Minggu, 07 April 2013

FF YUNJAE : Destiny? #1


Destiny? © KENzeira
Disclaimer : Characters belongs to themselves, God, their parents, and whatever
Warnings : YAOI, typo(s), OOC, OC, de le le
Genre : Romantic & Humor
Rate : T
YunJae fiction, don’t like don’t read
-:-:-:-:-
Chapter 1 : What the…?
~oOo~
Kim Jaejoong terdesak! Kedua tangan namja berkulit seputih porselen itu ditahan oleh dua orang, satu orang lainnya yang memandang jijik ke arah Jaejoong dan bersiap melayangkan tangannya ke perut namja yang sudah tak berdaya itu.

‘Buaghh!’

Satu tinju berhasil mengenai perut laki-laki bermarga Kim itu. Satu lawan tiga, sudah pasti Kim Jaejoong yang notabene hanya sendiri akan kalah. Kecuali jika ia benar-benar seorang hero seperti yang ada di film-film. Hey! Ini bukan film! Dan satu lagi, kecuali jika dewi fortuna itu sedang baik hati dan mengirim dewi penolong untuk Jaejoong.

Jaejoong merasa menyesal tidak mengikuti turnamen lari marathon, seandainya saja ia bisa berlari cepat, tentu saja akan ia gunakan dengan sebaik mungkin untuk kabur. Tapi, untuk keadaan yang terdesak seperti ini, tak ada yang bisa Jaejoong lakukan selain berdo’a kepada Dewa Jashin untuk mengambil tiga nyawa yang tengah asyik menyiksanya.

Mustahil. Tak ada alasan untuk tiga siswa yang setingkat yakuza ini mati begitu saja. Kecuali kalau Dewa Jashin benar-benar ada dan buku Death Note itu benar-benar nyata. Kim Jaejoong ingin sekali memerintahkan KIRA untuk mengambil tiga nyawa yang tengah mengancam nyawa miliknya. Eh…?
Saking terdesaknya, pikiran Jaejoong melantur ke dua anime paling berpengaruh di dunia. Dengan sisa tenaganya, Jaejoong bersumpah dalam hati.

‘Siapa saja yang menolongku, entah siapapun itu, akan aku jadikan kekasih seumur hidupku!’

Bim salabim abrakadabra… prok prok prok! Mohon dibantu ya!

“HEY! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?!”

Berhasil! Akhirnya dewi – ralat, dewa penolong datang. Tiga siswa tukang palak itu kocar-kacir, mangsanya dilepas begitu saja – Jaejoong maksudnya. Laki-laki yang wajahnya sudah tidak tampan lagi karena bonyok disana-sini akhirnya terduduk sambil memegangi perutnya. Haid? Tentu saja bukan! Rasa sakit yang menyerang bagian perutnya akibat pukulan bertubi-tubi yang dilayangkan oleh boss yakuza tadi.

Dewa penolong itu segera menghampiri Jaejoong dan membantunya berdiri. Jaejoong meringis kesakitan, disudut bibirnya mengalir darah. Kim Jaejoong tak habis pikir, hanya gara-gara tak mau memberikan uang, tiga siswa senior itu nekat mengkeroyok dirinya. Siswa brutal – tidak, siswa yang benar-benar kelewat brutal.

“Hey, kau tidak apa-apa?” tanya pria itu sambil menepuk-nepukkan tangannya di pipi Jaejoong. Gila – itulah yang dipikirkan Jaejoong. Jaejoong benar-benar gila kalau ia berkata dirinya tidak apa-apa. “Sepertinya kau terluka.”

‘Sepertinya? Aku benar-benar terluka bodoh!’ jerit Jaejoong dalam hati. Sayang, bahkan untuk bicarapun rasanya Jaejoong tak sanggup.

“Jangan pingsan dulu, aku akan memapahmu ke rumahku. Tidak jauh, hanya dua kilo meter.” Celetuk sang dewa penolong.

Jaejoong tak mengerti apakah orang yang menolongnya ini bodoh atau tolol, dua kilometer? Astaga! Jaejoong yakin kakinya akan gempor jika harus berjalan sepanjang dua kilometer! Tanpa pikir panjang, akhirnya Kim Jaejoong berpura-pura kehilangan kesadarannya. Dengan begitu ia tak perlu berjalan sejauh itu kan?
.
.
.
“Kalau perih jangan ditahan, teriak saja.” Kata pria dihadapan Jaejoong. Kedua mata pria itu tak beralih dari sudut bibir Jaejoong yang tengah ia obati dengan kapas yang diberi betadine. Kim Jaejoong meringis kesakitan.

“Sshhh…”

“Dilihat dari seragam yang kau kenakan, kau pasti siswa di Shin Ki High School. Aku benar ‘kan?”
Jaejoong mengangguk.

“Tapi, aku tidak tahu kenapa selama ini tak pernah melihatmu disana. Kau siswa baru?”
Jaejoong mengangguk lagi.

“Siapa namamu?”

Kali ini Jaejoong mustahil mengangguk, tidak akan nyambung. “Jaejoong, namaku Kim Jaejoong.”

“Namaku Jung Yunho, aku guru matematika di sekolahmu.”

‘Aku tidak tanya.’ Celetuk Jaejoong dalam hati. Tentu saja ia tak boleh menyuarakan apa yang ingin dikatakannya. Tidak tahu terima kasih namanya. Akhirnya Jaejoong hanya diam sambil kembali merasakan betapa perihnya kapas yang diberi cairan betadine itu ketika menempel di permukaan kulitnya yang terluka.

“Nah, sudah selesai. Aku rasa kau perlu ke dokter, aku takut kau terluka di bagian dalam tubuhmu.”

“Aku tidak apa-apa. Aku merasa sehat.” Jawab Jaejoong bohong. Apanya yang sehat?

“Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan otakmu, tapi aku yakin kau sedang tidak sehat. Aku akan menyiapkan air hangat, setelah itu bersihkanlah dirimu. Aku tidak akan memaksamu jika kau memang tak mau ke dokter.” Cerocos Jung Yunho, pria itu berdiri dari duduknya hendak bersiap menyiapkan air hangat untuk Jaejoong.

“Tidak perlu, biar aku saja yang menyiapkannya sendiri.” Jaejoong menahan tangan Yunho, ia ikut berdiri dan melangkah menuju suatu ruangan. Mungkin akan menyiapkan air hangat untuk dirinya sendiri.

“Aku tidak tahu kau kenapa, tapi demi Tuhan, ruangan yang kau tuju itu adalah kamarku.” Celetuk Yunho, Jaejoong yang sudah memegang kenop pintu tidak jadi membukanya.

“Kalau begitu, dimana aku bisa menyiapkan air hangat?”

“Disana –” tunjuk Yunho ke arah kursi, ya ke arah kursi. “Maksudku, kau duduklah saja. Biar aku yang menyiapkannya. Aku tidak ingin ada tamu yang membantah.”

Kalau sudah menyangkut ‘tamu’, maka Jaejoong kalah telak. Ia tak bisa lagi menolak.

“Aku tidak tahu kenapa harus bertemu dengan dewa penolong yang cerewet sepertimu. Tapi, demi Tuhan, aku akan menjadikanmu kekasihku.” Celetuk Jaejoong. Hey! Kim Jaejoong bukanlah orang yang suka melanggar janji. Bukankah tadi ia bersumpah akan menjadikan orang yang menolongnya sebagai kekasihnya?! Dan demi Dewa Jashin dimanapun ia berada, ketika Kim Jaejoong mengatakan sumpahnya itu, ia lupa menambahkan ‘syarat dan ketentuan berlaku’. Sehingga, tak ada alasan baginya untuk melanggar sumpah yang terlanjur dibuatnya.

“Aku rasa setelah insiden pengeroyokan itu, otakmu benar-benar bermasalah.” Celetuk Jung Yunho sambil ngeloyor pergi meninggalkan Jaejoong yang kini duduk di kursi.

Jung Yunho mungkin benar. Tapi, demi Tuhan, Jaejoong akan memenuhi sumpahnya sekalipun Jung Yunho akan menolaknya. Jaejoong gila, mungkin itulah yang dipikirkan Yunho. Tapi Jaejoong akan lebih gila lagi jika ia tak memenuhi sumpahnya, ia bisa dikutuk Tuhan ‘kan? Benar ‘kan?

Maka dari itu, mulai detik ini Yunho harus menjadi kekasihnya. Kim Jaejoong tak peduli dengan jenis kelamin Yunho yang serupa dengannya. Demi Dewa Jashin yang di sembah oleh Hidan dalam anime Naruto, Yunho harus menjadi kekasih Jaejoong bagaimanapun caranya.

-:-:-:-

“Heh! Bocah! Kapan kau pulang?” tanya Yunho ketus.

“Siapa bilang aku akan pulang?!” jawab Jaejoong tak kalah ketusnya. Jung Yunho meremas rambutnya frustasi.

“Tch! Atau kau mau aku laporkan ke polisi sebagai kasus orang hilang?!”

“Mwo? Kau gila! Aku tidak mau!” kata Jaejoong sambil melipat tangan di depan dada.

“Aishhh! Seharusnya aku tak perlu menolongmu tadi. Kalau tahu begini, aku biarkan saja siswa brandal itu mengeroyokimu. Oh, atau akan lebih baik kalau kau tewas saja ya? Ohahahaha… akan menjadi top news yang hot di kalangan Shin Ki High School!” celetuk Yunho tak berperikemanusiaan. Tawa iblis keluar dari mulut Yunho.

‘Bletak!’

Dengan amat tidak sopan, Jaejoong menjitak kepala pria yang jelas lebih tua darinya itu.

“Aku tidak menyangka orang sepertimu adalah guru matematika. Astaga! Bahkan dari kalimatmu saja kau seperti tak berpendidikan.” Balas Jaejoong sadis.

“Are… dasar tidak tahu terima kasih! Hushh! Pergi sana, dasar butiran debu!”

“MWO? Kau butiran upil!”

“Kentut gajah!”

“Muka landak!”

“Kecoak buduk!”

“Tahi kuning!”

Dan dimulailah perdebatan yang amat sangat tidak penting ini. Sampai Jaejoong menyerah dan menyarankan sesuatu yang sebenarnya ingin dikatakannya sejak tadi.

“Kita hentikan saja perdebatan yang tiada akhir ini. Aku ingin makan, bagaimana kalau kau membuatkanku makanan? Aku ingin makan ramen.” Celetuk Jaejoong seenak jidatnya.

“Kurasa itu bukan ide buruk.” Balas Yunho lalu melangkah menuju dapur. Kim Jaejoong dengan songongnya mengambil remote televisi dan menyalakannya, kedua kakinya ia angkat ke atas meja. Benar-benar tamu yang tidak sopan.

“Oh iya, Jung Yunho, Pakai cabai yang banyak ya! Buat sepedas mungkin!” Jaejoong mengatakan itu sambil berteriak, maksudnya supaya Yunho mendengar perintahnya. Astaga! Bahkan Jaejoong bersikap seolah dialah raja di rumah Yunho.

“Iyaa~”

Dan entah bagaimana bisa, Yunho menuruti perintah sang tamu yang songongnya minta ditabok. Mungkin karena tuntutan para cacing yang bersemayam dalam perut Yunho dan membuatnya tak bisa menolak. Lapar membuat Yunho ingin cepat-cepat menyelesaikan dua ramen yang tengah dibuatnya.

15 minutes ago…

‘Sluurp’

Dengan lahap, Jaejoong menyeruput ramennya. Jung Yunho tak kalah lahapnya. Sepertinya, perdebatan tadi membuat kedua makhluk ini kelaparan.

“Apu tipak tapu kapau kau cumpuhan gulu…” ujar Jaejoong tidak jelas. Bagaimana bisa bicara sambil makan begitu. Tentu saja bicaranya menjadi aneh dan tidak jelas. Jaejoong menenggak air putih yang ada dihadapannya. “Aku tidak tahu kalau kau sungguh-sungguh seorang guru, kau tidak terlihat seperti guru.” Ulang Jaejoong, kali ini lebih jelas.

“Aku tidak peduli kau percaya atau tidak, yang penting aku mau setelah makan ramen kau cepat pulang.” Kata Yunho sadis.

Wae?”

“Aku tidak mau disangka pedofil karena membiarkan laki-laki labil tinggal serumah denganku.” Jawab Yunho lempeng. “Lagipula, sudah pasti orang tuamu akan mencarimu. Aku juga tidak mau disangka penculik.”

“Kau benar.”

“Jadi, kau akan pulang?”

“Tentu saja tidak.” Kali ini Jaejoong menjawabnya dengan lempeng. Rasanya Yunho mau melemper seluruh barang-barangnya ke wajah Jaejoong. Pria bermanik musang itu benar-benar murka mendengar jawaban Jaejoong.

What the… hell!”
~oOo~
TO BE CONTINUED

Tidak ada komentar:

Posting Komentar