Minggu, 26 Januari 2014

[Kyu Hyun] Black Romance



            BLACK ROMANCE
Cast:
-          Cho Kyu-Hyun (SJ)
-          Park Sung-Hye (OC)
Genre: Romance and Angst
Rate: NC-17 (Not for Childrens)
Warning: Probably rush, a bit lemon explicit, typo(s)—Uh, I’m sorry for that, and OOC. Alternative Universe. I’ve warned you.
            [AN: Yo! Aku  membawa fanfik Re:make dari fandom Narut :D Ouch, of course, fanfik ini kupersembahkan untuk Kim Hyun Hae tersayang yang selalu menjadi penyemangatku menulis mumumu :*]
            Enjoy~
                                                                        ***
            Panas …
            Aku maupun kau merasa seolah terbakar. Kumainkan jari-jemari di atas permukaan kulitmu, kubiarkan kau melenguh dan merasakan kobaran api mengilat-ngilat di bawah tubuhmu. Panas … membuat peluh membanjiri tubuh.
            Indera perabaku meraih apapun yang bisa kucapai, menyusuri lekuk tubuhmu yang sempurna. Dari leher sampai ke buah dada ranum, bibir dan hidungku membaui setiap inchi kulit mulus itu. Dan di antara labium minora dan mayora milikmu, aku mendesis di sana. Meliuk-liukkan lidah. Kau menggeliat namun bukan sebuah bentuk penolakan.
            Di sela-sela rintihanmu, kau meraih leherku dan membisikkan sesuatu di telinga kiriku. Dengan suara berat melawan nafsu, kau berkata agar aku tak sungkan padamu. Kuraih sepasang membran mukosa itu, kulumat tanpa ampun tanda kalau aku setuju.
            Aku tahu ini salah. Aku tahu ini dosa.
            Namun apalah daya apabila kita sudah dikuasai nafsu membara? Kedua mata tak lagi terbuka, kedua telinga tak lagi mampu mendengar. Kau dan aku terlalu angkuh untuk peduli. Seluruh indera dan logika dalam keadaan tidak sinkron, hanya nafsu dan insting yang mengambil alih semuanya. Menikmati dosa terindah di surga dunia.
            Apa yang bisa kaudapat dari keadaan ini, Park Sung-Hye?
            Kita hanya akan semakin menyakiti diri sendiri. Kita hanya akan semakin tersiksa dengan kenangan yang kita buat malam ini. Kau sudah dewasa, begitu pun aku. Aku sudah menyerah untuk terus-menerus merengek pada hidup. Takdir tak berpihak pada kita, seharusnya kau tahu itu. Tak perlu kita kembali bergumul seolah tak ada dinding pembatas kokoh yang membentang memisahkan kau dan aku.
            Kau pun tahu, kita takkan pernah menjadi satu seberapa besar pun kita menginginkannya. Kita hanya dua orang manusia yang diasingkan oleh perasaan masing-masing.
            Sudah cukup kita berjuang mempermalukan diri sendiri demi mencapai sebuah penyatuan. Aku sudah cukup muak dengan cibiran mereka, hinaan mereka. Aku tahu seharusnya aku tak patut menyerah pada mereka, mereka hanyalah orang-orang tolol yang tak mengerti keadaan kita. Aku tahu seharusnya aku tak perlu ambil hati dan peduli.
            Tapi mataku tidak buta, telingaku tidak tuli. Tak apa jika aku yang menjadi obyek keganasan mulut-mulut mereka, tapi aku tidak bisa membiarkan jika mereka juga melayangkan hal serupa padamu. Aku tak mau kau terluka, cukup aku saja yang merasakannya…
            Akhirnya aku menyerah pada takdir. Mungkin kita tak digariskan untuk bersama, kita tercipta hanya untuk mengukir kenangan pilu ini. Sepasang manusia yang saling mencinta. Aku tidak tahu di mana letak kesalahannya, aku dan kau sama-sama memiliki cinta, lalu apa masalahnya?
            Aku … sungguh tak mengerti. Jika memang begitu adanya, tak perlu Dia menciptakan perasaan terlarang ini di antara kau dan aku. Cukuplah Ia menjadikan kita sepasang sahabat seperti kebanyakan sesama manusia lainnya. Bukan salahku jika aku berkata kalau aku tidak mengerti pada aturan main hidup.
            Terlalu rumit.
            Lagi … lagi … lagi … kita saling meraih. Meniknati suka dan luka dalam penyatuan dua tubuh. Aku tidak terlalu menikmati ini, segala keresahan dan rasa gelisah berkemelut di kepalaku. Aku tidak ingin ini berakhir, tidak sekarang maupun nanti … karena saat itu terjadi, aku tahu aku takkan pernah bisa mengulanginya lagi. Semuanya akan berubah menjadi kenangan usang yang akan terus tersimpan dalam memori.
            Aku tidak mau, demi Tuhan, aku tidak ingin.
            Dan waktu seolah sedang mengejekku. Ia bergulir dengan cepat sampai membuat kau dan aku lemas dalam kesekian puncak.
            Di sudut kamar itu, kau meringkuk. Bahumu berguncang dan isakan kecil terdengar.
            “Aku ingin bersamamu … bawa aku bersamamu. Aku tak peduli dengan mereka, aku hanya peduli denganmu,” ujarmu di sela-sela isak tangis.
            Aku terduduk tanpa mampu berkata-kata. Kuraih sebungkus rokok yang tersimpan di atas meja nakas. Aku tahu kau benci ketika aku kembali memulai kebiasaanku merokok, tapi aku tak punya pilihan ketika aku tengah dipojokkan keadaan. Hanya rokok pelarianku. Sebutlah aku pengecut, aku sudah tak peduli lagi.
            “Kita bisa pergi ke Paris, kita bisa bersembunyi di sana.” Rupanya kau masih berkeras hati agar tetap mempertahankan hubungan kita. Aku tidak tahu, sungguh … aku tidak tahu, Sung-Hye. Aku bisa gila jika hidup bersamamu dengan dihantui bayang-bayang dosa. Aku tidak akan tenang. Kita takkan merasa tenang.
            “Maaf…”
            Kau semakin terisak. Kau marah dan melempariku dengan barang-barang sekitar yang bisa kaugapai. Aku pasrah, hanya bisa menerima meski luka di dada tak kuasa kubendung perihnya. Aku janji ini adalah yang terakhir….
                                                                        x-x-x-x
            Aku berdiri di balkon kamarku di lantai dua. Kunikmati semilir angin yang memainkan rambut ikalku. Aku berusaha keras untuk menenangkan pikiranku, meski pada akhirnya aku tetap merasa gelisah.
            Terlambat … semuanya sudah terlambat.
            Aku tahu aku pemilikmu yang tidak bertanggung-jawab, aku tahu aku pemilikmu yang tak memiliki nyali untuk tetap mempertahankan hubungan kita. Aku tahu aku pemilikmu yang sudah tak lagi memiliki hak untuk memilikimu.
            Seorang laki-laki kaya sudah mempersuntingmu pagi tadi.
            Aku tak melakukan apapun. Aku hanya berdiam diri seolah tak ada yang akan terjadi. Betapa pengecutnya aku. Betapa hinanya aku. Aku mencintaimu tapi aku tak melakukan apapun untuk mempertahankan hubungan kita.
            Maaf saja takkan pernah cukup. Sudah bencikah kau padaku, Park Sung-Hye?
            Kau memberikan semuanya padaku, sementara aku justru memberi luka mendalam padamu. Aku melakukannya bukan karena aku tidak mencintaimu, percayalah. Aku hanya tidak tahu apa yang harus kulakukan ketika orang tuamu menentang keras hubungan kita. Aku juga merasa terluka ketika mereka mencecarku sebagai si pembawa sial bagi keluargamu. Semakin terpuruk aku, semakin aku tersadar…
            Aku tersadar bahwa semakin keras aku berusaha, semakin keras mereka menentang kita.
            Aku juga sama sepertimu. Tak hanya kau yang merasa terluka atas keadaan ini, tapi juga aku. Aku membiarkanmu dinikahi seorang pria sementara aku di sini merasa hampa, aku bernapas tapi aku tak merasa memiliki nyawa. Sisa-sisa hidupku telau kaubawa, ke dalam jurang ritual pernikahan heteroseksual.
            Aku berdiri di balkon ini dengan tubuhku tanpa jiwaku. Hanya kekosongan yang ada. Tak lagi terdapat sinar bahagia ketika kulihat bocah-bocah lugu tengah bermain-main di bawah sana. Aku tak mampu meminta pengharapan sementara aku sendiri sudah tak memiliki semangat untuk mengharap.
            Dengarkan aku … dengarkan aku, Park Sung-Hye.
            Jangan menangis lagi. Orang tuamu hanya ingin yang terbaik untukmu. Aku hanyalah sepotong kenangan dalam hidupmu yang masih sangat panjang. Secara perlahan waktu akan menghapusku dari hatimu, menguapkannya bersama awan-awan yang berarak. Dan di saat itu terjadi, mungkin tubuhku sudah bermutasi menjadi tengkorak.
            Sampah! Aku tak lebih baik dari sampah!
            Seharusnya kau melihatku sekarang. Meringis menahan sakit di tangan kiriku yang sedang kumasuki cairan lewat jarum suntik. Perlahan, sangat perlahan, aku tak merasakan apapun lagi. Aku merasa kebebasan begitu nyata di hadapanku. Aku terbang tanpa batas, menerobos langit-langit.
            Inilah manifetasi kemarahanku terhadap hidup. Menjadi seorang junkie adalah pilihanku sejak hari di mana orang tuamu mencecarku. Aku tidak tahan …
            Dengarkan aku … dengarkan aku, Park Sung-Hye.
            Aku janji ini adalah yang terakhir…
            .
            .
            .
            Karena setelah ini takkan ada lagi napas yang berhembus lewat hidungku.
                                                                        .
                                                                        .
                                    Seharusnya kau ikut bersamaku. Bersembunyi di sini.
                                    Dalam kekosongan sebuah kematian.
                                    Menikmati bersama-sama kepedihan dan kesakitan siksa Tuhan.
                                                                        .
                                                                        .
                                                                        END
            [Tambahan: Pssst! Sebenarnya ini fanfik YURI yang kuubah menjadi straight. Dan untuk pertama kalinya dalam persejarahan fanfik Koreaku, aku memakai namkor-ku di sini >.< muwehehehe. Komentarnya minta~~?]

[Kyu Hyun] A Gloomy Summer 우울한 여름



                        A GLOOMY SUMMER
                         [우울한 ]
Cast:
-          Cho Kyu Hyun
-          Park Sung Hye
-          Kim Hyun Hae
Genre: Romance & Comfort
Rate: PG-15
Disclaimer: The plot belongs to Machiko Sakurai. I really truly take no profit.
            AN: Ini adalah fanfik pertama saya yang mengikutsertakan Kim Hyun Hae di dalamnya. Ada beberapa hal yang mungkin tidak disukai, dan sebagai writer yang baik hati, tolong jangan nilai karakter dari luarnya. Silakan tunjuk karakter ‘licik’ yang sebenarnya setelah membaca ff ini. Dan … ini full Romance! ^.^
            Enjoy read my fanfic with coffee in your clasp because the words are 3.000~!

            ***
            Mereka bertengkar lagi.
            Di koridor sekolah yang tampak ramai karena sedang berlangsungnya jam istirahat sama sekali tak menyurutkan amarah Kim Hyun Hae. Gadis cantik itu meluapkan emosinya pada sosok yang justru terkesan seolah tengah mengabaikannya. Cho Kyu Hyun yang tak lain adalah kekasih Hyun Hae tak menggubris kata-kata kasar yang diluncurkan gadis itu padanya. Ia tetap duduk bersandar pada tiang sambil—berpura-pura—fokus membaca manga.
            “Bagaimana bisa kita akan menghabiskan musim panas hanya di rumah dan menonton televisi? Hampir semua teman-temanku akan berencana pergi ke pantai bersama kekasih mereka! Kenapa kau selalu saja bersikeras tak mau ikut?! Kau bosan padaku?!”
            Kyu Hyun menghela napas. Ia menolak ajakan Hyun Hae untuk pergi ke pantai karena, sungguh, ia merasa itu sama sekali tidak penting. Tidak ada hubungannya dengan kebosanan yang tidak dirasakan Kyu Hyun terhadap hubungan mereka. Hyun Hae terlalu sensitif.
            “Aku tidak bosan padamu. Lagipula liburan musim panas tahun lalu kita lalui dengan pergi ke pantai juga, kan? Apa salahnya kalau liburan kali ini cukup bersantai di rumah?” akhirnya Kyu Hyun menjawab cercaan kekasihnya.
            Di balik jendela kelas, tampak seorang gadis berambut hitam panjang sedang memperhatikan pertengkaran dua kekasih itu. Gadis beriris oniks kelam tersebut tak mengalihkan wajahnya sama sekali, bahkan ketika salah seorang temannya mengajak ia pergi ke kantin.
            Seseorang tiba-tiba menepuk bahunya. Gadis itu terlonjak kaget dan terpaksa mengalihkan perhatiannya.
            “Park Sung Hye, apa kau tahu kenapa akhir-akhir ini mereka lebih sering bertengkar?” tanya temannya. Gadis yang ternyata memiliki nama Park Sung Hye itu mengangkat bahu, isyarat kalau ia pun tidak tahu.
            “Entahlah. Kurasa Hyun Hae memang sedikit egois,” jawabnya.
            “Lagi pula Kyu Hyun sepertinya tipe kekasih yang tak acuh. Lihat saja dia, menghadapi amarah Hyun Hae begitu santainya. Bahkan masih sempat-sempatnya membaca manga.”
            Sung Hye menoleh kembali ke luar jendela. Mereka masih bertengkar.
            “Kau benar. Kyu Hyun bukan tipe laki-laki yang memiliki inisiatif.” Sung Hye bergumam. Kedua tangannya menggempal keras kala melihat Hyun Hae merampas manga yang sedang di baca Kyu Hyun. Gadis cantik yang banyak memiliki pengagum itu merobek manga Kyu Hyun …
            Keterlaluan.
            Dan setelah itu, Hyun Hae beranjak meninggalkan laki-laki yang tengah terbengong-bengong itu. Hyun Hae mendobrak pintu kelas dengan amarah yang masih berada di puncak.
            “Menyebalkan sekali! Lihat saja nanti, Cho Kyu Hyun! Aku akan pergi ke pantai dan bertemu dengan laki-laki yang jauh lebih baik darimu!” ujar Hyun Hae sambil mendudukkan dirinya di kursi di depan Park Sung Hye.
            Oniks kelam Sung Hye menoleh ke arah Hyun Hae, sedetik kemudian ia kembali menolehkan pandangannya pada obyek di luar jendela sana. Iris matanya tak menemukan siapapun selain siswa-siswi yang berlalu-lalang. Kyu Hyun sudah pergi dari tempatnya.
            “Kita akan ke pantai besok. Kau mau ikut? Tidak masalah meskipun tidak memiliki kekasih untuk diajak bersama.” Teman Sung Hye yang tadi menepuk pundaknya itu menawarkan. “Sepertinya Hyun Hae juga hanya seorang diri.” ia menambahkan.
            Sung Hye tersenyum, namun ia menggeleng. “Aku tidak ikut. Banyak hal yang harus kukerjakan selama liburan musim panas berlangsung.”
            “Sayang sekali. Tahun kemarin kau juga tidak ikut.”
            Gadis berambut hitam panjang itu mengulum senyum lagi. “Maaf. Tapi, aku sudah terbiasa menghabiskan liburan di rumah dan membantu Ibu menjajakan barang dagangannya.”
            “Tak perlu memaksa orang yang tidak mau ikut. Lagipula Sung Hye pasti sangat sibuk. Aku benar, kan?” timpal Hyun Hae seraya menolehkan wajahnya ke belakang, ke arah Sung Hye.
            “Hyun Hae benar. Aku sangat sibuk,” jawabnya.
            ***
            Park Sung Hye melangkahkan kakinya menuju ruang perpustakaan. Ia melirik arloji di pergelangan tangannya sebentar, masih lima menit menuju bel masuk.
            Dan gadis itu pun memasuki perpustakaan. Hanya ada satu orang di dalamnya.
            “Cho Kyu Hyun.”
            Laki-laki itu sedikit terlonjak. Obsidiannya menoleh ke arah sumber suara.
            “Hei, kau membuatku kaget, Sung Hye ssi,” jawab Kyu Hyun seraya membenarkan letak duduknya. Gadis itu mendekat ke arahnya sambil terus melukis senyum di bibir tipisnya.
            “Sudah kuduga, kau pasti ada di sini.” Sung Hye mengabaikan protesan Kyu Hyun. Gadis tersebut mendudukkan dirinya di samping Kyu Hyun. “Kau bertengkar lagi dengan Hyun Hae?”
            Laki-laki itu menghela napas panjang.
            “Kenapa menghela napas panjang?”
            “Lama sekali rasanya menunggu liburan musim panas datang. Kenapa juga harus menghabiskannya di tempat yang ramai seperti pantai? Aku tidak mengerti jalan pikiran perempuan. Padahal tahun lalu sudah ke sana.” Kyu Hyun mencerocos panjang. Walaupun ia terkesan santai saat bertengkar dengan Hyun Hae, sebenarnya ia juga merasa sedikit kesal.
            “Kau benar.” Sung Hye membenarkan. “Kudengar, mereka berencana akan menyewa apartemen di pinggiran pantai selama satu minggu.”
            Kyu Hyun angkat bahu. “Aku tidak tahu dan aku tidak mau tahu. Lagipula apa enaknya seminggu bersama-sama orang yang tidak dikenal? Pasti banyak sekali orang yang berdesakkan karena sama-sama ingin menikmati liburan di pantai.”
            Park Sung Hye mengangguk pelan. Gadis itu mengerti karena ia pun tidak menyukai keramaian. Baginya, keramaian membuat kepala malangnya berdenyut-denyut. Hening beberapa lama. Kyu Hyun menutup manga yang masih dibacanya, iris obsidiannya memandang Sung Hye.
            “Akan berbeda jika menghabiskan satu minggu bersama orang yang tenang sepertimu, Sung Hye ssi. Aku takkan memprotes sama sekali.”
            Sepasang oniks kelam itu membola. Penuturan Kyu Hyun sungguh tidak ia duga.
            Merasakan suasana canggung yang tiba-tiba menyusup, Kyu Hyun berdehem sejenak lalu ia menyodorkan manga miliknya pada Sung Hye.
            “Kau mau baca? Ini jilid terbaru Death Note.”
            “Eh?” gadis itu menerimanya. Sung Hye memandang sampul manga Death Note volume 12 yang robek di bagian cover-nya. “Aku tidak terlalu mengikuti manga ini, sih. Tapi, sepertinya ini sangat bagus. Kenapa bagian depannya robek?”
            “Itu … dirobek Hyun Hae. Isinya masih bagus. Untung hanya bagian cover yang rusak.” Kyu Hyun menjawab. Sebenarnya Sung Hye sudah tahu, gadis itu hanya ingin bertanya agar melunakkan suasana canggung yang dirasakannya. “Kasihan sekali dia, tidak tahu betapa menyenangkannya membaca manga.” Kyu Hyun menambahkan.
            Sung Hye tersenyum. Dan tiba-tiba sepasang telinga mereka mendengar bunyi bel masuk.
            ***
            Cho Kyu Hyun masih bergelung dengan selimutnya. Liburan musim panas sudah berlangsung dan laki-laki itu memilih untuk tetap mempertahankan keinginannya untuk tidak ikut ke pantai.
            Kamarnya begitu berantakan oleh bungkus mie cup. Begitulah kesehariannya jika ia hanya berdiam diri di rumah.
            Di saat-saat terberatnya karena tidur terlalu larut, telinganya malah mendengar bunyi bel pintu dari depan. Kyu Hyun menggerung kesal namun ia tetap bangkit untuk membuka pintu. Tak ia pedulikan keadaannya yang belum membersihkan diri dengan rambut ikal yang berantakan.
            Kyu Hyun membuka pintu. Ia terpaku.
            “Aku ingin mengembalikan ini,” ujar seorang gadis seraya mengacungkan sebuah manga di tangan kanannya. “Dan … aku lupa mengatakannya kalau aku akan meminjam jilid lama. Kau pasti punya, kan?”
            Meski sedikit bingung, laki-laki itu mengangguk. “Oh, begitu. Masuklah dulu.”
            Sung Hye masih berdiri di ambang pintu ketika Kyu Hyun sudah membalik badannya. Merasa tak ada yang mengikutinya, Kyu Hyun menoleh ke arah belakang.
            “Ada apa? Kukira kau ikut bersama yang lain pergi ke pantai. Makanya, aku sedikit heran menemukanmu di sini sekarang,” ujar Kyu Hyun. Sung Hye masih terdiam, Kyu Hyun tidak tahu apa yang terjadi dengan gadis itu.
            Dan tiba-tiba saja, Kyu Hyun merasakan sesuatu yang lembut menempel di permukaan bibirnya. Terlalu tiba-tiba. Membuat laki-laki itu terlambat menyadari kalau saat ini Sung Hye sedang menciumnya tepat di bibir.
            “Dia bilang dia akan mencari laki-laki yang lebih baik darimu di pantai. Dia memang selalu seenaknya. Dia jahat, kan?” Sung Hye berbicara dengan wajah yang masih dekat. Kyu Hyun tercekat, ia tidak tahu kenapa tiba-tiba tubuhnya tak bisa digerakan ketika Sung Hye lagi-lagi menempelkan bibirnya.
            Sebuah bunyi dering ponsel menyelamatkan Kyu Hyun dari ketidaktahuannya harus bereaksi apa. Refleks, laki-laki itu mundur selangkah.
            Mencoba untuk mengendalikan diri, susah payah ia berkata. “U-uh, Sung Hye, ponselmu berbunyi barusan.”
            Park Sung Hye membuang wajahnya ke kiri.
            “Aku … aku sepertinya harus ke toilet sebentar,” ujar Kyu Hyun lalu membalik badannya dan berlalu meninggalkan Sung Hye.
            Gadis itu masih berdiri di ambang pintu. Dia tidak tahu kenapa tubuhnya bereaksi seperti itu. Ia bukan gadis yang agresif, tapi melihat Kyu Hyun di hadapannya seperti barusan membuat perasaan asing mendorong dirinya untuk melakukan sesuatu seperti tadi. Sung Hye tak menyangka ia akan berani mencium Kyu Hyun, kekasih teman sekelasnya sendiri.
            Tersadar dari lamunannya, gadis itu pun meraih ponsel dalam saku celananya. Ia menemukan nama Kim Hyun Hae di sana. Mengiriminya MMS.
            Sebuah foto tiga orang gadis dan empat orang pria sedang berada di pantai. Salah satu di antaranya adalah Hyun Hae. Gadis cantik itu memasang senyum ke arah kamera dengan dua jari membentuk huruf V.
            Banyak sekali laki-laki yang menggodaku di sini. Lain kali kau juga harus merasakan betapa menyenangkannya berlibur di pantai, Sung Hye ya. *wink*’ begitu bunyi tulisan yang tertera di bawah foto yang dikirim Hyun Hae. Mendadak Sung Hye sulit bernapas.
            Apa yang ia lakukan? Apa yang barusan ia lakukan pada kekasih temannya?!
            Gadis berambut hitam panjang itu menggigit bibir bawahnya. Ia tidak boleh cengeng. Sung Hye lalu melangkahkan kakinya ke dalam rumah Kyu Hyun. Ia menunggu laki-laki itu di tepian ranjang kamar yang berantakan.
            Lima menit berlalu. Apa yang sedang dilakukan Kyu Hyun?
            Sung Hye tahu, laki-laki itu pasti kaget karena tiba-tiba ia menciumnya tanpa aba-aba. Wajar saja kalau Kyu Hyun mengurung lebih lama di balik toilet, laki-laki itu pasti sedang berpikir keras perihal apa yang terjadi dengan Sung Hye.
            Gadis itu gelisah.
            Akhirnya ia memutuskan untuk merapikan kamar Kyu Hyun. Diambilnya bungkus-bungkus mie cup yang berserakan, tak lupa pula ia mengambil beberapa helai kaos yang tergeletak di atas lantai dan menggantungkannya di tempat yang seharusnya. Setelah itu, Sung Hye membenarkan letak sprai yang tampak sangat berantakan.
            Lama sekali … kenapa laki-laki itu belum kembali?
            Park Sung Hye semakin gelisah. Ia memandang ke luar jendela. Hujan tiba-tiba saja turun. Cukup deras.
            Gadis itu kembali mendudukkan diri di tepi ranjang dengan oniks yang masih memandang rintik-rintik air yang berjatuhan dari langit di balik jendela.
            “Hujannya deras. Sebaiknya kau berteduh dulu,” ujar Kyu Hyun yang mendadak sudah memasuki kamar. Sung Hye menoleh dan mengangguk pelan.
            “Ya.”
            “Maaf membuatmu menunggu lama. Aku membuatkan jus jeruk untukmu, aku tidak tahu kau suka jeruk atau tidak.”
            Gadis itu tersenyum tipis. “Aku suka jeruk. Gomawo.”
            Kyu Hyun menyimpan dua gelas berisi jus jeruk di atas meja. “Baguslah kalau begitu. Seharusnya aku yang berterima kasih padamu.”
            “Eh?”
            Laki-laki itu tersenyum. “Kau sudah memperbaiki manga-ku dan …” iris obsidiannya menjelajah ke penjuru kamar, lalu ia melanjutkan. “Dan bahkan kau merapikan kamarku yang sangat berantakan.”
            Sung Hye tersenyum. Ya, ia memperbaiki manga itu dengan cara menempelkan solasi tepat di bagian cover yang robek. Gadis itu lalu memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Kyu Hyun, dimulai dari cara laki-laki itu menyimpan dua minumannya.
            “Kau ingin meminjam jilid lama, kan? Banyak orang yang bilang kalau series manga ini mengesankan, makanya aku memiliki semua jilidnya.”
            Gadis itu tak menjawab apapun. Oniksnya masih setia memandang Kyu Hyun.
            “Ah, ya ampun, hujannya deras sekali. Sebaiknya kau baca di sini sambil menunggu hujan reda,” ujar Kyu Hyun seraya menarik tirai jendela, menutupnya. Laki-laki itu berjalan ke sebelah ranjangnya dan menekan saklar lampu di sana. Meskipun waktu masih menunjukkan pukul sebelas pagi, kamarnya tampak remang-remang akibat dari ia yang menutup tirai jendela.
            “Tentu saja,” jawab Sung Hye.
            Dua anak manusia itu tenggelam dalam keheningan. Kyu Hyun tampak begitu serius membaca manga yang ada dalam genggamannya, begitupun Sung Hye. Keduanya hanya terhalangi oleh meja kecil di tengah-tengah mereka.
            Sebenarnya Sung Hye tidak begitu serius membaca. Sesekali matanya terarah pada sosok di hadapannya. Kyu Hyun begitu tenang. Laki-laki itu semakin terlihat tampan ketika sedang serius membaca.
            Sung Hye tidak tahu kenapa ia seperti ini. Ia menggeser posisi duduknya. Ia merangkak mendekati Kyu Hyun yang berada di seberangnya. Dan kini mereka duduk berdampingan. Laki-laki itu melirik sekilas, namun Kyu Hyun mencoba untuk tidak acuh.
            Tangan Sung Hye terjulur untuk menyimpan manga yang dibacanya di atas ranjang. Ia semakin merapatkan posisinya dengan Kyu Hyun.
            “Aku menyukai adegan ini. Aku ingin membaca ulang. Kita bisa membacanya bersama-sama, kan, Kyu Hyun ah?”
            Laki-laki itu terdiam beberapa detik sebelum menjawab dengan gumaman tidak jelas.
            Kyu Hyun tersentak kaget ketika Sung Hye menyandarkan kepalanya di bahunya. Terlebih lagi tangan kanan gadis itu yang merayap memegangi pahanya. Mendadak laki-laki itu lupa bernapas.
            Mencoba untuk menghalau perasaan aneh dalam dirinya, ia pun membalikkan halaman demi halaman. Membacanya dengan penuh konsentrasi meski Kyu Hyun tahu ia akan gagal melakukannya. Konsentrasinya buyar.
            “Eergh … Sung Hye ssi, hujannya sudah reda.”
            Park Sung Hye tersadar. Ia menjauh dari Kyu Hyun.
            “Ah, ya, kau benar. Hujannya sudah reda.”
            Pandangan laki-laki itu terarah pada Sung Hye. Tidak lama karena setelah itu ia mengalihkan lagi pandangannya ke arah lain. “Kau mau membeli makanan?”
            Gadis itu mengerjap-ngerjap. “Apa?”
            “Kudengar ada festival tak jauh dari sini. Kita bisa membeli makanan di sana, itu pun jika kau bersedia.”
            Sung Hye tak butuh berpikir untuk menjawabnya, bukan?
            ***
            Gadis itu tak pernah tahu kalau tak jauh dari rumah Kyu Hyun ada sebuah perayaan menyambut datangnya musim panas. Sung Hye terpukau oleh berbagai macam pernak-pernik berwarna cerah yang dijajakan oleh para pedagang.
            “Setiap musim panas di sini selalu dirayakan dengan mempromosikan barang dagangan masing-masing. Selain itu, diadakan potongan harga yang cukup menggiurkan,” ujar sesosok laki-laki di samping Sung Hye.
             Gadis itu mengangguk-ngangguk mengerti. Sepertinya setelah ini ia harus mengabarkan berita ini pada ibunya yang notabene adalah seorang pedagang.
            “Kyu Hyun ah, aku ingin membeli permen jeruk di sana,” kata Sung Hye seraya menunjukkan tempat yang banyak dikerubungi orang. “Kau tunggulah di sini sebentar.”
            Sung Hye hendak melangkah kalau saja tidak ada tangan besar yang menahannya.
            “Kenapa aku tidak boleh ikut?”
            “Eh? Di sana sangat ramai oleh pembeli. Kau sangat tidak menyukai tempat ramai, kan? Makanya, biar aku saja yang membelinya sendiri.”
            “Aku ikut bersamamu. Peganglah tanganku.”
            Gadis itu tidak menyangka Kyu Hyun akan menggenggam tangannya seperti ini. Dadanya bergemuruh keras, bahkan Sung Hye sampai bisa mendengar degup jantungnya sendiri.
            Mereka berjalan beriringan setelah mendapatkan permen jeruk yang diinginkan Sung Hye. Mereka tidak tahu harus berjalan-jalan ke mana. Kyu Hyun bahkan tidak tahu kenapa ia merasa sayang kalau harus melepas genggaman itu. Entah dorongan dari mana, laki-laki itu berani menyilangkan jari-jemarinya dengan jari-jemari Sung Hye.
            Dua anak manusia itu melangkah entah kemana. Menyusuri setiap jajakan pedagang mungkin. Namun tiba-tiba sebuah dering telepon terdengar dari arah saku Kyu Hyun.
            Lama sekali ponsel itu berdering, tapi laki-laki itu tak berinisiatif untuk mengangkat telepon yang tersambung padanya. Mendadak kegelisahan kembali menyelimuti hati Park Sung Hye, terlebih ketika ia melihat Kyu Hyun begitu tak acuh terhadap ponsel yang menjerit-jerit di balik saku celananya.
            “Kenapa?”
            Laki-laki itu menoleh. “Eh?”
            “Kenapa kau tidak mengangkat teleponnya? Itu pasti dari kekasihmu, kan?”
            Kyu Hyun tak menjawab. Tiba-tiba Sung Hye melepas genggamannya. Gadis itu meraih ponselnya dan menunjukkan foto yang beberapa saat lalu dikirimkan Kim Hyun Hae.
            “Hyun Hae mengirim fotonya bersama laki-laki yang merayunya. Dia jahat sekali, kan? Kenapa kau masih menjalin hubungan dengan perempuan seperti itu?”
            Kyu Hyun tidak tahu harus menjawab apa. Iris obsidiannya memandang Sung Hye dengan tatapan yang … dipenuhi rasa kasihan.
            “Kenapa?” gadis itu bertanya sekali lagi. Namun ia justru mendapatkan sebuah rengkuhan.
            Kyu Hyun memeluk Sung Hye.
            “Hyun Hae seperti itu … karena salahku.”
            Gadis beriris oniks kelam itu tercekat.
            “Aku selalu bersikap seolah aku tidak peduli padanya. Aku sama sekali tidak menghargai usaha Hyun Hae yang selalu berusaha untuk membuatku senang. Maafkan aku…”
            Sebuah tetesan air mata terjatuh di kedua pipi putih itu. Sung Hye merasa ia sulit bernapas. Bukan karena rengkuhan yang dilakukan Kyu Hyun, tapi karena ia tahu, perasaannya sudah dihempaskan begitu keras bahkan sebelum ia mengungkapkannya.
            Hatinya terasa sakit.
            “Seharusnya kau tidak seperti ini. Atau setidaknya, seharusnya kau menyukaiku sebelum aku bersama Hyun Hae. Seharusnya kau mengutarakan perasaanmu lebih awal,” tutur Kyu Hyun.
            Sung Hye tak mampu menghentikan air matanya. Gadis itu melepas rengkuhan Kyu Hyun. Ia menghapus air matanya dengan kasar.
            Gadis itu memandang wajah sosok tinggi di hadapannya. Lalu memasang senyuman lebar. “Apa yang sebenarnya sedang kaubicarakan?”
            Kyu Hyun menatap sosok yang lebih pendek darinya itu dengan iba. Lalu bergumam. “Park Sung Hye ssi…”
            “Kau serius meminjamkan manga-mu padaku, kan? Aku akan mengembalikannya setelah liburan musim panas selesai.”
            Laki-laki itu tahu kalau Sung Hye sedang mengalihkan pembicaraan. Detik berikutnya, ia melihat punggung Sung Hye yang menjauh. Gadis itu berlari meinggalkannya di tengah-tengah keramaian festival.
            Apa yang salah?
            ***
            “Ada apa lagi?!”
            Kim Hyun Hae tampak kesal ketika Kyu Hyun meneleponnya tiba-tiba. Padahal ia akan bersenang-senang sebentar lagi bersama teman-temannya.
            “Bukankah kemarin kau meneleponku?” tanya seseorang di seberang telepon.
            Gadis itu memajukan bibir bawahnya, memasang wajah cemberut meskipun ia tahu kekasihnya takkan mungkin bisa melihat wajahnya sekarang.
            “Ya. Dan kau malah mengabaikanku. Kau selingkuh, ya?!”
            Asal tebak sebenarnya.
            “Apa kau merasa senang di sana?” Kyu Hyun bertanya dengan mengabaikan pertanyaan terakhir Hyun Hae.
            “Tentu saja! Aku sampai merasa tidak mau pulang!”
            “Bohong. Senyummu dalam foto tidak terlihat bahagia.”
            Gadis itu mengerjap-ngerjap. “E-eh? Foto?”
            “Besok pagi aku akan menjemputmu. Setelah pulang nanti, kuajak kau ke mana saja. Tolong pikirkan baik-baik tempat mana saja yang ingin kaukunjungi bersamaku, oke?”
            Hening. Entah kenapa Hyun Hae merasa ada yang tidak beres.
            “Ada apa denganmu? Kau tampak aneh, Kyu Hyun ah. Pasti terjadi sesuatu. Jangan-jangan kau memang berselingkuh?!”
            Suara menghela napas terdengar. Hyun Hae tidak sabar mendengar jawaban dari mulut kekasihnya. Ia menunggu respon dengan cemas.
            “Tidak. Tidak bisa …”
            Gadis cantik itu mengernyit tak mengerti. “Apa?”
            “Aku tidak bisa tidak setia padamu.”
            ***
            Tiga buah manga berserakan di atas ranjang. Pemilik kamar itu sedang menyibukkan diri di balkon kamarnya di lantai atas. Gadis itu sedang memperhatikan anak-anak Akademi yang tengah berolahraga.
            “Rentangkan lengan ke depan, lalu diayun. Lima, enam, tujuh, delapan … selanjutnya arahkan ke kaki.” Intruksi dari guru pembimbing Akademi terdengar sampai ke balkon kamarnya.
            Park Sung Hye memandang dengan tatapan kosong.
            Cairan kristal itu terjatuh di kedua pipinya. Gadis itu menunduk dalam-dalam. Menyembunyikan wajah patah hatinya yang menyedihkan.
            Apa yang sudah ia lakukan?
            Bahunya bergetar. Isakan demi isakan terdengar.
            Ia lalu menghela napas panjang.
            Apa yang sebenarnya sudah ia lakukan?!
            ** END **