Minggu, 07 April 2013

FF YUNJAE : Destiny? #3

Destiny? © KENzeira
Rate : T
-:-:-:-:-
Chapter 3 : A Regret
Happy Reading
~oOo~

“Seon Hee, kau masih membenciku?”

o-o-o-o-o

Seon Hee termenung sendiri setelah mendengar pertanyaan yang dilontarkan Yunho padanya. Apakah ia masih membenci Yunho? Memangnya sejak kapan Seon Hee memproklamirkan pernyataan bahwa ia membenci Yunho?

“Yunho, aku tidak pernah membencimu…” ucap Seon Hee. Yunho tidak yakin apa yang diucapkan wanita di hadapannya ini sungguh-sungguh atau tidak. Bahkan Seon Hee sendiri merasa tidak yakin ia tidak pernah membenci Yunho.

“Aku tidak tahu benar atau tidak. Yang pasti aku merasa kau sedang berbohong.” Kata Yunho. Kini Seon Hee semakin merasa tidak yakin dengan kalimat yang diucapkannya barusan.

“Lupakan saja. Yang jelas saat ini aku sedang tidak membencimu. Jangan katakan pada Jaejoong kalau kau mengenalku.” Tutur Seon Hee mantap. Baru saja Yunho hendak bertanya, tiba-tiba Jaejoong sudah ada di belakang sambil memasang wajah yang sulit di artikan.

“Lihat, ponselku mati ‘kan? Jadi, aku tidak berbohong.” Ujar Jaejoong polos sambil menunjukkan ponselnya yang lowbat. Sang kakak hanya tersenyum kecil.

“Ya, aku percaya. Nah, ayo kita pulang. Umma pasti sudah kelabakan mencari kemana dua anaknya pergi.” Ajak Seon Hee sambil mengulurkan tangannya ke arah Jaejoong. Laki-laki dengan mata doe besar itu menyambut uluran tangan kakaknya lalu melangkah menuju keluar rumah Yunho.

Sebelum masuk ke dalam mobil, Jaejoong sempat melambaikan tangannya pada Yunho. Membuat pria akhir 20-an itu tersenyum sambil membalas lambaian tangan Jaejoong.

Mendadak ia mendapat ide yang bisa dibilang bagus sekaligus gila untuk memperbaiki hubungannya dengan kedua orang tuanya. Selama seperkian menit Yunho masih mempertahankan senyumannya, mendadak demamnya hilang.

o-o-o-o-o

Kim Jaejoong merebahkan tubuhnya di kasur, kedua mata besar itu memandang langit-langit kamarnya. Ada sesuatu yang menyusup rongga dadanya. Perasaan yang hangat. Entah sejak kapan hubungannya dengan sang umma membaik, yang pasti semuanya terjadi begitu saja.

Padahal, ketika Jaejoong memutuskan untuk bersekolah di luar negeri ia amat membenci ibunya. Ibunya yang dengan seenaknya menjodohkan Seon Hee, sang kakak tercinta, dengan laki-laki yang tidak jelas juntrungannya. Waktu itu Jaejoong sangat tersiksa melihat Kim Seon Hee tak berhenti menangis karena tidak ingin menikah dengan laki-laki pilihan umma.

Akhirnya laki-laki yang saat itu masih berusia 15 tahun itu memutuskan untuk melanjutkan Senior High School-nya di Amerika. Awalnya tentu saja di tolak mentah-mentah oleh ayah maupun ibunya. Tapi, tekad Jaejoong sudah bulat dan ia mengancam tidak akan meneruskan sekolah lagi jika bukan di Amerika.

Sebagai keluarga yang terpandang, ayahnya tentu saja tidak ingin hal itu sampai terjadi. Ayahnya tahu betul watak anak bungsunya yang keras kepala. Dengan berat hati, ayahnya mengizinkan Jaejoong bersekolah di Amerika.

Hingga tak sampai satu tahun, Seon Hee mangabari Kim Jaejoong bahwa ia sudah bercerai dengan pria pilihan ibunya itu. Alasannya sederhana, tidak cocok dan sering cekcok. Merasa ada kesempatan untuk kembali ke Korea dan menemukan wajah sang kakak kembali ceria, Jaejoong merengek minta di pulangkan ke kampung halaman.

Dan di sinilah ia sekarang.

Ibunya berubah menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya. Lebih memperhatikan kemauan kedua anaknya daripada ambisinya. Secara tidak langsung, Nyonya Kim mengakui bahwa tindakannya waktu itu salah. Ia membuat anak perempuannya sendiri menderita. Dan sekarang Jaejoong menyadari kalau ibunya itu sedang memperbaiki kesalahannya di masalalu.

Jaejoong merasa perasaan hangat itu sangat membuatnya nyaman. Ia tak pernah membayangkan sebelumnya kalau keluarganya akan kembali harmonis seperti sedia kala.

Tapi, bukankah ini adalah awal dari masalah baru?

Kim Jaejoong tak menyadari kalau ini bukanlah klimaks dari kisah keharmonisan keluarganya.

~oOo~

Destiny?
KENzeira

~oOo~

“Yaak!! Apa yang kau lakukan, bocah labil?!” kata Yunho ketus sambil mencoba menyingkirkan lengan Jaejoong yang menarik-narik lengannya.

“Ayo kita makan di kantiiin~” rengek Jaejoong. Yunho mendesah pelan. Sejak ia menolong Jaejoong, laki-laki dengan sifat kekanakan itu tidak berhenti mengganggunya. Jaejoong selalu mengikutinya kalau bel istirahat sudah berbunyi, kemanapun – bahkan ke WC.

“Aku sudah kenyang!”

“Tapi aku lapaaar~”

“Aku tidak peduli!”

Dan inilah yang sangat tidak ingin dilihat Yunho. Wajah Jaejoong yang cemberut dengan bibir yang mengkerut. Dan oh, jangan lupakan sorot matanya yang seperti tanpa dosa itu. Jujur saja, Yunho merasa kalah kalau Jaejoong sudah menunjukkan wajah seperti sekarang.

“Tch! Baiklaaah!”

Dan seketika itu wajah Jaejoong berubah cerah.

.
.
.

“Aku tidak percaya jika saat ini aku sedang di perintah-perintah oleh remaja yang usianya jauh di bawahku.” Yunho mengumpat, mata musangnya tak beralih dari remaja yang tengah makan ramen instan di hadapannya. “Dan jangan lupakan kalau remaja itu adalah siswaku sendiri.” Lanjutnya.

Jaejoong memasang wajah innocent sambil mengunyah ramennya.

“Aku yakin sampai saat ini kau belum menikah karena kata-katamu yang selalu sadis itu.” Celetuk Jaejoong membuat Yunho memberikan tatapan deathglare-nya. Dengan polosnya, Jaejoong kembali melanjutkan makan.

“Orang yang mengatai orang sadis itu lebih sadis!” cetus Yunho. Perlu waktu bagi Jaejoong untuk mencerna apa maksud dari kalimat Yunho.

“Oh? Aku lebih sadis? Kedengarannya itu menarik. Orang sadis dengan orang sadis, cocok sekali. Pacaran yuk!” seperti biasa, Jaejoong mengatakan itu dengan wajah tanpa dosanya. Meski tidak sedang minum ataupun makan, entah kenapa Yunho terbatuk-batuk mendengar kalimat Jaejoong.

“Omooo! Dasar bocah labil! Apa kau tidak tahu kalau kalimatmu itu akan mengandung banyak kontroversi?! Aku ingin kau menarik kembali kalimat bodohmu tadi.” Cetus Yunho. Kedua tangannya di lipat di depan dada.

“Tidak mau! Aku tidak peduli, pokoknya kau harus jadi kekasihku, takdirku!” Jaejoong tak kalah cetus. Siswa-siswi yang berlalu-lalang di kantin menoleh demi mendapati siapa yang berkata heroik barusan. Setelah itu, mereka saling berbisik sambil memandang ke arah Yunho dan Jaejoong.

Sebagai guru matematika yang di cap killer, Yunho merasa ingin mati saat itu juga. Harga dirinya sudah jatuh sejatuh-jatuhnya. Jung Yunho merasa heran sendiri, jika siswa-siswi lain yang di marahinya pasti ketakutan. Tapi, berbeda dengan Jaejoong. Laki-laki berwajah cantik itu justru semakin menantangnya.

“Sepertinya aku harus membeli lem perekat.” Gumam Yunho sambil memandang ke arah lain selain Jaejoong. Laki-laki berwajah cantik itu memasang wajah bingung.

“Untuk apa?”

“Menutup mulutmu!” jawab Yunho sadis. Tapi, rupanya kebiasaan Jaejoong yang suka mempoutkan bibirnya ketika kesal atau kecewa tidak terjadi saat ini.

“Aku rasa kau tidak perlu membeli lem perekat, guru jelek.”

“Kenapa?”

“Kau bisa tutup mulutku dengan mulutmu.” Celetuk Jaejoong. Rasanya wajah Yunho sudah sangat merah – bukan karena malu, tapi karena marah. Astaga! Bagaimana bisa seorang bocah yang baru hidup 17 tahun berbicara seperti itu pada guru matematika di sekolahnya?!

“Kau akan menyesal jika aku benar-benar melakukannya!” tegas Yunho sambil berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Jaejoong. Ceritanya Yunho lagi ngambek. Jaejoong kelabakan ketika Yunho tiba-tiba meninggalkannya, ia ingin mengejar tapi ramennya belum habis. Akhirnya Jaejoong meneguk minumannya sampai tandas lalu mengejar Yunho.

“HEY! KAU BELUM BAYAR!”

“Ohhh… itu, orang itu yang akan membayarnya!” teriak Jaejoong sambil menunjuk laki-laki berkaca mata yang tengah menyesap minumannya. Laki-laki yang tidak diketahui namanya itu langsung tersendak, ia ingin marah tapi Jaejoong keburu kabur. Demi Tuhan, Jaejoong tak mengenali laki-laki barusan yang di tunjuknya.

-:-:-:-

“Tch! Bagaimana bisa bocah itu bicara seenaknya?! Kenapa pula aku jadi merasa berdebar seperti ini?! Shit!” Yunho marah-marah sendiri di toilet pria sambil memandang wajahnya di pantulan kaca.

“Oh? Disini kau rupanya.” Kata Jaejoong sambil memasang wajah innocent-nya seperti biasa. Jung Yunho ingin di telan Tsunami saat itu juga. Yunho memalingkan wajahnya ketika Jaejoong membuka resleting celana seragamnya. “Aku lelah mencarimu, aku jadi ingin pipis.” Celetuk Jaejoong tanpa ditanya. Dan terdengarlah suara seperti air sanyo yang mengalir.

‘Aneh sekali, kenapa aku jadi seperti ini?!’ tanya Yunho pada dirinya sendiri dalam hati, seperti orang bodoh. Yunho tak mengerti kenapa ia memalingkan wajahnya dari Jaejoong, ada sesuatu yang menggelitik di bagian perutnya dan menjalar ke seluruh tubuhnya. Mendadak tangan Yunho menjadi dingin – tidak, nyaris seluruh tubuhnya menjadi dingin.

“Eh? Ada apa denganmu, guru jelek?” tanya Jaejoong setelah selesai meresletingkan kembali celananya. Yunho menggeleng pelan, tapi wajahnya tetap tidak menghadap Jaejoong. Karena penasaran, Jaejoong menyentuh bahu Yunho dan sukses membuat guru matematika itu kaget.

“Yaak!! Kau mengagetkan saja!” cetus Yunho lalu melangkah meninggalkan toilet. Kim Jaejoong menggaruk-garuk tengkuknya, ia tidak tahu apa yang membuat Yunho sampai kaget seperti itu, padahal ia hanya menyentuh bahunya.

Merasa tidak mendapat jawaban, Jaejoong melirik jam tangannya dan melangkah menuju kelas. Sebentar lagi bel masuk akan berbunyi dan ia tentu saja harus segera kembali.

.
.
.

“Apa yang sedang kau tulis, Su-ie?” tanya Jaejoong ketika ia melihat Kim Junsu tengah sibuk menulis di buku catatannya.

“Pabbo! Kemana saja kau?! Memangnya kau tidak ingat sekarang ada tugas matematika?! Kau akan bermimpi buruk selamanya jika kau tidak mengerjakan tugasmu!” cerocos Junsu tanpa memalingkan wajahnya dari buku yang tengah di conteknya.

“Aku rasa Guru Park sangat baik padaku, aku yakin ia tidak akan menghukumku.” Ujar Jaejoong seenak jidatnya. Di Shin Ki High School terdapat 3 guru matematika. Tiap tingkatan kelas berbeda guru. Seperti guru kelas satu, maka gurunya adalah Guru Lee, sedangkan untuk kelas dua – kelas Jaejoong, gurunya adalah Guru Park, dan yang terakhir, kelas tiga tentu saja di pegang oleh Guru Jung alias Jung Yunho. Atau guru jelek, panggilan Jaejoong untuk guru matematika yang satu itu.

Kim Jaejoong sadar betul bahwa Yunho bukan pria yang jelek. Justru ia sangat tampan dan manly. Tapi, karena menurut Jaejoong pribadi, panggilan ‘guru jelek’ adalah panggilan yang manis. Meski panggilan ‘bocah labil’ dari Yunho untuk Jaejoong sama sekali tidak manis, begitulah pikir Jaejoong.

Laki-laki dengan marga Kim tersebut kembali melirik arlojinya. Lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.

“Su-ie, aku ingin memcopy-paste tugas matematika yang sedang kau contek itu. Boleh tidak?” tanya Jaejoong. Hey! Jaejoong bukanlah siswa yang cerdas seperti Shikamaru Nara dalam anime Naruto maupun Light Yagami dalam anime Death Note. Jaejoong bisa di samakan dengan Gintoki Sakata dalam anime Gintama. Sama sekali tidak cerdas dan tentu saja sangat malas.

“Ya, cepatlah sebelum Guru Park datang!” meski buku yang di contek Junsu adalah milik Yoochun, tapi laki-laki yang memiliki suara seperti lumba-lumba itu – Junsu, memperbolehkan Kim Jaejoong ikut mencontek jawaban Yoochun.

Kim Junsu bukan laki-laki yang ketus dan galak seperti Yunho, Junsu bahkan kebalikannya. Meski tak ada hubungannya sama sekali dengan Yunho, Jaejoong tetap membanding-bandingkan Junsu dengan Yunho. 

Kim Junsu, 17 tahun, memiliki suara yang khas layaknya lumba-lumba. Salah satu rahasianya adalah, Junsu sering mendengkur ketika tidur. Jaejoong tahu betul itu, karena Kim Junsu tak lain adalah sepupunya sendiri dan tak jarang menghabiskan waktu bersama Jaejoong.

Rahasia Junsu yang lainnya adalah…

Diam-diam dia memiliki hubungan ‘khusus’ dengan sang Ketua Kelas – Yoochun, laki-laki berpengawakan cukup tinggi dengan tampang mirip ahjussi. Meski hubungan sesama jenis di Korea masih terdengar tabu, pasangan YooSu itu tidak peduli. Tapi, tentu saja jika di kelas mereka tidak akan menunjukkan kemesraannya secara terang-terangan.

Dari mana Jaejoong tahu soal itu? Tentu saja dari mulut sang Uke – Junsu.

Tidak seperti Yoochun dan Junsu, Jaejoong justru sangat ingin memperlihatkan pada dunia bahwa Yunho adalah takdirnya. Tidak boleh ada yang menggoda Yunho selain dirinya. Dan Jaejoong sangat ingin memproteksi Yunho dari jangkauan tangan-tangan perempuan grepe-grepe yang menjadi fans Yunho di Shin Ki High School. 

Meski usianya hampir menginjak 30, tidak menjadi alasan bagi para yeoja genit untuk tidak mengagumi Yunho. Mereka selalu berharap menjadi istri sang guru matematika tersebut. Harapan yang bodoh, begitulah pikir Jaejoong. Karena bagaimanapun, Yunho sudah di gariskan untuk menjadi takdir Jaejoong. Hanya Jaejoong.

Dan jangan lupakan untuk berpikir bahwa pemikiran Jaejoong lebih bodoh daripada harapan para yeoja genit itu, begitulah pikir Author.

~oOo~

Destiny?
KENzeira

~oOo~

Kim Jaejoong berguling-guling tidak nyaman di ranjang Junsu. Sepupunya itu tengah anteng mambaca komik yaoi yang kemarin dibelinya. Jaejoong tak mengerti, apa serunya membaca cerita seperti itu. Ia berpikir akan lebih seru kalau ia sendiri yang mengalami apa yang ada di cerita bergambar tersebut.

Akhirnya dengan jahil, Jaejoong mengintip di balik punggung Junsu. Mencoba melihat bagian mana yang Junsu baca.

“MWO?!” Rasanya Jaejoong nyaris terjungkal ke belakang ketika melihat gambar yang ada di komik itu. Junsu pervert!

“Yaak! Kau ini kenapa, Joongie?! Mengagetkan saja!” cetus Junsu lalu kembali membaca komik yaoi-nya. Jaejoong memegang dadanya yang berdetak tidak beraturan. Astaga! Jaejoong tidak tahu sama sekali kalau hubungan sesama jenis itu ada seperti ‘itu’nya. Ia tak bisa membayangkan jika ia sendiri yang mengalami hal itu. Diserang dan pasrah di ranjang. Ffffttt… vulgar sekali!

“Omooo! Su-ie, sejak kapan kau menjadi semesum ini?! Itu komik dewasa, pabbo! Lagipula apa itu?! Hole-nya…, astaga!” cerocos Jaejoong sambil menggoyang-goyangkan bahu Junsu.

“Berhentilah berkicau, baka! Kau mengganggu saja, hushh pulang sana!” ujar Junsu mengusir Jaejoong layaknya mengusir anak ayam.

“Su-ie, kau jahat sekali padaku.” Lirih Jaejoong.

“Joongie, sebenarnya apa yang ada di pikiranmu, he?”

“Seharusnya aku yang bertanya begitu, Su-ie. Ada apa di pikiranmu? Bagaimana bisa kau membaca yang seperti itu sedangkan usiamu belum menginjak delapan belas?”

“Aku hanya membacanya, aku tidak melakukannya. Setidaknya aku bersiap-siap sebelum melakukannya. Kau tahu? Akhir-akhir ini Yoochunnie-ku jadi mesum.” Jelas Junsu tanpa menyadari apa yang terjadi dalam otak polos Jaejoong. Semuanya terasa berputar-putar, lebih pusing di banding menaiki komidi putar.

“M-mwo? Bersiap-siap? Kau yakin kau bisa, Su-ie? Apa kau tidak takut hole-mu robek?” tanya Jaejoong polos – tidak, justru terdengar vulgar di telinga Junsu.

“Mungkin memang akan robek…”

“Mungkin?”

“Ya, kalau kau ingin tahu coba saja dengan guru matematika itu.”

“ANIYO! Aku tidak akan mau melakukannya!” Jaejoong mendadak histeris. Kedua matanya mengerjap-ngerjap dengan kepala menggeleng-geleng. Mencoba mengusir bayangan mesum di otak polosnya. Junsu terkikik geli melihat tingkah sepupunya. Mendadak mendapat ide, Junsu sengaja memperlihatkan komiknya pada Jaejoong tepat di bagian NC-nya. Dan tada! 

‘Brukk!’

Jaejoong sukses terjungkal dari ranjang Junsu.

“ADWAE!!” teriak Jaejoong. Bokongnya terasa sakit terbentur lantai, laki-laki berusia 17 tahun itu meringis kesakitan. Sedangkan si pemilik kamar tertawa menggelegar.

-:-:-:-

“Apa yang sedang kau lihat, noona?” tanya Jaejoong sambil mengintip di balik punggung sang kakak. Seon Hee kaget dan secepat kilat menutup album foto yang sejak tadi dipandanginya itu.
“Bukan apa-apa,”

“Lalu itu apa?” Jaejoong menunjuk ke arah mini album yang di pegang kakaknya. “Bukankah itu album foto?”

“Ya, ini memang album foto…”

“Aku ingin melihatnya.” Pinta Jaejoong sambil mencoba mengambil album foto itu di tangan Seon Hee. Tapi, dengan sigap wanita berusia 27 tahun itu manjauhkan tangan adiknya dari album foto tersebut.

“Tidak boleh!”

“Ya! Aku ingin melihatnya!” rengek remaja labil itu.

“Kalau kau melihat album foto ini, kau benar-benar membuat noona kecewa, Jae.” Lirih Seon Hee, matanya memohon pada Jaejoong agar adik bungsunya itu tidak membantah. Sang pemilik bibir kissable semerah cherry itu mem-pout, ia tidak membantah tapi tetap saja ia ingin melihatnya.

“Kalau begitu, katakan padaku, foto siapa yang ada dalam album itu?”

“Itu…”

“Oh, ayolah, noona. Kau membuat adikmu sendiri penasaran setengah mati.” Lagi-lagi Jaejoong merengek. Seperti bocah yang minta dibelikan permen.

“Itu foto orang yang tak boleh disebut namanya.” Jawab Seon Hee dan sukses membuat Jaejoong bingung.
“Aku tidak mengerti.”

“Foto mantan suamiku…” lirih Seon Hee. Melihat perubahan di wajah kakaknya, Jaejoong jadi merasa bersalah sudah menanyakan hal itu. Ia tahu betul bahwa kakak perempuannya itu sangat benci jika membicarakan masa lalunya tentang perjodohan.

“Mianhae, noona. Tak seharusnya aku menanyakan itu padamu. Sudah, jangan berwajah sedih lagi, ne?” ujar Jaejoong mencoba menghibur kakaknya. Sepertinya tidak berhasil karena sang kakak masih memasang wajah yang sendu. Tentu saja membuat Jaejoong semakin merasa bersalah.

“Tak apa, Jae…”

“Aku bersumpah, tak akan memaafkan pria brengsek itu! Aku akan membuatnya menderita sama seperti ketika dia membuat noona menderita!” 

“JAEJOONG!” 

Kim Jaejoong terdiam ketika tiba-tiba kakaknya membentak. Apa yang salah dalam ucapannya? Kini wajah sendu Seon Hee berubah menjadi marah. Entah apa sebabnya.

“W-waeyo? Kenapa kau membentakku?”

“Berhentilah bersumpah, Jae. Demi Tuhan kau tak boleh berkata seperti itu. Kau akan menyesal. Sekarang keluarlah dari kamarku…” kata Seon Hee tegas. Jaejoong memandang sang kakak yang mengalihkan pandangannya pada objek lain. Ada rasa bingung yang berkecamuk di benaknya ketika melihat ekspresi kakaknya. Tapi, tak mau membuat masalah lebih besar akhirnya Jaejoong keluar dari kamar Seon Hee.
Sebelum menutup pintu, laki-laki dengan mata doe besar itu berkata –

“Maafkan aku…”

Dan yang terakhir Jaejoong lihat adalah bahu Seon Hee yang berguncang. Wanita itu menangis.

o-o-o-o-o

Jung Yunho menggaruk-garuk tengkuknya. Ia tengah memeriksa jawaban-jawaban siswa-siswinya di depan televisi. Terkadang ia tertawa sendiri melihat betapa uniknya jawaban yang tertulis di soal ulangan yang dibuatnya itu. Benar-benar jawaban yang ngasal.

“Dari sepuluh soal, anak ini hanya menjawab empat? Astaga!” gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan mata yang melihat kertas ulangan itu. Ia tidak mengerti, padahal selama ini ia merasa sudah mengerahkan kemampuannya dalam mengajar, tapi siswa-siswi itu tetap tidak mengerti.

Yunho meregangkan otot-ototnya setelah semuanya sudah diperiksa. Dari total 30 siswa, yang lulus hanya sepuluh. Mengejutkan.

“Kau pasti lelah ya, guru jelek.”

Pria bermanik musang itu tahu betul siapa yang mengatakan itu. Dari suaranya dan kata ‘guru jelek’ yang diucapkannya. 

“Sejak kapan kau ada di situ?” tanya Yunho tanpa mengalihkan matanya dari tumpukan kertas ulangan. Jaejoong melangkah mendekati guru matematika itu dan duduk di sebelahnya.

“Sejak pertama kau memeriksa kertas-kertas itu.” Jawabnya.

“Mwo? Jadi kau tahu kalau…”

“Ya, aku tahu ketika pantatmu itu berbunyi. Kau kentut dua kali.” Celetuk Jaejoong polos. Yunho menutup wajahnya sendiri dengan tangan kanannya. Itu sangat memalukan! Dan bahkan Yunho berani bertaruh, ini lebih memalukan daripada memakai celana dalam di kepala!

“Aishhh…” dan Yunho pun mengacak-ngacak rambutnya frustasi. Ia lupa tidak menutup pintunya tadi. Ia lupa kalau Jaejoong sering datang tiba-tiba.

“Oh? Kau malu ya, guru jelek?”

“Ya! Tentu saja! Kenapa kau selalu saja datang kesini dengan tiba-tiba?! Seharusnya kau mengetuk pintu dulu, pabbo!” cetus Yunho.

“Mwo? Kenapa harus mengetuk pintu? Rumahmu sudah seperti rumahku – ah, tidak, bagiku rumahmu adalah rumahku.” Ujar Jaejoong seenak jidatnya. Rasanya wajah Yunho semakin memerah. Kalau tadi ia malu, sekarang ia marah.

“Sejak kapan aku bilang rumahku adalah rumahmu?! Aku bahkan tidak pernah berharap kau kemari dan mengganggu aktivitasku!” kata Yunho ketus. Bibir semerah cherry itu mengerut, tanda bahwa ia kecewa.

“Kau jahat sekali padaku. Padahal, aku hanya ingin membuatmu merasa tidak kesepian…” lirih Jaejoong. Pria bermarga Jung itu terdiam mendengar penuturan siswa tingkat dua itu. Ada suatu yang menyusup rongga dada Yunho, rasa bersalah.

“Mianhae, Jae. Aku hanya emosi. Banyak pekerjaan yang belum aku selesaikan.”

“Kalau begitu, izinkan aku membantumu. Aku bisa melakukan apapun yang mampu meringankan pekerjaanmu, walaupun itu tidak seberapa…”

“Baiklah,”

“Jinjja?” tanya Jaejoong, kedua mata besar yang indah itu berseri-seri membuat siapa saja tenggelam dalam keindahannya. Yunho sempat tak berkutik sampai akhirnya ia bisa mengendalikan diri. Dengan menarik sedikit ujung bibir berbentuk hatinya, Yunho tersenyum tipis sambil mengangguk.

Laki-laki dengan gaya rambut almond pirang itu terlihat bersemangat. Yunho bingung sendiri, padahal ia hanya memperbolehkan Jaejoong membantunya, tapi remaja labil itu terlihat sangat senang dan bersemangat. Mungkin kesenangan dan semangatnya mampu mengalahkan orang yang baru mendapat lotre satu milyar.
Tanpa Jaejoong sadari, Yunho tersenyum sangat lama saat memandangnya.

~oOo~

Destiny?
KENzeira

~oOo~

Kim Seon Hee marapatkan mantel bulunya. Sepasang mata kecil itu tak beralih dari pria yang amat dikenalnya. Jung Yunho.

“Aku tidak ingin kau mengecewakan adikku.” Kalimat itu keluar dari bibir mungil Seon Hee.

“Aku tidak berniat mengecewakannya.” Jawab Yunho, kedua mata musang itu melihat anak-anak kecil yang tengah asyik bermain di ayunan. Saat ini Seon Hee dan Yunho sedang berada di taman.

“Jadi, kau serius menyukai adikku?”

“Aku tidak pernah bilang seperti itu.”

“Lalu apa?” tanya Seon Hee. Wanita itu sama sekali tidak mengerti jalan pikiran Yunho. Pria itu sangat sulit ditebak.

“Aku tidak serius padanya. Lagipula, dia yang menempel padaku – bukan aku.”

“Apa? Jadi, kenapa selama ini kau masih baik padanya? Aku yakin Jaejoong menyukaimu.”

“Aku baik padanya karena dia adalah adikmu. Aku menghargainya. Kalau aku tidak menghargainya, bukankah itu sama dengan aku tidak menghargaimu… lagi?” tutur Yunho, kalimatnya sempat menggantung sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menambahkan kata ‘lagi’ di ujung kalimatnya.

“Kalau kau berbuat seperti itu, kau lebih tidak menghargaiku. Kau tahu? Jaejoong adalah adik yang paling aku sayang di dunia ini. Aku tidak akan membiarkan ia kecewa apalagi terluka hanya karena orang egois sepertimu. Aku akan melakukan apapun untuk merebut Jaejoong darimu sebelum kau benar-benar membuatnya menangis.” Kata Seon Hee. Ada amarah dalam tiap kalimat yang dikatakannya. Yunho menarik sedikit ujung bibirnya.

“Silahkan, dan berlututlah di bawah kakiku kalau kau tidak bisa membuat Jaejoong pergi dariku.”
“Kau pikir aku takut, huh?”

“Tidak sama sekali. Tapi, aku yakin kau akan takut apabila aku berkata tidak akan membiarkan Jaejoong lepas dariku. Bukankah begitu?” rasanya kalimat Yunho sangat terdengar sinis di telinga Seon Hee.
“Aku ingin kau tidak mengikatnya!”

“Aku tidak akan melakukan itu. Bawa kembali adikmu, aku tidak tahan dengan sifatnya yang kekanakan.”

Setelah pertemuannya dengan Seon Hee, Yunho tahu kalau ia menyesal sudah mengatakan hal yang sedemikian sadis itu. Ia belum bisa membayangkan rumahnya akan kembali sepi tanpa Jaejoong.
Sejak saat itu, Jung Yunho memfonis dirinya sendiri sebagai makhluk paling bodoh di dunia.
.
.
.
~ Te Be Ce ~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar