RAINDROPS ONCE
MORE
[빗방울이 한 번 더]
·
Casts
:
-
Cho Kyu Hyun
-
Park Sung Hye
-
Etc
·
Genre
: Hurt/Comfort and Romance
·
Rate
: PG-13
·
Disclaimer
: The plot is MINE. Please don’t copy and paste without my permission. Special
for everyone who’s always give me support. Hope you like it ;)
***
All Kyu Hyun’s Point of View
Enjoy, minna-san!
***
Mengetuk-ngetukkan jari.
Sekali lagi, aku menghela napas bosan. Kulihat arloji di
tangan kiriku yang sudah menunjukkan pukul lima sore, terlambat 30 menit dari
waktu perjanjian. Aku mulai gelisah. Takut sesuatu yang buruk terjadi dengan
sosok yang membuat janji itu, terlebih cuaca begitu terlihat murung. Rintik-rintik
kecil nampak berjatuhan.
Aku duduk dengan tidak nyaman. Berulang-kali aku mengubah
posisi. Sesekali dapat kulihat lirikan heran dari pelayan restoran, mungkin
karena aku hanya memesan satu minuman dan belum juga beranjak pergi ketika
minuman itu kini hanya tersisa sedotan.
Baru saja berpikir untuk pergi, sosok itu akhirnya
datang.
Rambut panjangnya sedikit basah karena terkena hujan. Dia
masuk ke dalam restoran dengan tergesa-gesa. Dan ketika dia melihatku,
kuputuskan untuk melukis senyum sembari melambaikan tangan. Dia merapikan
sejenak helaian rambutnya yang berantakan, lalu dia melangkah ke arahku secara
perlahan.
Aku masih tersenyum, tapi dia tidak.
Disimpannya tas slempangan yang ia bawa di atas meja,
kemudian dia duduk saling berhadapan denganku. Aku memperhatikannya. Dia masih
sama cantiknya dengan dia dua tahun lalu. Bedanya mungkin kali ini dia lebih
memperhatikan cara berpakaiannya, terlihat lebih mewah.
“Apa yang ingin kau pesan?” tanyaku.
“Tidak perlu, kurasa aku takkan berlama-lama.”
Aku mengangguk pelan. “Baiklah.”
“Apakah ada sesuatu yang penting yang hendak kaukerjakan
ketika aku membuat janji kemarin malam?”
Aku menggeleng. Sebenarnya ada. Aku sedang diburu waktu
untuk sesegera mungkin menyelesaikan manga-ku
sebelum deadline tiga hari lagi.
Tapi, mengingat seseorang yang mengajak janji itu adalah sesosok gadis di masa
lalu yang membuatku begitu merindu, akhirnya kuputuskan untuk menyetujuinya
bertemu.
“Kau tampak lebih kurus sekarang,” ujarnya. Pancaran mata
kecokelatan itu terlihat sedih. Entah dibuat-buat atau tidak, aku tidak tahu.
“Ah, ya, mungkin karena pekerjaanku sebagai mangaka membuat waktu istirahatku
sedikit. Aku jadi lebih banyak bergadang.”
“Seharusnya kau lebih mementingkan kesehatanmu daripada
pekerjaanmu. Bagaimana kalau penyakit maag-mu kambuh?”
Ah, dia memang selalu seperti ini. Memperhatikanku melebihi
diriku sendiri. Aku merasa masih memiliki kesempatan untuk memperbaiki
semuanya. “Aku sudah biasa mengatasinya sendiri sekarang. Kau tak perlu cemas.”
Aku menjawab.
Dia tampak bernapas lega. “Baguslah. Bagaimana hubunganmu
dengan Lee Hyo Jin?”
Aku mengerjap-ngerjapkan mata. Aku tak menyangka dia akan
bertanya soal itu. “Itu … sudah lama sekali aku berpisah dengannya.”
“Eh? Kenapa?”
Karena aku tidak bisa melenyapkan perasaanku padamu.
Ingin sekali rasanya aku mengatakan itu, tapi tentu saja aku tidak
mengatakannya. Ini adalah kali pertama kami berjumpa lagi setelah dua tahun saling
‘menghilangkan’ diri, jadi, tak mungkin aku merusak semuanya dengan kata-kata
yang terdengar konyol itu.
“Dia … dia tak sebaik yang kukira.”
Lee Hyo Jin tidak baik? Rasanya aku ingin menampar keras
pipiku sendiri. Bagaimana bisa aku mengatakan hal keji seperti itu? Ah … bahkan
Hyo Jin terlalu baik untukku. Aku memang bajingan. Menyedihkan.
“Kupikir dia gadis yang manis.”
Aku hanya tersenyum mendengarnya.
“Lalu, bagaimana setelah itu?” ia kembali bertanya.
“Aku tidak menjalin hubungan lagi sampai sekarang. Aku
tidak memiliki minat. Entahlah....”
Gadis di hadapanku ber’oh’ria. Lalu terdengar bunyi
ponsel. Dia segera meraih ponsel dalam tasnya, lalu mengetikkan sesuatu di
sana. Aku memandangnya takjub. Dia tak berubah, bahkan setelah aku menyakiti
hatinya. Mungkin jika aku ada di posisinya, aku akan menertawai orang yang
sudah menyakitiku yang ternyata masih memiliki perasaan padaku itu. Oh, aku
merasa seperti sedang menertawai diriku sendiri barusan. Konyol.
“Bagaimana perasaanmu padaku sekarang?”
“Eh?”
Dia tampak kaget dengan pertanyaanku. Aku tahu tak
seharusnya aku mengambil topik ini, mungkin hal itu membuatnya kembali teringat
dengan kebrengsekkanku di masa lalu.
Lama sekali. Lama sekali gadis itu membisu. Kenapa?
“Aku … aku tak ingin membahasnya.” Jawaban telak. Aku
merasa ngilu merayap masuk ke dalam hatiku. Berlebihan memang, tapi itulah yang
kurasakan ketika bibir itu menjawab demikian. Aku tahu … aku tahu dia sudah
melenyapkan perasaannya padaku.
Aku menundukkan kepala, mencoba menyembunyikan ekspresi
terluka di wajahku.
“Hey, Kyu Hyun ah,
ada hal yang ingin kusampaikan padamu, karena itulah aku membuat janji untuk
bertemu.”
“Apa itu?”
Dia tersenyum. Cantik sekali ciptaan-Mu itu, Tuhan. Ingin
sekali lagi aku mengecapnya, merasakan betapa candunya bibir merah muda itu.
Sepasang matanya … aku ingin sepasang mata itu yang pertama kulihat ketika pagi
hari, seperti dulu. Oh, betapa payahnya aku. Hanya seorang perempuan saja aku
tak bisa melupakannya. Payah! Payah!
Dia mencari-cari sesuatu dalam tasnya. Aku tidak tahu apa
yang kupikirkan, aku tidak tahu, sungguh. Tapi tangan kananku refleks menyentuh
pergelangan tangannya. Aku tidak tahu apa yang kulakukan. Yang kutahu, aku
terlihat idiot saat ini.
Lihatlah, sepasang manik cokelat itu memandangku heran. Aku
tidak berusaha untuk menyingkirkan genggaman tanganku di pergelangan tangannya.
Tampaknya ia juga tak berpikir untuk menyingkirkan tanganku.
Lama sekali kami saling bertatapan. Déjà vu. Aku merasa pernah melakukan ini sebelumnya. Jantungku
berdebar keras. Dua tahun tak berjumpa nyatanya tak mampu menghapus jejak-jejak
kecintaanku padanya.
Aku bertanya-tanya. Kenapa waktu itu aku melukainya?
Membuat air mata terurai membasahi pipinya? Kenapa aku harus menuruti nafsu
untuk terus dan terus merasakan betapa nikmatnya bercumbu dengan gadis lain?
Sudah tak terhitung aku mengkhianati kepercayaannya. Berulang-kali dia mencoba
untuk percaya lagi padaku, berulang-kali pula aku meruntuhkan kepercayaannya.
Brengsek sekali, kan?
Sampai suatu ketika, seorang gadis manis datang ke
kehidupanku. Ya, dia Lee Hyo Jin. Gadis berdarah biru yang mengancam akan bunuh
diri jika aku tak mau menjadi kekasihnya. Saat itu aku tak berpikir betapa
picik gadis itu, aku justru berpikir betapa menyenangkannya jika aku menjadi
kekasihnya. Dia putri tunggal dari sepasang suami istri yang kaya raya. Aku bisa
memanfaatkannya, kan?
Dan tentu saja, bayangan-bayangan menyenangkan itu tak
sebanding dengan penderitaan yang dirasakan olehnya. Dia begitu terluka karena
lagi-lagi aku mempermainkan perasaannya. Dia meninggalkanku malam itu, di
tengah hujan deras yang mengguyur kota. Aku bahkan tak berpikir kalau dia akan
kedinginan di luar sana, jutru aku tenggelam dalam kesenanganku sendiri.
Kita akan tahu betapa berartinya seseorang jika kita
sudah kehilangan orang itu. Klise. Tapi aku sendiri mengalaminya. Sesaat ketika
dia pergi, baru kusadari betapa berarti dia untukku. Lee Hyo Jin memang gadis
manis yang penurut, tapi hal itu tak sebanding dengannya yang selalu ada
untukku bahkan ketika aku berada di titik terlemahku.
Kenapa aku bodoh sekali? Dia begitu baik padaku, kerap
kali menyuguhiku dengan kasih sayang tulus. Dia memang sebatang kara, tapi dia
gadis tangguh yang mampu bertahan di dunia yang penuh kenistaan ini. Secara
materi mungkin dia kalah jauh dari Hyo Jin, tapi, kemurniannya tiada banding.
Namun aku malah membuatnya terluka seperti itu.
Brengsek sekali, kan? Sangat. Sangat brengsek.
“Cho Kyu Hyun ….”
Aku terperangah. Dia menggumamkan namaku dengan indah,
membuyarkan lamunanku tentang masa lalu. Aku tidak tahu sejak kapan, aku tidak
tahu. Yang kutahu, sepasang mata obsidianku menangkap jejak air mata di kedua
pipinya. Kenapa? Kenapa dia menangis?
“Hentikan,” lirihnya. Dia menyingkirkan tanganku yang
menggenggam pergelangannya. Sakit sekali rasanya ketika tanganku ditepis, sakit
sekali rasanya di bagian dadaku.
“A-aku ….” Aku tergeragap. Aku tidak tahu harus bagaimana
ketika mendapati seseorang menangis. Dulu, ketika dia menangis, aku akan
mengabaikannya. Tapi sekarang berbeda. Aku harus melakukan sesuatu. Apapun!
“Jangan katakan kalau kau masih—“
“Ya. Aku masih mencintaimu.” Aku memotongnya cepat.
Matanya membola sempurna. Lagi-lagi air mata meleleh di pipinya. Lagi-lagi aku
membuatnya menangis.
“Jangan, kumohon.” Dia memalingkan wajahnya.
“Kenapa?”
Dia terdiam. Tak lama setelah itu, tangannya kembali
meraih sesuatu dalam tasnya. Sesuatu yang paling tak ingin kulihat.
“Aku akan menikah. Itulah yang ingin kusampaikan.”
Sakit sekali. Jadi, seperti ini, ya, rasanya mendengar
seseorang yang kita cintai akan hidup bersama orang lain? Pantas saja malam itu
dia meninggalkanku, tak peduli dengan hujan yang berlomba-lomba terjatuh ke
permukaan tanah.
Dia berdiri. Aku ingin menahannya. Tapi aku merasa
tubuhku tak bisa digerakkan. Dia membungkukkan badannya dan sebuah kata
menyakitkan keluar dari bibir mungilnya.
“Selamat tinggal.”
Selamat tinggal? Kenapa selamat tinggal? Memangnya kita
takkan bertemu lagi? Setidaknya ucapkan sampai jumpa, kan? Kenapa selamat
tinggal? Kenapa? U-uh … kenapa aku menangis?
Dia berlalu. Dia pergi. Dia meninggalkanku.
Aku tersadar … jika aku bersikeras ingin bersamanya, tak
ubahnya aku berjalan di atas salju yang putih. Aku hanya akan mengotori
kemurniannya. Oh, menyedihkan sekali aku. Ke mana lagi aku harus pulang jika
bukan ke hatinya?
Aku akan membusuk seperti sampah. Memang itulah yang
pantas kudapat dari segala kebrengsekkanku. Tuhan memang tak pernah tidur
ternyata.
Aku tak peduli banyaknya pasang mata yang melihatku heran
karena aku menangis. Payah. Payah. Payah. Aku menangis hanya karena dia. Aku
seperti ini hanya karena dia. Aku dilukai oleh sosok yang dulu aku lukai.
Semoga laki-laki yang menikahimu takkan membuatmu
menangis seperti ketika aku membuatmu menangis. Semoga ia senantiasa menjaga
kepercayaanmu.
Maaf atas segala kebusukanku, Park Sung Hye.
** END **
FF ini adalah bentuk permintaan maafku karena belum
menyelesaikan The Avenger People. Semoga FF mutli-chapter itu bisa saya
rampungkan secepatnya :) Mind to comment and like, chingu? Thanks before <3
Saturday, November 16, 2013
5:42 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar