojin tidak salah, aku memang menyukaimu. Tapi Hyojin tak pernah tahu kalau
aku…”
Semuanya hancur. Kyuhyun ingin menyalahkan kedua telinganya
yang dengan benar memproses semua yang dikatakan Hyomi. Ia ingin menentang dan
menuduh gadis itu berbohong. Tapi… tak ada alasan kuat untuk Hyomi berbohong
pada Kyuhyun.
Setelah mengatakan kalimat yang membuat hati laki-laki
itu pecah menjadi puing-puing, Lee Hyomi melangkah meninggalkan Kyuhyun di sana
sendiri—bersama luka dan nyeri dalam hati.
‘Aku memang
menyukaimu. Tapi Hyojin tak pernah tahu kalau aku… mencintai Kibum.’
***
- Sia-siakah
penantianku? Aku menunggumu berbalik dan tersenyum seperti dahulu padaku, ataukah…
aku terlihat sedang menunggumu melupakan keberadaanku? Tidak. Aku takkan pernah
menunggumu jika itu berarti kau akan melenyapkanku dalam ingatanmu. Sekarang, masihkah aku mampu berharap setelah
waktu bergulir dan membongkar rahasiamu?-
Kanvas yang seharunya terlukis oleh warna-warna indah
yang senada, justru hanya dihiaskan warna hitam saja. Terlukis dengan lugas
sebuah lukisan tentang kepedihan cinta pertama. Sebuah perasaan suci yang
diagung-agungkan banyak orang karena dianggap sebagai anugerah Tuhan, tak
melulu menorehkan tintanya dengan warna cerah serta hasil yang indah.
Sebuah kejujuran sekaligus kebohongan.
Lee Hyomi… dengan sekuat yang ia bisa, ia ingin mencapai
posisi di mana Kibum berada. Bukan hanya untuk melampauinya, namun juga untuk
memberi isyarat bahwa ia setara dengan sang laki-laki sedingin es. Gadis itu…
berlari, terjatuh, bangkit, dan berlari lagi. Demi mencapai satu
tujuan—menggapai Kim Kibum.
Tapi itu… kebohongan.
Karena yang Kyuhyun temukan dua tahun setelah ia lulus
sekolah adalah… Lee Hyomi yang berjuang melawan virus mematikan dalam tubuhnya.
HIV, AIDS.
Mungkin benar… Kyuhyun memang akan menyesal di kemudian
hari kalau saja ia benar-benar berhubungan dengan Hyomi. Namun ia bukan
laki-laki brengsek seperti itu. Dalam keadaan apapun, seperti apapun, musim semi
tiga tahun lalu, sekarang atau mungkin sampai mati, perasaan itu masih
bersarang dalam hatinya.
Kyuhyun tidak lagi menyukai Hyomi, tapi kini ia sudah sangat
mencintai gadis itu. Itulah… kejujuran.
Tak peduli kenyataan yang mengatakan bahwa kisahnya hanya terlukiskan tinta
hitam tanpa perpaduan warna lainnya.
Tak ubahnya Lee Hyojin. Kanvasnya pun hanya tertoreh
tinta hitam. Perasaannya tak pernah terbalaskan meski ia serupa dengan saudara
kembarnya.
Kisah cinta pertama tanpa warna. Monoton. Monochrome.
—END—
Saya tidak banyak berharap pada FF ini. Karena ketika
menulisnya, saya tidak merasakan apapun—seperti gejolak seolah saya ikut dalam
cerita. Lagipula, kisahnya klasik. Cinta yang bertepuk sebelah tangan. Klasik
banget, ‘kan? Maaf apabila feel-nya
nggak dapet. Ah, FF ini juga mirip dengan FF Runner-Up milik saya, perbedaannya
terletak sudut pandang dan endingnya. Runner-Up bisa dibilang happy ending, dan
untuk yang ini, saya tidak bisa mengatakan sad ending karena saya pikir, ini
lebih terkesan menggantung.
Untuk yang bertanya-tanya, kok bisa Lee Hyomi terkena
virus HIV dan mengidap penyakit AIDS? Nah, silakan berimajinasi sendiri. Saya
yakin, imajinasi kalian lebih menarik karena sesuai dengan apa yang kalian
harapkan. Jika ada kesalahan ejaan atau EYD tidak tepat, laporkan lewat
komentar di bawah ini ^_^
Terima kasih,
Tuesday, August 06, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar