Senin, 22 April 2013

FF YUNJAE : Destiny? #4



Destiny? © KENzeira
Rate : T
-:-:-:-:-
Chapter 4 : Maybe…?
Happy Reading
~oOo~
Jung Yunho melangkahkan kakinya dengan gontai. Ia tak mengerti bagaimana bisa mulutnya berkata seperti itu. Mungkin memang benar apa yang Jaejoong katakan, kalau ia terlalu sadis dalam berkata.
“Aku baik padanya karena dia adalah adikmu. Aku menghargainya. Kalau aku tidak menghargainya, bukankah itu sama dengan aku tidak menghargaimu… lagi?”
“Aku tidak akan melakukan itu. Bawa kembali adikmu, aku tidak tahan dengan sifatnya yang kekanakan.”
Yunho akui, Kim Jaejoong memang remaja yang kekanakan, tapi bukankah ia lebih kekanakan kalau ia bersifat seolah ia paling benar? Bahkan dari caranya menjaga kerapihan rumahpun tidak lebih baik dari Jaejoong. Laki-laki bermarga Kim itu sangat tahu bagaimana cara memasak yang enak, bagaimana cara cepat membersihkan rumah, dan cara untuk membuat Yunho kembali memunculkan senyumnya.
Tak ada yang bisa membuat Yunho memikirkan itu berkali-kali. Mungkin inilah awal baru baginya untuk memperbaiki diri – menjadi lebih baik, dan tidak berkata ketus apalagi kasar. Apakah belum terlambat? Kalaupun sudah terlambat, ia tetap akan melakukan segala cara agar mengubah dirinya secara total. Dengan begitu, Jaejoong akan tetap datang ke rumahnya, kan? Remaja itu pasti akan senang melihat perubahan Yunho, ‘kan?
Tak terasa ia sudah berada di depan pintu rumahnya. Pria bermanik musang itu mengeluarkan kunci dari saku celananya.
‘Cklek’
Rumahnya gelap. Hari ini ia pulang lebih sore dari biasanya, karena ia harus memenuhi janjinya untuk menemui Seon Hee. Seharusnya ia langsung pulang, tapi Yunho memutuskan untuk minum beberapa soju. Ia butuh pelampiasan untuk segala kebodohan yang ia lakukan hari ini. Meskipun Yunho tahu, kalau hanya minum-minum saja tak ada penyelesaian.
Tangan Yunho menekan stop contac untuk menghidupkan lampu. Pria akhir 20-an itu memandangi sekeliling rumahnya yang entah kenapa bisa rapi. Padahal ia ingat, pagi hari sebelum berangkat mengajar ia menyimpan baju-baju kotornya secara sembarangan. Kemana baju kotor itu? Jaejoong tak mungkin datang kemari karena rumahnya sudah Yunho kunci.
Jung Yunho melangkah menuju living room. Dan ia mendapatkan pemandangan yang sangat manis. Bagaimana tidak? Ternyata ada remaja yang akhir-akhir ini dipikirkannya, namja berwajah cantik itu tengah terlelap di sofa dengan televisi yang masih menyala. Yunho tidak tahu bagaimana cara Jaejoong masuk ke rumahnya tanpa lewat pintu depan.
Pria berparas tampan itu melangkah dan mengambil remote kemudian mematikan televisi. Mata musang itu memandang Jaejoong yang tertidur sangat lelap. Dilihat dari posisi tidurnya, Yunho yakin jika laki-laki bermata besar itu akan merasa lehernya sakit jika ia bangun nanti. Bagaimana tidak? Kepalanya bersandar pada pegangan sofa yang sama sekali tidak empuk.
Akhirnya Yunho memutuskan untuk mengambil bantal dan membetulkan letak kepala Jaejoong. Dengan begitu, kepala namja cantik itu tidak akan sakit jika sudah bangun nanti. Dan tidak lupa, guru matematika itu juga menyelimuti sebagian tubuh laki-laki yang kerap kali dipanggil ‘bocah labil’ olehnya itu. Tanpa Yunho sadari, ia tersenyum sendiri sambil memandangi Jaejoong.
Biarlah hari ini namja cantik itu menginap di rumahnya. Demi Tuhan, Yunho tak ingin mengganggu tidur seorang Kim Jaejoong.
.
.
.
“Kenapa kau tidak membangunkanku, guru jelek?”
Yunho menoleh ka arah sumber suara. Ada Kim Jaejoong dengan wajah sehabis bangun tidurnya.
“Aku tidak ingin mengganggu tidurmu. Kau tidur sangat nyenyak.” Jawab Yunho lalu kembali melanjutkan acara masaknya. Yunho merasakan kaki Jaejoong yang mendekat ke arahnya.
“Kau membuat kimchi?”
“Ya, kalau kau mau aku akan membuat porsi lebih banyak.”
“Kau yakin buatanmu enak? Tak biasanya kau membuat kimchi.” Celetuk Jaejoong. Yunho tersenyum kecil mendengarnya.
“Aku tidak bisa memasak makanan yang enak. Mungkin kimchi buatanku itu ala kadarnya. Kau kan tahu kalau aku selalu membuat makanan instan.” Tutur Yunho lalu menyalakan kompor.
“Kalau begitu, biar aku saja yang masak.”
.
.
.
10 menit kemudian…
“Sepertinya kau cocok jadi pembantu rumah tangga. Kau pintar membersihkan rumah dan pintar memasak.” Ujar Yunho sambil menyuapkan kimchi ke mulutnya.
Mwo? Jahat sekali. Aku lebih cocok jadi chef.” Kata Jaejoong percaya diri. Tangannya mengaduk-ngaduk kimchi dalam mangkuknya lalu melahapnya.
“Orang akan berpikir seribu kali untuk mencoba masakanmu. Mereka pasti mengira kau memasukan berbagai racun dalam adonan. Wajahmu tidak meyakinkan untuk bisa menarik pelanggan.” Kata Yunho sadis. Jaejoong tetap melanjutkan makan.
“Wajahmu lebih tidak meyakinkan lagi, guru jelek.” Rasanya perkataan Jaejoong dua kali lipat lebih sadis daripada ucapan Yunho. Pria bermarga Jung itu hanya bisa mendengus.
“Oh? Aku baru sadar kalau kita adalah duo sadistik.” Celetuk Yunho lalu tertawa. “Cocok sekali.” Lanjutnya. Jaejoong ikut tertawa.
“Ya, akan lebih cocok kalau kita menikah.” Ujar Jaejoong polos. Di telinga Yunho perkataan itu adalah sebuah candaan – tapi, tidak bagi Jaejoong. Ia serius mengatakannya.
“Hahaha, ya, setelah itu kita akan mempunyai anak!” lanjut Yunho asal. Ia tidak tahu kalau perkataannya dianggap serius oleh Jaejoong, terbukti setelah mengatakan itu wajah namja cantik itu berubah. Menjadi lebih serius dan sedikit menegang.
“A-anak?” mendadak Jaejoong gugup layaknya Hinata. Eh – tunggu, siapa itu Hinata?
“Dasar, pabbo! Meski melakukan hubungan intim berkali-kali denganku, kau tidak akan mengandung, kau itu seorang namja.” Cerocos Yunho. Dan tebak, apa yang ada dipikiran Jaejoong? Komidi putar! Ya, sangat memusingkan!
“Hubungan intim? Jadi, benar ya kalau pasangan sesama jenis itu melakukan hubungan intim dengan menyodo –” belum selesai Jaejoong bicara, sendok berhasil melayang tepat mengenai kepalanya. Siapa lagi yang melayangkan sendok tersebut kalau bukan Yunho?
“Jaga bicaramu, Kim Jaejoong!” kata Yunho dengan penuh penekanan dalam tiap katanya. Yang menjadi korban sendok melayang itu hanya meringis kesakitan sambil memegangi bekas pendaratan sendok tersebut.
“Ya! Sakit sekali!” ringis Jaejoong lalu memayunkan bibir kissable-nya. “Aku kan hanya ingin memastikan benar atau tidaknya. Siapa tahu komik yang dibaca Junsu itu hanya bohong.” Lanjutnya.
“Komik?”
“Ya, komik. Cerita bergambar berjudul ‘Junk!Boys’ yang ada adegan laki-laki dengan laki-laki yang menyodo –”
‘Bletak!’
Kali ini jauh lebih sakit. Tangan Yunho langsung yang mendaratkan jitakannya di kepala Jaejoong yang polos nan innocent itu. Cukup sudah membicarakan hal-hal yang vulgar seperti ini. Ingat, hey! FF ini rating-nya T bukan M! – eh?
Yunho menyudahi acara makannya. Mendadak nafsunya hilang seiring dengan datangnya pikiran mesum yang berkemelut di otak cerdasnya. Yunho bersusah payah untuk membunuh pikiran nan seronok dan jorok itu.
.
.
.
Kaki panjang itu tersimpan dengan amat tidak sopan di atas meja. Punggungnya bersandar pada sandaran sofa, tak lupa lengannya yang menekan-nekan tombol remote televisi. Kim Jaejoong mengerutkan bibirnya lucu ketika memandang layar televisi yang menampilkan acara membosankan.
“Kenapa tidak ada acara yang bermutu?! Menyebalkan.” Jaejoong bermonolog sendiri. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, tapi laki-laki bermata doe itu tidak mengantuk sama sekali. Mungkin karena seharian setelah membereskan rumah Yunho ia tertidur di sofa, jadilah ia tidak mengantuk sekarang.
“Hey, tidurlah sana. Bukankah besok kau sekolah pagi?” Yunho datang dengan membawa kopi. Pria bermanik musang itu duduk di samping Jaejoong lalu mengaduk-ngaduk kopinya.
“Aku tidak mengantuk, guru jelek.” Celetuk Jaejoong lalu mencuri kopi dari lengan Yunho. Guru matematika itu mencibir ketika kopinya direbut Jaejoong. “Aww… panas!”
“Rasakan!” cetus Yunho galak. Pasalnya Jaejoong langsung menyeruput kopinya tanpa tahu kalau kopi tersebut masih panas. Mungkin, bisa dibilang ganjaran karena seenaknya mengambil kopi orang. Kim Jaejoong mengipas-ngipasi bibirnya dengan tangan, rasanya panas sekali.
Omooo! Jahat sekali kau!”
Yunho terkekeh pelan, mendadak ia teringat sesuatu. “Jae, kau sudah bilang pada ibumu kalau kau menginap di rumahku lagi?”
Jaejoong mengangguk polos. “Sudah, bahkan ketika aku berpamitan mau berangkat sekolah. Aku sudah berencana akan menginap di sini.”
“Ahh… jadi, kau benar-benar menganggap rumaku adalah rumahmu?”
Kali ini Jaejoong mengangguk dengan mata besarnya yang bersinar-sinar. Melihat Jaejoong yang seperti itu membuat siapa saja betah memandangnya. Apalagi kalau orang yang melihatnya tersebut menyukai kucing – eh, intinya saat ini Kim Jaejoong lebih lucu dari anak kucing. Bukan berarti Jaejoong itu kucing. Tapi, yang alergi kucing mungkin pengecualian. Lho?
“Tch! Dosa apa aku sampai bisa menemukan manusia sepertimu.” Keluh Yunho.
“Memangnya kenapa? Aku terlalu imut ya?”
“Percaya diri sekali. Kau bahkan tidak lebih imut dari anjing tetanggaku.”                         
“Tch, kau sama sekali tidak bosan ya berkata ketus.” Celetuk Jaejoong lalu menekan tombol pada remote – mencoba mengubah kembali saluran televisi.
Kini keduanya tak mengeluarkan satu katapun. Mata besar Jaejoong sibuk menonton acara televisi yang sebenarnya tidak menarik, sedangkan Yunho, meski matanya memandang ke arah televisi tapi ia sibuk dengan pikirannya sendiri.
‘Kau tahu? Jaejoong adalah adik yang paling aku sayang di dunia ini. Aku tidak akan membiarkan ia kecewa apalagi terluka hanya karena orang egois sepertimu. Aku akan melakukan apapun untuk merebut Jaejoong darimu sebelum kau benar-benar membuatnya menangis.’
Entah sudah berapa kali kalimat Seon Hee terngiang-ngiang di telinga Yunho. Pria bermarga Jung tersebut mulai gelisah. Demi Tuhan, ia tak pernah seperti ini, tak pernah semenyesal ini. Kalau ia memiliki mesin waktu, ia akan melakukan apapun untuk memperbaiki kalimatnya. Jung Yunho sadar sekarang, ia bukan hanya tidak siap menghadapi rumahnya yang akan kembali sepi kalau Jaejoong pergi, tapi ia juga tidak siap tidak melihat keceriaan Jaejoong lagi.
“Jaejoong, kenapa kau – ”
“Joongie,” sela Jaejoong.
“Ya, terserah apapun itu. Kenapa kau begitu terobsesi ingin menjadi kekasihku?” tanya Yunho. Entah apa yang membuat Kim Jaejoong terdiam, Yunho tidak tahu itu.
“Aku…” sial! Umpat Jaejoong dalam hati. Bahkan ia tidak tahu kenapa ia begitu terobsesi ingin menjadi kekasih Yunho. Yang ia tahu ia hanya mencoba memenuhi sumpah yang pernah dibuatnya waktu itu.
Waeyo, Joongie?”
“Uh… aku… aku hanya ingin memenuhi sumpahku.” Jawab Jaejoong. Kedua alis Yunho mengernyit. Tidak mengerti.
“Sumpah?”
“Ya, sumpah. Aku pernah bersumpah, siapapun yang menolongku ketika aku dikeroyok senior waktu itu, ia akan kujadikan kekasihku selamanya. Dan kau datang menolongku.” Jelas Jaejoong. Yunho cengok. Yang ada dalam pikirannya saat itu adalah… konyol!
Mwo? Jadi, hanya itu? Jadi, kau tidak menyukaiku?” tanya Yunho tidak percaya.
“Aku juga tidak tahu sih. Tapi, mungkin aku juga menyukaimu.”
“Mungkin?!” rasanya Yunho mau menggelindingkan tubuhnya sendiri di aspal. Apa-apaan remaja ini? Seenaknya saja berkata demikian hanya karena sumpah?!
“Iya, mungkin.” Jawab Jaejoong mantap. Kedua bola mata doe itu berkedip-kedip lucu. Jung Yunho menepak jidatnya sendiri.
“Astagaaa!”
Waeyo? Kenapa kau bertanya seperti itu, guru jelek? Kau menyukaiku ya?”
“Tidak!”
“Kau menjawab terlalu cepat. Ayo, akui saja kalau kau menyukaiku! Aku akan sangat senang mendengarnya.” tutur Jaejoong. Yunho mendesah pelan.
“Tch! Aku sendiri tidak tahu!” jawab Yunho ketus.
“Tidak tahu atau tidak mau mengaku?” goda laki-laki berambut almond tersebut.
“Aku tidak tahu!”
“Kalau begitu, aku ingin kau menjadi tahu. Oh, ayolah…”
Jung Yunho memejamkan mata musangnya rapat-rapat. Semakin ia memejamkannya, semakin ia berdebar-debar. Sebegitu dahsyat kah pengaruh Jaejoong untuknya? Benarkah Yunho menyukai remaja itu? Tapi, kenapa? Bukankah Kim Jaejoong adalah seorang laki-laki?
Yunho kembali membuka matanya. Kini mata musang itu menatap intens ke arah bola mata doe di sampingnya. Ditatap seperti itu membuat bulu kuduk Jaejoong berdiri, ia merasa seluruh tubuhnya mendingin. Entah apa yang membuat Jaejoong tak bisa menggerakkan satu jarinya pun, yang jelas saat in ia merasa seluruh tubuhnya membeku ketika Yunho mendekatkan wajahnya ke wajah Jaejoong.
Doki-doki!
Dan terpejamlah kedua mata besar milik Jaejoong. Remaja itu seolah sudah siap dengan apa yang akan dilakukan Yunho padanya. Jung Yunho sendiri tidak menyangka ia akan berdebar-debar seperti ini. Selama beberapa detik lamanya kedua bibir itu saling berhadapan nyaris menempel, mungkin hanya terhalang satu senti saja. Yunho ragu, apakah ia harus mencium Jaejoong untuk mengetahui apakah ia menyukai laki-laki itu?
Merasa tak ada yang terjadi, Jaejoong kembali membuka matanya. Dan ia mendapati wajah Yunho tepat di depan wajahnya. Mata musang itu tak berkedip memandang mata Jaejoong. Sampai akhirnya kedua bibir itu menempel. Benar-benar menempel.
Yunho merasakan dadanya semakin berdesir hebat ketika bibirnya berhasil mendarat. Ada sesuatu yang menggelitik hatinya ketika ia merasakan bibir yang hangat itu. Tak berbeda jauh dengan Jaejoong. Ia pun merasakan hal serupa. Dadanya bergemuruh hebat ketika ia merasakan bibir Yunho menempel di bibirnya.
“Engghh…”
Yunho segera menjauhkan wajahnya yang sudah berubah menjadi merah. Kini otaknya kembali berfungsi. Tangannya mengelap sendiri bibir berbentuk hati miliknya. Ia tak menyangka akan benar-benar mencium Jaejoong.
W-waeyo? Kenapa kau menciumku?”
“Aku… mungkin… mungkin aku memang menyukaimu.”
.
.
.
‘Ada apa denganmu, Yunho?’
Yunho tak hentinya bertanya pada dirinya sendiri. Sebenarnya ada apa dengan dirinya? Ini pertama kali dalam hidupnya ia merasa sangat berdebar ketika berada dekat dengan laki-laki. Ia memang menyadari kalau dirinya tidak pernah menyukai perempuan. Tapi, sebegitu dahsyatkah pengaruh Jaejoong untuknya?
Mata musang itu memandang ke arah Jaejoong yang tertidur dengan damai di ranjangnya. Bahkan disaat tertidur pun Jaejoong mampu membuat Yunho berdebar. Ia memandang ke arah bibir kissable itu, mendadak tubuhnya terasa dingin ketika mengingat barusan ia telah mencium bibir itu.
‘Apa yang kau lakukan padaku, Jaejoong? Kenapa kau bisa membuatku seperti ini? Apa hebatnya dirimu sampai bisa membuatku nyaris gila?’
Yunho merebahkan tubuhnya di samping Jaejoong. Ingin sekali ia memeluk laki-laki di sampingnya itu. Tapi, mungkin ketika ia memeluknya ia tidak akan mau melepaskannya lagi. Yunho memilih untuk diam sampai matanya benar-benar terpejam.
~oOo~
“Joongie, aku ingin membicarakan sesuatu padamu.” Kata Seon Hee. Jaejoong yang baru pulang sekolah langsung menghampiri sang noona.
“Bicara apa, noona?” tanya Jaejoong. Mata besarnya berkedip-kedip.
Melihat adiknya yang seperti itu membuat Seon Hee ragu, apakah ia harus mengatakan kebenarannya mengenai hubungannya dengan Yunho di masalalu? Tapi, kenapa ia harus melakukannya? Supaya Yunho tidak menyakiti adiknya? Bukankah kalau Seon Hee mengatakan kebenarannya justru dirinyalah yang menyakiti Jaejoong?
Entahlah. Seon Hee tak tahu harus bagaimana. Tapi, lambat laun Jaejoong pasti akan mengetahui kebenarannya. Dan Seon Hee yakin, adik bungsunya itu pasti akan lebih terluka kalau ia mengetahuinya sendiri. Bukankah lebih baik kalau ia memberitahu Jaejoong?
“Jae, sebenarnya aku dan Yunho…”
-:-:-:-:-
“Yaak! Mati kau!”
Pip pip pip~!
‘YOU WIN’
“Aishh… bagaimana bisa aku kalah telak darimu, Joongie?” tanya Junsu seolah tak percaya dengan apa yang terjadi. Hey, seorang Junsu dikalahkan Jaejoong bermain playstations? Yang benar saja!
“Hahahaha~! Hari ini aku sedang bahagia, pastikan kau tidak menangis, Su-ie. Mungkin kau akan kalah terus dariku.” Kata Jaejoong percaya diri. Junsu mendengus sebal.
“Wajahmu tak menunjukkan kau sedang bahagia.” Celetuk Junsu asal. Tapi, entah kenapa perkataan itu sukses membuat Jaejoong bungkam. “Ya! Kenapa kau malah melamun?!”
“Ah, mianhae, Su. Kajja, kita bertarung lagi~!”
Mendadak layar televisi yang tengah menayangkan gambar dua karakter sedang bergulat itu berubah menjadi hitam. Junsu sengaja mematikan playstations-nya.
Waeyo? Kenapa kau mematikannya, Su-ie? Kau kalah sebelum bertarung, eoh?” tanya Jaejoong ketus. Mata kecil Junsu memandang ke arah mata besar Jaejoong lekat-lekat.
“Apa yang sedang kau sembunyikan dariku, Joongie? Tak biasanya kau mengajakku main playstations.” Tanya Junsu.
Aniya, aku tidak menyembunyikan apapun.” Jawab Jaejoong bohong. Junsu semakin menatap lekat-lekat sepupunya dan membuat Jaejoong memejamkan matanya kuat-kuat. Ia tidak mau Junsu mengetahui kalau dirinya sedang berbohong.
“Oh, ayolah~!”
Jaejoong bungkam lagi. Ia bingung harus bagaimana,
“Su?”
“Ya?”
“Kau pernah berciuman dengan Yoochun?” tanya Jaejoong. Wajah Junsu merah padam. Bagaimana bisa disaat seperti ini Jaejoong malah bertanya soal itu?
“Kenapa tiba-tiba kau menanyakan hal seperti itu?”
“Kenapa tidak jawab saja?”
“Aishh… ya, aku pernah berciuman dengan Yoochunnie-ku. Memangnya kenapa?” akhirnya mau tak mau Junsu jujur juga.
“Berapa kali?”
“Ah, sebentar…” Junsu menghitung dengan jari-jarinya. Kemudian ia mengacak-ngacak rambutnya dan menggeleng. “Aku tidak tahu. Jariku tak bisa menghitungnya, kurasa lebih dari sepuluh.”
Mwo? Sebanyak itu?”
“Ya! Kau ini kenapa menanyakan hal pribadi seperti itu, huh?” cetus Junsu sambil berkacak pinggang.
“Aku juga pernah. Hanya satu kali.” Kata Jaejoong tanpa ditanya.
“Dengan guru matematika itu?” selidik Junsu. Jaejoong mengangguk mantap.
“Ya, dengan siapa lagi?”
“Bagaimana rasanya?” tanya Junsu penasaran. Meskipun ia sudah tahu bagaimana rasanya, tapi ia tetap penasaran dengan apa yang dirasakan sepupunya.
“Hmmm… lembut dan mendebarkan.” Jawab Jaejoong.
“”Omooo! Kau benar-benar menyukai guru matematika itu ternyata.”
“Kurasa begitu.”
“Lalu, apa yang membuatmu melamun?” Junsu tidak mau melupakan begitu saja perihal apa yang membuat Jaejoong melamun. Meskipun nada bicara Jaejoong masih sama, tapi wajahnya berbeda. Jaejoong seperti sedang sedih.
“Ah, tidak apa-apa. Aku hanya merasa kaget saja, kau tahu itu pertama kalinya aku berciuman.” Jawab Jaejoong. Junsu mengangguk-ngagguk mengerti.
“Ya, aku juga seperti itu waktu pertama kali. Kalau begitu, kajja kita main playstations lagi~!” ajak Junsu, Jaejoong mengagguk bersemangat.
Sementara itu di tempat Seon Hee…
‘Aku ingin bicara padamu. Bisa kau temui aku di Kedai XX?’
Wanita itu menatap layar ponselnya berkali-kali. Sebuah pesan singkat dari Yunho membuatnya bingung. Apakah ia harus menemui laki-laki itu? Sebenarnya apa lagi yang ingin dibicarakan Yunho?
‘Aku akan kesana sebentar lagi.’
Akhirnya Seon Hee membalas pesan singkat Yunho. Seon Hee menatap pantulan dirinya di depan cermin lalu mulai merapikan rambutnya.
.
.
.
“Apa yang ingin kau bicarakan, Yunho?” tanya Seon Hee. Saat ini Yunho dan Seon Hee tengah berada di sebuah kedai kopi, dua anak manusia itu duduk saling berhadapan dengan satu gelas kopi di masing-masing lengannya.
“Aku ingin meminta maaf soal beberapa hari yang lalu. Saat itu aku hilang kendali dan mengatakan apa yang tak seharusnya kukatakan.” Tutur Yunho to the point.
“Apa aku sedang bermimpi? Maksudku – astaga, seorang Jung Yunho meminta maaf? Ada apa denganmu?” tanya Seon Hee heran. Sejujurnya ia sudah tidak ingin bicara apapun lagi dengan Yunho, hanya saja hati kecilnya justru berkata sebaliknya.
Mianhae, mungkin ini terlihat lucu bagimu. Tapi, aku benar-benar minta maaf.”
Seon Hee menghela nafas panjang lalu menghembuskannya. “Aku tidak tahu apa yang terjadi pada dirimu. Tapi, jika hanya ini yang ingin kau bicarakan sebaiknya sekarang aku pulang.”
“Tidak – tunggu, aku belum selesai.” Yunho menahan pergelangan tangan Seon Hee yang hendak pergi. Wanita berusia 27 tahun itu terdiam sambil melihat pergelangan tangannya yang ditahan oleh Yunho. Dengan cepat, Yunho melepaskannya.
“Aku beri kau waktu lima menit. Jadi, bicaralah dan selesaikan semuanya segera.” Cetus Seon Hee. Yunho menelan ludahnya susah payah. Apa ia harus melakukan ini?
“Aku… aku sepertinya mencintai adikmu… ya, adikmu, Kim Jaejoong. Bisakah kau membatalkan niatmu untuk mengambil Jaejoong dariku?” tutur Yunho dengan pandangan mata yang benar-benar serius. Mata Seon Hee membelalak sempurna. Sebenarnya apa-apaan ini?
“Apa maksudmu?”
“Jaejoong mungkin memang remaja labil yang menyebalkan. Tapi, meskipun begitu ia sangat berarti untukku. Ia mungkin memang kekanakan, tapi aku lebih kekanakan kalau tak berkata jujur padamu. Kumohon… kumohon biarkan ia tetap bersamaku.” Kata Yunho. Seon Hee hanya diam mematung. “Aku akan melakukan apapun untuk membahagiakan Jaejoong. Aku tidak akan berkata kasar padanya, aku akan melindunginya.” Lanjut Yunho mencoba meyakinkan wanita di hadapannya.
“Apa yang sebenarnya ada di kepalamu, Yunho?”
“Aku mencintainya! Kau tahu betul bagaimana aku, Seon Hee. Kau tahu aku tidak pernah menyukai wanita manapun, kau tahu aku seorang… ah you know what~! Bukankah waktu itu kau juga tidak menyukaiku? Kau hanya merasa terpaksa menerima perjodohan bodoh itu kan?” cerocos Yunho.
“Tentu saja. Untuk apa aku menyukai pria sepertimu? Tapi, apakah kau tidak sadar setelah perceraian itu kau telah membuat keluargamu bangkrut? Kau bahkan di usir. Apa kau tidak malu mencintai adikku selaku mantan keluargamu? Walau bagaimanapun juga, Jaejoong pernah menjadi adik iparmu meski ia tak pernah mengetahuinya.” Tutur Seon Hee.
Benar. Setelah perceraian itu perusahaan ayahnya menurun drastis. Yunho tahu betul alasan keluarganya menjodohkannya dengan Seon Hee selaku anak dari rekan bisnis ayahnya. Perusahaan ayahnya yang nyaris bangkrut akhirnya bisa teratasi setelah Tuan Kim memberi investasi besar. Tentu saja hal itu terjadi setelah Yunho menikah dengan Seon Hee.
Tapi, semuanya tidak berjalan lancar sesuai dengan harapan keluarga Yunho. Keluarganya tidak pernah tahu kalau anaknya – Yunho, mengalami kelainan seksual. Ia tak pernah menyukai wanita sekalipun. Dan hanya Seon Hee yang mengetahui hal tersebut.
Dan perceraian itu membuat keluarga Kim menarik kembali investasi yang sudah di tanamnya. Semuanya berantakan. Yunho tak kalah berantakan. Tapi, ia bertahan sampai ia bisa menjadi guru matematika di salah satu sekolah swasta di Seoul.
Dan kini seseorang memaksanya kembali mengingat masalalu itu. Kim Jaejoong membuat Yunho berani menolehkan kepalanya ke belakang, bukan untuk disesali tapi untuk di perbaiki. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Seon Hee yang tak pernah sekalipun membaik. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan keluarganya.
“Aku sangat sadar aku salah. Tapi, aku mencintainya. Seon Hee, maukah kau membiarkan Jaejoong tetap di sisiku? Aku ingin memperkenalkannya pada keluargaku meski aku tahu keluargaku tidak akan bisa menerimanya begitu saja. Tapi, aku ingin memiliki Jaejoong seutuhnya, selain itu aku ingin memperbaiki hubunganku dengan keluargaku.” Tutur Yunho membuat Seon Hee mau tak mau mempercayai perkataan pria di hadapannya.
“Tapi, benarkah kau benar-benar mencintainya? Kau tidak memanfaatkannya karena Jaejoong salah satu keluarga Kim, bukan? Kau tidak sedang berencana untuk mengembalikan perusahaan ayahmu itu lewat hubunganmu dengan Jaejoong, kan?” cerocos Seon Hee, meski ia sudah percaya dengan Yunho, tapi sebagian hati kecilnya masih belum yakin.
“Tidak. Aku sama sekali tidak memanfaatkannya. Aku sungguh-sungguh mencintainya.”
Katakan, sekarang Seon Hee harus bagaimana? Ia sudah terlanjur memberitahu Jaejoong perihal hubungannya dengan Yunho. Sejujurnya ia ingin sekali menyanggupi permintaan Yunho, tapi apakah Jaejoong masih mau menerima Yunho setelah ia tahu kebenarannya?
Entahlah.
~oOo~
~ Te Be Ce ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar