Minggu, 07 April 2013

FF YUNJAE : Destiny? #2


Destiny? © KENzeira
Rate : T
-:-:-:-
Chapter 2 : Bertemu Kembali
Happy Reading
~oOo~

“Jadi, kau akan pulang?”

“Tentu saja tidak.”

What the… hell!

o-o-o-o-o

“Yaa! Jangan tarik-tarik seragamku, bodoh!” cetus Jaejoong. Laki-laki beriris doe itu berontak ketika Jung Yunho menyeretnya ke luar.

“Dasar tamu tidak tahu aturan! Dengarkan aku, Kim Jaejoong, aku menyesal menyelamatkanmu!” Yunho tak kalah cetusnya. Pria itu menghempaskan Jaejoong ke lantai depan rumahnya. Jaejoong memegang pantatnya yang sakit terbentur lantai.

“Kau jahat sekali padaku! Aku hanya makhluk Tuhan yang tak berdosa. Akan aku laporkan kau ke Komnas Perlindungan Anak dengan tuduhan penganiayaan! Lihat saja nanti, Kak Seto akan memberi ganjaran untukmu!” cerocos Jaejoong. Amarahnya meluap-luap sampai ia lupa kalau ia sama sekali tak mengenal orang yang bernama Seto.

“Laporkan saja sana! Aku tidak takut!”

‘Brukk’

Pintu ditutup dengan kasar oleh pemiliknya. Jaejoong memanyunkan bibirnya, ini benar-benar penghinaan namanya!

‘Awas kau Yunho, akan aku balas semua yang kau lakukan padaku!’

Jaejoong meraih ponsel dalam saku celananya, hendak menghubungi kakak perempuannya untuk segera menjemputnya. Bukannya tak berani pulang sendiri, hanya saja ia tidak tahu sedang berada di daerah mana kini. Mengingat ia baru saja pulang ke Korea satu bulan yang lalu setelah study di Amerika selama satu setengah tahun.

Ya, hanya satu setengah tahun karena akhirnya Jaejoong merengek minta pulang ke tempat kelahirannya. Jujur saja, ia sama sekali tidak nyaman sekolah disana. Banyak dari mereka yang memandangnya dengan tatapan aneh. Mungkin karena penampilan Jaejoong berbeda dari kebanyakan siswa disana.

“Aniyo! Kenapa ponselnya malah mati?! Tch! Tidak berguna!” Jaejoong marah-marah sendiri. Kedua mata besar yang indah itu melirik ke kanan dan ke kiri, tak ada tempat yang ia kenali sama sekali. Lalu ia melirik ke arah jam tangan, sudah sangat sore, bahkan sebentar lagi bintang akan menghiasi langit.

Menggigit. Akhirnya Jaejoong menggigit jari telunjuknya sendiri, kebiasaan jika ia sedang ketakutan atau gelisah. Menurutnya, dengan menggigit jari telunjuk bisa menahan air mata yang akan keluar, atau bisa juga menahan rasa sakit.

‘Aku bersumpah demi Joseph yang tak pernah cebok ketika buang air kecil, siapa saja yang mau menolongku saat ini akan menjadi takdirku selamanya!’

Selain menggigit jari telunjuk, kebiasaan lainnya adalah bersumpah. Ya, bersumpah hal-hal yang aneh dan tidak bisa diterima akal. Anehnya, ketika ia bersumpah, selalu ada yang menolongnya. Entah kebetulan atau tidak, tapi itulah kenyataannya. Dengan begitu, Jaejoong akan kerepotan sendiri karena sumpah yang sudah dibuatnya.

Pernah suatu hari ketika Jaejoong masih sekolah di Amerika, ia duduk sendiri dan tak punya teman mengobrol selama beberapa hari. Ia tak menyangka ternyata orang-orang di Amerika lebih cuek daripada orang-orang di Korea. Akhirnya Jaejoong bersumpah, jika ia memiliki teman, ia akan meniru apapun yang dilakukan teman pertamanya itu selama satu bulan penuh.

Dan datanglah Joseph, laki-laki berkulit kelewat putih layaknya albino dengan totol merah di sebagian besar wajahnya. Joseph adalah orang pertama yang mau berteman dengan Kim Jaejoong. Dengan berat hati, Jaejoong meniru apapun yang dilakukan Joseph. Dimulai dari menempelkan upilnya sendiri di bajunya, menggaruk ketiak ketika berkeringat, sampai tidak cebok seusai buang air kecil.

Meski begitu, Jaejoong tak pernah kapok akan sumpah-sumpah yang dibuatnya. Sifat keras kepalanya lebih keras dari siapapun.

“Kali ini tidak ada yang mau menolong ya?” Jaejoong bergumam sendiri. Laki-laki yang baru menginjak usia 17 tahun itu menghela nafas panjang, kemudian menghembuskannya secara perlahan. Seandainya ia bisa meminjam kekuatan Byakugan yang mempunyai pengelihatan 360 derajat milik Neji Hyuuga, pasti ia bisa menemukan rumahnya. Sayang, Jaejoong tak bisa melakukan itu. Lagipula ia tak mengenal siapa itu Neji Hyuuga.

Bibir semerah cherry miliknya semakin mem-pout, kedua mata doe besar itu hendak menumpahkan air matanya. Astaga, di usia remaja tak membuat kecengengan Jaejoong berkurang.

Mendokusai! (Merepotkan!) Aku tidak bertanggung jawab kalau seandainya malam ini aku membunuhmu!” cetus Yunho yang entah sejak kapan ada di belakang Jaejoong. Laki-laki yang sering bersumpah itu terkesiap ketika tangan kanannya di tarik oleh Yunho.

“Eh?” Jaejoong pasrah saat tangannya di tarik kembali menuju rumah Yunho. Dalam hati, ia senang bukan main. Akhirnya ada juga yang mau menolongnya.

“Dasar cengeng! Hanya begitu saja sudah mau menangis! Tch! Baiklah, aku akan membiarkanmu menginap malam ini. Ingat, hanya malam ini!” Yunho kembali berkata ketus. Jaejoong mengerti sekarang. Mungkin Yunho sering berkata ketus dan tidak berperikemanusiaan, tapi sebenarnya ada perhatian yang tersimpan dalam kalimatnya.

“Iya aku mengerti, sensei.” Ucap Jaejoong dengan wajah polosnya. Mendengar hal itu membuat bulu kuduk Yunho berdiri. Pria itu harus mempertanggung jawabkan tindakannya menolong manusia super innocent yang satu ini.

‘Tenang Yunho, hanya satu hari dan semuanya akan kembali seperti biasa. Hanya satu hari saja…’ Dalam hati, Yunho tak hentinya menenangkan diri. Mengusir tamu yang kelewat tidak sopan mungkin saja di anggap benar, tapi kalau tidak menolong orang yang membutuhkan bantuan sama saja dengan hewan yang tak memiliki akal. Begitulah pikir Yunho.

-:-:-:-

“Kenapa kasurnya sempit sekali?!” Jaejoong menggerutu kesal, pasalnya ia harus saling bersenggolan dengan Yunho. “Dan lagi, apa-apaan ini? Selimutnya juga kecil!” lanjutnya sambil menarik-narik selimut yang tengah didekap erat oleh pemiliknya.

Yunho mengerang merasa tidurnya terganggu. Posisinya yang memunggungi Jaejoong membuatnya menoleh sejenak ke arah remaja labil itu. Dan bisa ditebak, pria berusia 29 tahun itu menarik kembali selimutnya yang direbut Jaejoong.

Dan dimulailah acara rebutan selimut.

“Yak! Dasar ahjussi tidak berperasaan! Aku kedinginan!” celetuk Jaejoong, lalu ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk merebut kembali selimut milik Yunho. Nyaris bisa disamakan dengan dua bocah yang berebut mainan.

“Are… dasar kau bocah labil! Kembalikan selimutku!” jangan tanya seberapa besar tenaga yang dikeluarkan Yunho, kalau disuruh mengangkat sepuluh ekor kuda, pasti bisa! Ekor kuda, bukan kuda.
“Tidak mau!” Jaejoong semakin menantang sang pemilik selimut. Kini keduanya saling menarik-narik selimut dengan brutal.

‘Sreeekkk’

Suara apa itu?!

“ADWAE!! Selimutkuuuu!” teriak Yunho histeris. Pria bermanik musang itu menatap nanar ke arah selimutnya yang kini termutilasi menjadi dua. Sedangkan tersangka pelaku yang memutilasi selimut tersebut membulatkan kedua mata besarnya, selain itu mulutnya menganga lebar tanda bahwa ia tak menyangka telah merobek selimut Yunho.

“Eh? Mendadak aku jadi gerah.” Celetuk Jaejoong dan kembali berbaring dengan memejamkan matanya secara paksa. Benar-benar akting yang buruk untuk menghindari amarah dari Yunho.

“Yaaakk!!! Seenaknya saja kau bicara! Dasar kentut gajah! Aku tidak mau tahu, kau harus mengganti selimutku dengan yang baru!” kata Yunho galak sambil menarik Jaejoong dari tidurnya. Laki-laki dengan bibir semerah cherry itu ketakutan ketika tiba-tiba Yunho menariknya secara paksa.

“Uwaaa! Jangan siksa akuuu!” kali ini giliran Jaejoong yang histeris.

“Jangan teriak-teriak, bodoh! Ini sudah malam! Aku hanya memintamu mengganti selimutku, aku tidak mungkin menyiksamu. Tidak ada untungnya sama sekali!”

“Begitu ya? Aku akan menggantinya nanti…” kata Jaejoong dengan suara pelan. Yunho menggerutu kesal, sedikit menyesal menolong Kim Jaejoong untuk yang kedua kali.

“Tch! Merepotkan saja, sudah sana tidur lagi.” Perintah Yunho. Jaejoong menurut dan kembali berbaring diikuti Yunho. Entah kenapa kedua mata doe besar itu sulit untuk terpejam. Sesekali ia menepuk pipinya demi mengusir nyamuk yang seenaknya mencium kulit mulusnya. Kim Jaejoong memandang langit-langit kamar Yunho.

“Uuhh…, cukup dingin juga.” Jaejoong bergumam sendiri, kedua matanya kini beralih memandang pria di sebelahnya. Nafas Yunho teratur, berarti ia sudah tertidur.

‘Plukk’

Tangan besar itu memeluk Jaejoong. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan kenapa Jaejoong membiarkan tangan itu merengkuhnya. Akhirnya mata doe besar itu mulai terpejam. Setidaknya ia tidak kedinginan. Ternyata di peluk Yunho lebih hangat dibanding memakai selimut, begitulah pikir Jaejoong.

o-o-o-o-o

“Oh! My cute baby, ada apa dengan wajahmu? Kenapa kau jelek sekali?!” cecar nyonya Kim sambil menepuk-nepuk wajah Jaejoong berharap wajah putih mulus anaknya akan kembali. Sayang, justru itu akan memperparah memar di wajah sang anak bungsu tercintanya.

“Umma, hentikan. Kau menghancurkan wajahku.” Ujar Jaejoong sambil menyingkirkan kedua lengan sang umma dari wajahnya.

“Lalu kenapa dengan wajahmu, Joongie? Kau tercebur got?” tanya Nyonya Kim sambil memperhatikam seragam sekolah anaknya yang tidak kotor.

“Tentu saja tidak, umma.” Jawab sang anak sambil memanyunkan bibirnya. Mendadak ia jadi ingat kejadian beberapa tahun silam saat dirinya tercebur got. Jaejoong benar-benar merasa malu waktu itu.

“Umma pikir kau mengulangi kesalahan yang sama.” Celetuk Nyonya Kim.

“Aniyo… aku dipukuli senior di SMA karena tidak memberi mereka uang.”

“Astaga! Pantas saja kemarin kau tidak pulang. Umma harus secepat mungkin menyewa bodyguard untuk menjagamu 24 jam! Wajahmu dilarang lecet, karena hanya kau satu-satunya anak umma paling cantik! Pokonya tak ada yang boleh…”

“UMMA! Aku tidak cantik!” cetus Jaejoong menyela cerocosan ibunya. Jujur saja, ia sangat benci dibilang cantik apalagi sexy.

“Jaejoong, kau tidak boleh membentak umma!” teriak seseorang dari lantai atas. Jaejoong menengadah dan mendapati Kim Seon Hee –kakak perempuannya– tengah memandangnya dari atas. Lagi-lagi Jaejoong manyun. “Harusnya kau bersyukur, Joongie! Ibu selalu berkata kau cantik, sedangkan pada anak perempuannya sendiri ia tak pernah bilang aku cantik.” Tambah Seon Hee. Sejujurnya Seon Hee iri pada adik bungsunya itu.

“Mianhae, umma… tapi, aku laki-laki dan aku tampan.” Lirih Jaejoong, sang ibu hanya tersenyum lebar dan sang kakak justru tertawa menggelegar.

“Yang bilang kau tampan adalah dirimu sendiri!” celetuk Seon Hee sambil melangkah menuruni anak tangga.

“Tidak, cermin ajaib selalu bilang kalau aku tampan.” Balas Jaejoong polos.

“Yang ada dalam pantulan cermin itu siapa?”

“Aku,”

“Dan kau sudah mengakui bahwa hanya kau sendiri yang berkata tampan. Dasar anak innocent!” kata Seon Hee sambil mengacak rambut adik bungsunya penuh sayang setelah ia berhasil sampai lantai bawah.

Meski sering berdebat hal yang tidak penting, dua kakak beradik itu saling menyayangi satu sama lain. Sang kakak yang tak rela julukan ‘cantik’ jatuh ditangan sang adik, dan sang adik yang tak mau menerima julukan ‘cantik’ itu.

“Sebentar, umma akan menelepon appamu untuk menyuruhnya menyewa bodyguard.” Ujar Nyonya Kim sambil meraih ponsel dari sakunya. Tapi, Jaejoong menahan lengan ibunya.

“Tidak perlu, aku sudah punya bodyguard.” Kata Jaejoong yakin. Seon Hee justru memandang Jaejoong tak yakin begitu pula dengan Nyonya Kim.

“Kau menyewanya?”

“Tidak. Dia yang kemarin menolongku dan mengizinkanku menginap di rumahnya. Dia orang yang sangat baik, umma.” Jelas Jaejoong. Kini kedua wanita itu bernafas lega.

“Siapa namanya?”

“Umm… Jung Yunho – entahlah, aku sedikit lupa. Dia guru matematika di sekolahku.”

“Jung Yunho?!” tanya Seon Hee. Entah kenapa setelah mendengar nama itu, Seon Hee merasa lututnya terasa lemas.

“Sudah aku bilang aku lupa…”

Kim Seon Hee berharap nama guru matematika Kim Jaejoong bukan Jung Yunho. Apapun namanya asal jangan Jung Yunho. Jung Yong Hwa juga boleh, atau yang lebih unik Jung Julung? Tapi, bukan masalah nama. Masalahnya terletak pada orang yang bernama Jung Yunho tersebut. Siapa tahu Yunho yang Jaejoong maksud berbeda dengan Yunho yang Seon Hee maksud.

Setelah mengatakan itu, kedua wanita itu terdiam. Merasa sangat kenal dengan nama yang barusan disebutkan Jaejoong, tidak – bukan merasa, tapi sang umma dan sang kakak memang kenal dengan nama itu.

Jung Yunho…

-:-:-:-

“Ssshhh… pelan-pelan, noona!” Jaejoong meringis merasakan betapa perihnya luka memar itu ketika diolesi salep.

“Sabarlah sedikit, rasa perih itu akan hilang sampai beberapa menit kemudian.” Ujar Seon Hee sambil fokus mengobati memar-memar di wajah adiknya. “Kenapa kemarin kau tidak menghubungiku?” tanya Seon Hee mencoba membuat Jaejoong mengabaikan rasa perihnya.

“Ponselku… astaga! Ponselku masih ada di rumah dewa penolong itu!” celetuk Jaejoong tanpa menjawab pertanyaan sang noona. Kim Seon Hee mengernyit tak mengerti. Dewa penolong?

“Dewa penolong? Siapa?”

“Yang kemarin menolongku. Kakak, setelah ini antarkan aku ke rumahnya ya!” pinta Jaejoong. Seon Hee mendesah pelan, sebenarnya ia sangat malas tapi mengingat insiden pemukulan adiknya itu membuatnya mengangguk menyetujui permintaan Jaejoong.

“Ya, baiklah.”

“Tapi sebelum itu aku ingin membeli bahan-bahan makanan dulu, ah ya! Aku juga harus membeli selimut.”
“Untuk apa?” tanya Seon Hee tak mengerti. Selimut?

“Kemarin aku kelaparan, aku hanya diberi makan ramen instan. Aku yakin dia tidak punya apa-apa di dalam kulkasnya. Dan lagi, aku merobek selimutnya jadi aku harus menggantinya.” Jelas Jaejoong. Sekarang sang kakak mengangguk mengerti.

o-o-o-o-o

‘Tuk tuk tuk!’

Pintu di ketuk dengan penuh emosi oleh namja pemilik mata doe itu. Pasalnya, dari tadi belum ada yang membukakan pintu. Kim Seon Hee menunggunya di dalam mobil.

‘Cklek’

Akhirnya…

Setelah pintu terbuka menyembulah kepala Yunho lengkap dengan rambut acak-acakan dan kedua pasang mata yang agak memerah. Mata doe itu bekedip-kedip sambil memasang senyum innocent andalannya.

“Jaejoong? Ada apa?” tanya Yunho serak. Jaejoong menyodorkan dua kantung plastik besar pada Yunho. “Apa ini?”

“Itu persediaan bahan makanan untukmu dan yang satu lagi adalah selimut.” Jawab Jaejoong. Jung Yunho membuka pintu lebih lebar.

“Masuklah…”

Jaejoong menurut dan memandang sekeliling ruang tamu yang masih sama berantakannya seperti kemarin. Ternyata, Yunho memang bukan pria yang apik.

“Ada apa denganmu, guru jelek? Hari ini kau terlihat lebih jelek dari kemarin.” Celetuk Jaejoong tidak berperi kemanusiaan. Yunho hampir saja akan mencekik remaja labil di hadapannya kalau saja ia tidak ingat remaja itu sudah membawakannya makanan dan selimut.

“Aku sedang tidak enak badan…” akhirnya Yunho hanya menjawab pertanyaan Jaejoong. Setelah itu ia membaringkan tubuhnya di sofa.

“Eh? Telepon saja ibumu, suruh dia datang kemari dan mengurusimu.” Saran Jaejoong tapi langsung ditolak oleh Yunho dengan gelengan.

“Sekalipun aku memohon, mereka tidak akan pernah mau datang.” Lirih Yunho sambil memjiat pelipisnya.
“Kenapa?”

“Aku rasa terlalu cepat memberitahu orang baru.”

“Kau benar. Oh ya, ada kakakku di luar. Apa perlu aku suruh ia kemari?”

“Untuk apa?”

“Tentu saja mengenalkanmu padanya.” Jawab Jaejoong mantap. Yunho mengangguk pelan, lalu Jaejoong melangkah keluar menemui kakaknya.

Tak lebih dari dua menit, Jaejoong kembali dengan membawa wanita cantik di belakangnya. Yunho terdiam sejenak saat melihat wanita itu.

“Nah, noona, ini Jung Yunho. Dia yang menolongku.” Ujar Jaejoong. Kim Seon Hee terpaku memandang Jung Yunho. Melihat gelagat kakaknya yang seperti sedang melamun membuat Jaejoong menepuk pundak kakaknya tersebut.

“Ah ya…, aku Kim Seon Hee. Senang berkenalan denganmu, Jung Yunho.”

“Ya, aku juga.” Setelah itu, Yunho tak mengatakan apapun lagi. Jaeoong tak menyadari kecanggungan di antara Yunho dan Seon Hee.

“Guru jelek, aku mau mengambil ponselku.” Ujar Jaejoong memecah keheningan.

“Itu… ambil saja di kamarku. Ada di atas meja nakas.”

Akhirnya Jaejoong melangkah menuju kamar Yunho yang sudah hafal letaknya. Entah kenapa Kim Seon Hee merasa sangat menyesal mengikuti saran Jaejoong untuk masuk ke dalam rumah Yunho. Kini Yunho dan Seon Hee terdiam tanpa mengucapkan satu patah katapun. Sampai beberapa detik lamanya, akhirnya Yunho bertanya –

“Seon Hee, kau masih membenciku?”

~ Te Be Ce ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar