Kamis, 25 April 2013

FF YUNJAE : Destiny? #5 (END)


Destiny? © KENzeira
Rate : T
-:-:-:-:-
Chapter 5 (END) : Sumpah Terakhir
Happy Reading
~oOo~
Bukankah ini sangat menyakitkan?
Sekitar setengah tahun yang lalu…
“Bodoh! Kenapa kau mau mengikrarkan janji sehidup semati itu? Kenapa kau tidak menggagalkan semuanya?! Bukankah kau bisa pergi kemanapun agar menghindari pernikahan konyol ini?!” Seon Hee tak hentinya mencecar Yunho. Pria yang waktu itu masih berusia 28 tahun terdiam mematung. Ini pilihan sulit.
“Kau tidak mengerti…” akhirnya hanya itu yang keluar dari bibir hati milik Yunho.
“Tch! Kau yang tidak mengerti. Kau itu cerdas, Jung Yunho! Kau bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan perusahaan ayahmu – bukan dengan cara menyanggupi perjodohan ini!” Seon Hee makin kalap.
“Kalau begitu, bagaimana kalau aku kembalikan pertanyaanmu. Kenapa tidak kau saja yang pergi – kabur, untuk menghindari perjodohan ini? Bukankah kau bisa melakukan itu?” cetus Yunho. Ternyata pria itu mulai jengah dengan segala cercaan yang dilemparkan Seon Hee padanya. Dan tepat sasaran, wanita yang masih mengenakan gaun pengantin itu langsung terdiam.
“Jangan pernah berani menyentuhku!” kata Seon Hee ketus. Yunho mendecih.
“Jangan bermimpi, aku tidak akan pernah menyentuhmu walau seujung jari! Bahkan bila seribu tahun tinggal bersamamu, aku tidak akan menyentuhmu!” cetus Yunho yakin.
“Oh, itu bagus! Aku yakin kau seorang gay, wajahmu menunjukkan itu.” Kata Seon Hee asal. Sungguh, waktu itu wanita yang masih berusia 26 tahun itu hanya berkata asal. Benar-benar asal.
“Ya, aku memang gay.”
MWO?”
“Kau benar, aku memang seorang gay. Aku tidak bernafsu melihat perempuan.” Kalimat penutup itu meluncur dengan lancar di mulut Yunho. Setelah itu Yunho pergi meninggalkan kamar pengantin tersebut. Seon Hee hanya diam mematung.
‘Yunho seorang gay? Apakah itu benar-benar bagus?’ batin Seon Hee. Dalam hati ia masih belum mempercayai kalau Yunho adalah gay. Bagaimanapun juga, bisa saja pria itu hanya menggertak.
Dan semuanya berjalan begitu saja. Yunho yang setiap malam pulang ke apartment – yang dipersiapkan kedua orang tua Seon Hee untuk tinggal berdua dengan Yunho, pria itu selalu mabuk. Dan Yunho tak pernah pulang sendiri, ia selalu dipapah oleh laki-laki yang setiap malamnya berbeda-beda. Melihat hal itu mau tak mau membuat Seon Hee percaya kalau Yunho benar-benar gay.
~oOo~
Jung Yunho melirik jam di tangannya. Sudah pukul tiga siang tapi Jaejoong masih belum keluar juga. Yunho menggoyang-goyangkan kakinya pegal, sudah cukup lama ia menunggu di depan gerbang sekolah.
“Aish, kemana anak itu?!” Yunho menggerutu kesal. Padahal bel pulang sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu tapi kenapa Jaeoong belum keluar juga.
“Anda sedang menunggu siapa, songsaenim?” tanya satpam penjaga sekolah. Jujur saja, satpam itu bingung melihat salah satu guru di Shin Ki High School mondar-mandir di depan gerbang sekolah. Seperti sedang menunggu seseorang. Padahal biasanya Yunho selalu pulang lebih awal.
“Ah, saya sedang menunggu Kim Jaejoong, siswa kelas sebelas. Dia harus les bersama saya.” Jawab Yunho bohong. Les? Yang benar saja~!
“Sebaiknya Anda cek saja ke kelasnya. Siapa tahu dia sudah pulang sebelum Anda menunggunya di gerbang.” Usul satpam tersebut. Yunho tidak bodoh, ia sudah mengeceknya tadi, tapi tidak ada Jaejoong di sana.
“Baiklah,”
Yunho memutuskan untuk kembali mengecek kelas Jaejoong. Ia melangkahkan kaki panjangnya menuju kelas laki-laki bermata besar itu. Yunho menghela nafas panjang dan menghembuskannya perlahan saat tak menemukan Jaejoong di kelas.
“Apa dia benar-benar sudah pulang?” tanya Yunho pada dirinya sendiri. Pria bermarga Jung tersebut mengacak rambutnya frustasi. Kim Jaejoong tak lagi datang ke rumahnya sejak dua hari yang lalu. Sebenarnya ada apa?
Yunho melangkahkan kakinya dengan cepat, ia ingin pulang dan tidur. Ia lelah menunggu remaja labil itu. Ia bersumpah akan menemukan Jaejoong besok, di kelasnya saat pelajaran sedang berlangsung!
Tapi rupanya dewi keberuntungan sedang berpihak pada Yunho. Ia tak sengaja menemukan laki-laki berambut almond pirang sedang menengadahkan kepalanya dengan tubuh bersandar pada tembok. Kim Jaejoong belum pulang. Ia masih di sekolah, melamun sendirian. Ingin rasanya Yunho berlari dan memeluk laki-laki itu.
“Joongie…” sapa Yunho sambil menyentuh bahu Jaejoong. Yang disapa menoleh dengan wajah kaget.
“Bagaimana bisa kau masih di sini?” tanya Jaejoong. Yunho tersenyum kecil, kedua lengannya kini memegang kedua bahu Jaejoong, supaya Yunho bisa langsung memeluk laki-laki itu kapan saja ia mau.
“Aku menunggumu. Kenapa kau masih di sini? Kau sendirian?” kata Yunho. Kalimat itu terdengar sangat lembut di telinga Jaejoong. Dengan susah payah laki-laki bermata doe besar itu memasang senyumnya.
“Aku sedang memikirkan sesuatu.”
“Oh ya? Apa itu? Memikirkanku ya?”
Jaejoong mengagguk mantap. “Ya, aku terus memikirkanmu. Kau tahu tidak kenapa aku terus memikirkanmu?”
“Entahlah, kenapa memang?”
“Aku pikir aku mencintaimu. Tapi–”
“Tapi apa?” Yunho langsung menyela. Jaejoong menghela nafas dan membuang wajahnya ke arah lain. Ia tak ingin menatap mata Yunho, ia terlalu takut untuk mengatakan apa yang ingin dikatakannya.
“Tapi ternyata aku tidak mencintaimu. Aku… aku dekat denganmu berdasarkan sumpah konyolku. Itu saja. Kau pasti bahagia bukan, songsaenim? Aku tidak lagi mengganggu hidupmu.” Meski mengatakannya dengan lembut, tapi kalimat itu terdengar sangat menyakitkan di telinga Yunho. Apalagi saat Jaejoong memanggilnya songsaenim, jujur saja saat ini Yunho lebih senang disebut guru jelek.
“Bagaimana bisa? Ah, Joongie, kau pasti sedang berbohong padaku. Katakan kau sedang berbohong!” ujar Yunho sambil menggoyang-goyangkan bahu Jaejoong. Laki-laki berambut almond itu malah menepis lengan Yunho di bahunya. Tentu saja hal itu membuat Yunho kaget.
“Untuk apa aku berbohong? Bukankah kau juga tahu aku ingin menjadi kekasihmu karena sumpah konyolku itu?” cetus Jaejoong, kemudian ia memasang senyum getir.
“Sebenarnya apa yang ada di kepalamu? Kenapa kau berkata seperti itu disaat aku mulai mencintaimu? Di mana kau simpan hatimu?! Astaga! Ini sulit dipercaya.” Kata Yunho. Matanya mulai terasa perih, hatinya jauh lebih perih. Laki-laki bermarga Kim di hadapan Yunho itu menelan ludahnya dengan susah payah. Sekarang bagaimana?
“Aku ingin pulang, songsaenim. Bisakah kau menyingkir dari hadapanku?” kata Jaejoong ketus. Ia berusaha menyingkirkan tubuh Yunho di hadapannya, tapi pria yang lebih tinggi darinya itu seperti batu – sulit disingkirkan.
“Tidak. Tidak akan kubiarkan kau pergi begitu saja.” Ujar Yunho dingin. Kim Jaejoong mendorong dada Yunho sekuat mungkin, tapi ia gagal. Pria itu malah menahan kedua bahunya dengan kedua tangannya tersebut. Punggung Jaejoong terasa sakit ketika terbentur tembok di belakangnya. Tapi, sepertinya Yunho tak peduli.
“Kau! Kau tak pernah jujur padaku! Kenapa kau tidak bilang dari awal kalau kau adalah mantan suami kakakku?!” akhirnya amarah Jaejoong meledak juga. Laki-laki bermarga Kim itu sudah cukup sabar menahan amarahnya, ia tak sanggup menahannya lagi. Terlalu perih.
“Jae… jadi, kau…”
“Aku sudah tahu semuanya! Kenapa kau tidak mengaku saja?! Kau membuatku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.” Bentak Jaejoong. Astaga, disaat seperti ini mata doe besar itu malah terasa perih. Ia ingin menangis.
Mianhae, Boo Jae. Maafkan aku. Aku sama sekali tak bermaksud tidak memberitahumu. Tapi, aku takut kau akan seperti ini.” Lirih Yunho. Laki-laki di hadapannya tetap berusaha memberontak tapi Yunho selalu menahannya. Ia tak ingin Jaejoong meninggalkannya begitu saja.
“Aku membencimu, Jung Yunho! Lepaskan aku!” Jaejoong semakin kalap. Rasanya matanya sudah terasa basah. Walau bagaimanapun ia tak ingin menangis di hadapan Yunho. Itu memalukan.
“Tidak, jangan katakan itu. Katakan kau juga mencintaiku!” kata Yunho tak kalah kalap. Ini pertama kalinya seorang Jung Yunho seperti ini.
“Aku membencimu! Aku takkan pernah memaafkanmu atas apa yang kau lakukan pada kakakku! Aku membenci–”
Sebuah ciuman kasar mendarat di bibir semerah cherry itu. Jung Yunho tak tahu lagi harus bagaimana menghentikan cercaan yang di alamatkan Jaejoong padanya. Ia tak ingin mendengar apapun yang menyakitkan hatinya. Sudah cukup Jaejoong berkata bahwa ia membencinya, Yunho tak ingin mendengar yang lebih menyakitkan dari itu.
“Yunhh…” Jaejoong tak bisa membendung air matanya. Yunho menciumnya dengan kasar, membuat hatinya semakin terasa perih. Yunho bisa membunuhnya kalau tidak melepaskan ciumannya, Demi Tuhan Jaejoong butuh oksigen.
Akhirnya Yunho melepaskan ciumannya.
“Kau mau membunuh–”
Jung Yunho mencium Jaejoong lagi dan lagi. Ia tak tahu harus bagaimana. Ia benar-benar hilang kendali. Yunho tak ingin kehilangan Jaejoong tapi laki-laki itu begitu keras kepala. Ia tak peduli tengah berada dimana kini.
Jika sumpah Jaejoong yang mengatakan akan membuat siapa saja yang menolongnya menjadi kekasihnya sudah tidak berlaku, maka bisakah sumpah Jaejoong yang mengatakan bahwa ia tidak akan pernah memaafkan Yunho dan akan membuat Yunho menderita juga tidak berlaku?
~oOo~
“Kau tahu, Joongie? Yunho memang sejenis manusia yang menyebalkan. Kata-katanya selalu kasar dan menyakitkan. Tapi, kali ini aku mengenal sisi lain dari seorang Jung Yunho.” Kalimat itu meluncur dari bibir mungil milik Seon Hee.
Jaejoong tetap bergeming dari kasurnya. Sang noona mengusap rambut almond pirang adiknya penuh sayang. Walau bagaimanapun, Jaejoong pasti tahu kebenarannya suatu saat nanti jika waktu itu Seon Hee tak memberitahunya. Bukankah itu sama saja?
Seon Hee menyibakkan selimut yang menutupi sebagian tubuh adiknya, isyarat agar Jaejoong bangun dari posisi tidurnya. Tapi, rupanya sang adik sedang tak mau menuruti perintah kakaknya. Ia membiarkan tubuhnya tetap terbaring meski selimut itu sudah ditarik kakaknya. Sepasang mata doe besar nan indah itu terbuka, tapi pandangannya kosong ke arah objek lain. Telinganya memang mendengar penuturan sang kakak, tapi pikirannya melayang entah kemana.
Wanita bermarga Kim tersebut menghembuskan nafasnya berat. Sejujurnya ia tidak tega melihat Jaejoong terdiam memendam lukanya sendiri. Ia lebih suka jika Jaejoong mengungkapkan kesedihannya dengan berteriak bahkan menangis daripada seperti ini. Terdiam seperti ini terlihat lebih menyakitkan di mata Seon Hee.
“Dulu, aku memang membencinya. Dia pria yang angkuh dan semaunya, benar-benar menyebalkan. Dia pulang-pergi sesuka hatinya, mabuk bersama teman-temannya, dan banyak hal lain yang lebih menyebalkan.” Tutur Seon Hee, ia tahu dalam diam Jaejoong masih mendengar kalimatnya. “Aku memutuskan untuk bercerai, aku sama sekali tak peduli dengan perusahaan ayahnya itu. Dan kau tahu apa yang Yunho katakan padaku?”
Tak ada jawaban.
“Dia bilang, ‘aku sangat senang berpisah denganmu. Ini seperti mimpi. Aku bahkan tak menyangka aku bisa sesenang ini hanya karena berpisah denganmu.’ Dan aku benar-benar muak dengan kalimatnya yang seolah-olah akulah yang menginginkan pernikahan konyol itu. Itulah klimaks dari apa yang membuatku sampai membencinya.” Lanjutnya.
Tetap tak ada jawaban.
“Dia pernah bilang padaku, ‘aku tidak akan pernah menyentuhmu walau seujung jari’, dan dia melakukannya dengan baik. Dia tidak pernah menyentuhku, karena aku tahu dia seseorang yang memiliki selera menyimpang. Aku yakin, sekalipun aku bertelanjang di hadapannya, Yunho tak akan pernah mau menyentuhku, justru dia akan jijik padaku.”
Kali ini Jaejoong sedikit menggerakkan punggungnya meski masih belum bersuara.
“Dan perceraian itu berjalan sesuai dengan kemauanku. Kasar, semaunya, dan tak mengahargaiku, itulah yang menjadikanku alasan untuk menceraikannya. Umma sangat sedih waktu itu, ia berulang kali meminta maaf padaku. Dan appa, dia murka hingga menarik kembali investasi yang sudah di berikannya pada perusahaan Tuan Jung.”
Seon Hee bisa melihat tangan Jaejoong yang meremas sprei kasurnya.
“Padahal Yunho tak pernah berbuat kasar padaku, dia memang bertindak sesukanya dan mengeluarkan kalimat-kalimat kasarnya, tapi ia tak pernah kasar padaku dalam arti fisik. Setelah perceraian itu, perusahaan Tuan Jung mengalami deteriorasi – kemerosotan, sampai akhirnya gulung tikar. Dan kau tahu, Joongie? Aku tidak tahu apa yang ada dalam kepala Yunho, tapi dia mengaku pada orang tuanya bahwa dia gay.”
Remasan Jaejoong pada sprei kasurnya semakin menguat.
“Mendengar hal itu tentu saja keluarganya marah besar dan mengusir Yunho dari rumah. Aku pikir, Yunho sudah cukup menderita selama setahun terakhir ini. Dia berusaha mencari pekerjaan yang layak, sampai akhirnya dia di terima menjadi guru matematika. Aku akui, dia memang cerdas. Sampai suatu hari kau bertemu dengannya, dan hanya kau yang tahu bagaimana kelanjutannya.”
Sayang, Seon Hee tak melihat bahwa adiknya – Kim Jaejoong sedang menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.
“Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengan Yunho, dia memintaku untuk membiarkanmu tetap bersamanya. Dia bahkan memohon. Itu pertama kalinya aku melihat wajah Yunho yang seperti itu, seolah tanpa kau Joongie, dia tidak bisa hidup. Dia bahkan bilang akan memperkenalkanmu pada keluarganya sekalipun keluarganya sudah tak mau lagi berhubungan dengan dirinya. Dan yang terakhir yang dia katakan pada pertemuan waktu itu adalah, Yunho bilang dia sungguh-sungguh mencintaimu. Yunho sangat mencintaimu, Joongie.”
Noona…” akhirnya Jaejoong beringsut bangun dan memeluk kakaknya dengan erat. Seon Hee tak mampu membendung air matanya, ia senang Jaejoong bereaksi atas kalimat-kalimatnya.
“Joongie, sekalipun aku membencinya, kau tak boleh ikut membenci Yunho. Dia tak salah apapun padamu, justru dia sangat membutuhkanmu. Dia takkan melukaimu, aku percaya itu. Aku sebagai kakakmu – bukan sebagai mantan istrinya, maukah kau memaafkannya? Jangan menyiksa dirimu sendiri seperti ini.” Tutur Seon Hee direspon anggukan dari Jaejoong.
Air mata Seon Hee memang mengalir, tapi ia tersenyum bahagia. Kim Jaejoong, adik satu-satunya harus bahagia. Seon Hee semakin mempererat pelukannya.
.
.
.
‘Plukk’
Kim Jaejoong membuang bungkus es krimnya di sembarangan tempat. Lidahnya mulai menjilati es krim tersebut.
“Kenapa kau tidak membeli dua?” tanya Junsu masih tetap memfokuskan mata kecilnya pada layar televisi yang menampilkan adegan cakar-cakaran, sedangkan kedua tangannya sibuk memencet-mencet tombil stick playstations. Intinya Junsu sedang bermain playstations.
“Aku membeli dua kok.” Jawab Jaejoong sambil memamerkan es krim satunya lagi dengan tangannya yang tidak memegang stik es krim yang dijilatnya. Junsu mem-pause gamenya lalu melirik ke arah Jaejoong yang tengah duduk di kasurnya.
“Kau baik sekali~” puji Junsu lalu berjalan ke arah sepupunya dan hendak mengambil es krim di tangan Jaejoong. Tapi, es krim tersebut malah ditarik kembali dan disembunyikan di belakang punggung namja berambut almond tersebut.
“Aku memang membeli dua, tapi dua-duanya untukku!” cetus Jaejoong minta ditoyor. Junsu mendengus sebal. Dengan langkah gontai ia kembali duduk dan melanjutkan permainan cakar-cakarannya – enggak ding, permainan gulat.
“Kau ini pelit sekali! Makan es krim tanpa berbagi padaku, seperti orang yang tidak menemukan es krim selama tiga kali puasa tiga kali lebaran saja.” Gerutu Junsu asal. Jaejoong malah cuek sambil terus menjilati es krimnya.
“Minta saja pada Yoochun sana~” usulnya. Namja pemilik suara bak lumba-lumba itu – Junsu, kembali mem-pause-kan playstationsnya sehingga menampilkan karakter dengan lubang hidung besar yang tengah memukul karakter lainnya yang kurus kering kurang makan.
“Usulmu boleh juga. Ngomong-ngomong soal Yoochun, aku jadi teringat pacarmu itu.”
“Pacar? Siapa?” tanya Jaejoong lalu kembali menjilati es krimnya yang mulai meleleh.
“Guru matematika itu, Jung Yunho songsaenim. Beberapa hari yang lalu ia menanyakan keberadaanmu padaku. Ternyata dia tahu ya kalau aku dekat denganmu.”
“Dia bukan pacarku. Aku memang pernah bercerita tentangmu padanya.” Ujar Jaejoong.
“Oh, benarkah? Bukan pacar tapi ciuman? Aneh.” Celetuk Junsu.
“Posisinya saat itu hanya aku yang ingin menjadi pacarnya, lagipula itu hanya obsesiku karena sebuah sumpah konyol.”
“Aku rasa bukan sekedar sumpah konyol. Akui saja kau menyukainya. Sayang sekali dia tidak tertarik padamu, ya?”
“Dia tertarik padaku!” tukas Jaejoong yakin. “Dia mana mungkin menciumku kalau dia tidak tertarik padaku.” Lanjutnya.
Jinjja? Kalau begitu, bagaimana denganmu? Kulihat akhir-akhir ini kau sering melamun. Aku bahkan memergokimu mengigau memanggil-manggil nama Yunho.”
“Mengigau? Kapan aku mengigau?!” cetus Jaejoong tak terima. Jujur saja, ia memang pernah ketiduran di rumah Junsu tapi ia takkan pernah mau mengakui bahwa dirinya mengigaukan nama Yunho karena dia tidak mengingatnya. Tentu saja, mana ada orang mengigau tapi ingat? Jaejoong minta ditoyor beneran nih.
“Waktu kau tertidur di rumahku. Eh, kenapa wajahmu memerah, Joongie?” celetuk Junsu ketika melihat perubahan wajah sepupunya.
A-aniya! Siapa juga yang memerah!” Elak Jaejoong.
Junsu tertawa menggelegar membuat namja bermata besar itu menutup telinganya. “Akui saja kau juga menyukainya! Wajahmu sudah mengatakan itu, kau tidak pandai berbohong.”
~oOo~
..
Jung Yunho menenggelamkan wajahnya ke dalam bantal. Entah sudah berapa kali ia mengganti posisi, tapi ia tetap tak menemukan kenyamanan. Sudah beberapa hari ini ia sulit tidur, pikirannya terus saja melayang-layang pada potongan kejadian ketika masih bersama Jaejoong. Ia bahkan sering ditegur guru lainnya jika sedang melamun di ruang guru.
Sejak pertemuannya dengan Jaejoong sepulang sekolah waktu itu, Yunho tak pernah bisa tenang. Otak jeniusnya mendadak tak berfungsi apabila menyakut hubungannya dengan siswanya itu – Kim Jaejoong. Remaja itu sudah mengubah hidup Yunho sedemikian rupa. Yunho sudah meninggalkan kebiasaannya minum-minum, kebiasaannya membeli makanan instan, kebiasaannya tidak merapikan lemari pakaian, dan yang paling mengagetkan adalah Yunho baru sadar kalau ia sedang belajar berkata lembut.
Tapi, semua perubahan itu sia-sia kalau tak ada Jaejoongie di sisinya. Memangnya untuk siapa Yunho berubah? Tentu saja untuk Jaejoong. Lalu untuk apa ia berubah kalau Jaejoong kini tak lagi di sampingnya? Semuanya terasa sia-sia.
Meski pikirannya sedang kacau, Yunho tak lagi minum-minum seperti biasanya. Ia lebih senang berdiam diri di rumah dan melamun seharian. Ia sendiri bahkan merasa sudah kehilangan kewarasannya. Jaejoong sangat berpengaruh dalam hidupnya.
Di satu waktu Yunho bisa tersenyum, tapi ia juga bisa bersedih apabila mengingat namja itu. Dan Yunho semakin meyakini kalau dirinya sudah gila karena sudah sengaja membiarkan rumahnya berantakan, dengan harapan Jaejoong akan datang dengan keceriaannya dan membereskan rumahnya.
Kami-sama (Tuhan), bagaimana ini? Apa aku terjun bebas saja dari atas gedung?” Yunho bermonolog sendiri. Pria itu mengangkat wajahnya dari bantal, dengan gerakan cepat ia melempar bantal malang tersebut ke sembarang arah.
“Aww! Appo…”
Yunho tertawa sendiri mendengar suara itu. Mirip dengan suara Joongie-nya. Mungkin karena terlalu rindu, ia sampai-sampai dikelabui sendiri oleh pendengarannya.
‘BUAK!’
Pria bermarga Jung terebut terkesiap kaget ketika bantal itu terlemar kembali ke arahnya, tepat ke wajah tampannya. Ia jadi takut sendiri, bagaimana bisa bantal bak boomerang?
“B-bagaimana bisa kau…” Yunho tercekat ketika melihat cengiran jahil terpampang dengan jelas di wajah itu. Wajah yang dirindukan Yunho.
“Kau merindukanku, eoh?” tanya suara yang amat dikenalnya itu. Yunho menabok pipinya sendiri takut kalau ia sedang berkhayal, tapi orang itu masih di sana, di ambang pintu kamar, sangat nyata. Kim Jaejoong…
“Joongie…”
“Kenapa kau memandangiku seperti itu, guru jelek?”
Tanpa aba-aba Yunho melangkah mendekati Jaejoong dan memeluknya dengan erat. Takut kalau-kalau ini hanya khayalan semata. Tapi, tubuh itu benar-benar nyata, benar-benar hangat.
“K-k-kau membuatku sesaakh!!!” pekik Jaejoong.
.
.
.
“Kenapa kau tidak mau menyingkir dari tubuhku, baka?!” kata Jaejoong ketus. Saat ini Yunho dan Jaejoong tengah duduk di sofa dengan televisi. Posisinya itu yang membuat Jaejoong protes, Yunho duduk di belakang Jaejoong, kaki pria itu melebar karena Jaejoong duduk tepat di antara kedua kaki panjang itu – dan oh, jangan lupakan kedua tangannya yang melingkar di perut namja cantik tersebut. *ngerti kan posisi yang dimaksud Author?*
“Aku tidak mau~” kalimat itu terdengar sangat manja di telinga Jaejoong. Namja pemilik mata doe besar yang indah itu tak berhenti berusaha melepaskan tangan Yunho yang melingkar di antara perutnya.
“Ya! Kau ini kenapa?!” cetus Jaejoong kesal. Kepala Yunho kini bersandar di bahunya membuat ia merasa geli sekaligus merinding.
Non posso vivere ti senza…” gumam Yunho.
“Apa yang kau katakan?!” tanya Jaejoong, ia sedikit penasaran juga maksud perkataan Yunho barusan. Entah bahasa apa itu.
“Aku tak bisa hidup tanpamu, Boo Jae. Itu bahasa Italia, kenapa kau bodoh sekali?” celetuk Yunho, lalu ia semakin mengeratkan tangannya di perut Jaejoong. Bibir semerah cherry itu mengkerut lucu.
“Lucu sekali,” katanya.
Sepasang mata musang itu melirik ke arah wajah Joongie-nya yang ternyata sudah memerah. “Aku sedang tidak melucu.” Ujar Yunho. “Aku serius mengatakannya. Aku membutuhkanmu untuk melanjutkan hidupku. Tidakkah kau tahu kalau aku sedang bersungguh-sungguh?” lanjutnya.
Jaejoong tak menyahut. Ia terlalu sibuk mengatur detak jantungnya. Yunho menempelkan bibirnya di leher seputih susu itu, hanya menempel. Tapi tetap saja membuat pemiliknya geli.
“Kenapa kau baru datang sekarang? Kau nyaris membuatku gila. Tapi dipikir-pikir, aku memang sudah gila sih.” Celetuk Yunho ngelantur. “Aku sudah gila, ya aku sudah gila sejak bertemu denganmu. Kau yang membuatku tergila-gila padamu.” Makin ngelantur.
“Bisakah kau singkirkan kepalamu di bahuku? Dan lagi, jangan menempel-nempel seperti cicak pada dinding. Aku geli!” ujar Jaejoong sambil menyingkirkan kepala Yunho di bahunya. Yunho manyun seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Tapi kemudian ia tersenyum lagi dan kembali menyandarkan kepalanya di bahu Jaejoongie-nya.
“Jangan tinggalkan aku lagi, ne? Kalau seperti itu lagi, aku akan menyeretmu secara paksa untuk datang ke rumah ini.” Kata Yunho posesif.
“Ternyata kau sungguh-sungguh menyukaiku, eoh?” tanya Jaejoong, nadanya sedikit mengejek.
“Tidak, tapi aku mencintaimu~”
Bulu kuduk Jaejoong seolah berdiri mendengar suara Yunho yang terdengar manja dan dibuat-buat itu. Sejujurnya akan lebih baik kalau Yunho berkata ketus, kalau seperti ini justru terdengar sangat mengerikan. Ckckck
“Kenapa kau tidak bertanya padaku?”
“Tanya apa?” Yunho balik bertanya.
“Kenapa aku datang kemari? Begitu.”
Yunho mengangguk-nganggukkan kepalanya. “Baiklah, kenapa kau datang kemari?”
Jaejoong malah tertawa kecil. Kenapa Yunho menjadi seperti bocah? Yunho diam saja mendengar namja yang tengah dalam pangkuannya tertawa. Ia tak ingin kehilangan momment indah ini.
“Aku ingin bersumpah lagi. Ini yang terakhir.” Kata Jaejoong mantap. Sepasang mata musang itu menatap wajah ‘kekasih’nya bingung. Ia belum mengerti maksud namja cantik ini.
“Sumpah? Apa itu?” tanya pria bermarga Jung tersebut.
“Aku bersumpah akan membuatmu jatuh cinta padaku dan menjadi takdirku selamanya. Satu lagi, aku akan menghapuskan sumpah-sumpah konyolku yang dulu. Aku akan menganggap sumpah-sumpah itu angin lalu.” Tutur Jaejoong, mata beningnya menatap mata musang Yunho yang berada di bahunya.
“Takdir?”
Jaejoong mengangguk mantap sambil tersenyum.
“Kau tahu, Boo? Tanpa bersumpah pun, kau tetap takdirku.” Ujar Yunho yakin. Ia mengeratkan pelukannya pada perut Jaejoong. “Mianhae, aku tidak berkata jujur waktu itu. Aku pikir jika kau tidak tahu, itu akan lebih baik. aku tak bermaksud membuatmu seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.” Lanjutnya. Namja dalam pangkuan Yunho tersenyum kecil.
“Sudahlah, bukankah itu sudah berlalu? Lebih baik sekarang kita jalani saja. Kau dan aku, kita ditakdirkan bersama. Aku yakin itu.”
“Eh? Sejak kapan kau jadi sok dewasa, Boo?”
“Sejak orok! Kau ini, kenapa memanggilku Boo terus, guru jelek?!” cetus Jaejoong. Ia memanyunkan bibirnya, pura-pura ngambek.
“Kau juga, kenapa memanggilku guru jelek terus, Boo?” Yunho membalikkan pertanyaan Jaejoong membuat namja itu tak bisa menjawab.
“Itu…”
“Mulai sekarang panggil aku chagiya, oke?” pinta Yunho.
Aniya, kenapa aku harus memanggilmu seperti itu? Kau bukan kekasihku.”
Kalimat itu sukses membuat Yunho manyun. “Aku tidak mau tahu, kau harus menjadi kekasihku dan memanggilku chagiya.”
Jaejoong tertawa kecil. “Arraseo, arraseo, chagiyaaa~”
Yunho tersenyum mesum, tangannya ia pindahkan ke wajah Jaejoong agar namja itu menoleh ke kiri – ke arahnya. Dan ciuman hangat itu berlangsung dengan lembut.
~oOo~
Semuanya berjalan dengan mulus. Yunho benar-benar memperkenalkan Jaejoong pada orang tuanya. Meski awalnya mereka menolak mentah-mentah, tapi hati kedua orang tua Yunho luluh ketika melihat Jaejoong yang sangat baik pada mereka. Jaejoong bahkan selalu menyempatkan waktunya untuk menengok sang ‘mertua’ yang kini sibuk membangun kembali perusahaannya dari nol.
Dan yang paling membahagiakan adalah, hubungan Yunho dengan kedua orang tuanya membaik. Tak ada yang meminta Yunho menjadi seorang gay, karena memang seperti itulah seharusnya hidupnya. Menjadi gay adalah garis hidupnya, dengan begitu ia bisa bertemu dan bersama dengan Jaejoong. Kini Yunho sudah dipercayai untuk bekerja sebagai pemimpin baru oleh ayahnya. Tapi, Yunho malah menolak dengan alasan ia masih ingin menjadi guru untuk memata-matai aktivitas ‘kekasih’nya di sekolah. Benar-benar kekanakkan.
Bagaimana dengan keluarga Jaejoong? Seon Hee berhasil membujuk orang tuanya untuk menuruti apa yang Jaejoong mau. Entah tak-tik apa yang dipakai kakaknya untuk membuat sang umma dan appa memberi izin pada Jaejoong berpacaran dengan Yunho.
Yang lebih mengejutkan, Tuan Kim – ayah Jaejoong, bersikeras ingin kembali menanamkan investasinya di perusahaan yang baru di bangun orang tua Yunho. Entah kenapa Jaejoong merasa kalau ayahnya terlihat lebih labil darinya. Tapi, apapun itu, Jaejoong bahagia kini.
Takdir?
Ya, semuanya memang berjalan sesuai dengan rencana-Nya. Sesuai takdirnya.
.
.
.
Dan ‘Destiny?’ Pun akhirnya
~END~
~oOo~
..
Author Note
Arigatou, gomawo, thank you, molto grazie, matur nuwun, tak terkira yang sebesar-besarnya untuk:
Piko Pikoh (I Love You, umma!), Sholania Dinara, YunHolic, arriedonghae, nataliakim8624, Himawari Ezuki, NaraYuuki, BlaueFEE, Ichigo Song, BooFishy, I0, J-Twice, SimviR, Jae milk, RulesBreaker13, Shikawa, BooMilikBear, Sora-Aikawa, Akasia Cheonsa, JungJaeMa, Lee Kibum, Eun Blingbling, jennychan, Jung YunJae, Shimmax, Ryukey, Js-ie, Anjani, Shim Shia, dew’yellow, Elen Lee, Cho Min Gi, Asha lightyagamikun, diitactorlove, ahh pokoknya semuanya deh xD HAHAHA~
Tanpa reviews kalian semua, fict ini bukanlah apa-apa *membungkuk*
Mianhae, hanya ending seperti ini yang terjangkau oleh imajinasiku, alurnya juga cepet pake banget wkwkwk Sorry juga, tak ada YooSu momment apalagi Changmin XD dia nggak memiliki andil dalam cerita ini, mianhaeee Changminnie~!!! Jangan manyun, okay? *ditendang*
And last but not least, terima kasih sebesar-besarnya untuk kalian yang mantengin cerita ini dari awal sampe akhir *terharu* Fict ini aku persembahkan untuk kalian semua, YunJae Shipper dimanapun kalian berada…
Jangan lupa reviews terakhir untuk chapter ini, ne? :3
Cheers,
KENzeira a.k.a SanSan
..24 Maret 2013..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar