Kamis, 28 Juni 2012

YURI OH YURI (Cerpen)

Judul : YURI OH YURI
Tema : Cinta
Karya : Icha Zahra Octavianna

Revan menguap lebar. Sejenak ia diam, lalu menatap jam dinding. Pukul 05:10, masih pagi. Susah payah Revan memaksa tubuhnya untuk bangun dari tempat tidur. Dia masih amat mengantuk. Revan pun mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Setelah rapi, ia bergegas pergi ke ruang makan. Disana ada mama dan Nesha, adiknya yang sedang sarapan. Ia terlambat.
“Kakak, semalem kak Vea nelpon aku.” Kata Nesha. Revan mengangkat sebelah alisnya sambil terus mengunyah roti. “Kak Vea nanyain kakak tuh, katanya kenapa telponnya ga di jawab.” Lanjut Nesha tanpa diminta. Revan manggut-manggut.
“Kakak lagi berantem.” Kata Revan. Mama dan Nesha memandangi Revan bingung.  Apalagi Nesha, ia tak habis fikir kenapa kakaknya dan kak Vea selalu bertengkar. Padahal mereka pacaran, tapi tingkah mereka berdua seperti musuh saja. Sehari pun tak pernah tidak bertengkar.
Selesai sarapan Revan pun pamit kepada mamanya untuk pergi ke sekolah. Setiap hari Revan selalu pergi sekolah bersama Nesha. Saat ini Revan sudah kelas tiga SMA, sedangkan Nesha kelas satu SMA. Kakak beradik itu sekolah di sekolahan yang sama.
“Kakak ada masalah apalagi sih ama kak Vea? Heran deh, perasaan berantem mulu.” Kata Nesha ketika dalam perjalanan menuju sekolah.
“Tau deh, udah ya Nesha sayang, jangan bahas kak Vea lagi.” Jawab Revan sambil mengacak rambut adiknya itu. Nesha manyun, tapi sejurus kemudian wajahnya berubah menjadi cerah ketika melihat sahabatnya, Yuri. Revan memalingkan wajahnya. Entah kenapa ia merasa malu jika bertemu dengan sahabat adiknya itu. Mungkin karena kejadian waktu itu...
“Kenapa lo? Ga seneng ketemu gue?” cetus Yuri kepada Revan.
“Eh, nggak kok! Nesha, Yuri, kakak duluan ya!” jawab Revan mengelak. Dia pun berlari kecil meninggalkan Nesha dan Yuri. Yuri teratawa kecil.
“Kok ketawa? Lo ama kakak gue kenapa sih?” tanya Nesha penasaran. Yuri malah senyum-senyum ga jelas.
“Ada deh!”
***
Waktu itu...
Revan berjalan menunduk. Dia benci hari itu. Saat hendak pergi ke sebuah supermarket, ia tak sengaja melihat Vea sedang bergandengan tangan dengan seorang laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya. Ia ingin marah saat itu juga, tapi ia tau waktu itu bukan timing yang tepat untuk marah-marah. Karena waktu itu sangat ramai, ia tak mau menimbulkan masalah yang mengaharuskannya dibawa oleh satpam. Revan pun mengurungkan niatnya untuk pergi ke supermarket dan pergi pulang.
Tapi mungkin hari itu adalah hari sialnya. Karena dengan bodohnya berjalan tanpa melihat jalanan di depannya membuat ia menabrak tiang. Kepalanya sangat terasa pusing, dan ia mendengar suara tawa terbahak-bahak di seberang jalan. Ia menoleh ke arah suara itu, dan oh...! Yuri! Revan nyengir, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju rumah. Kali ini ia tidak menunduk. Ia tidak ingin bersikap bodoh lagi.
“DWARR!!!”
Revan hampir melompat dari tempat duduk saking kagetnya. Egi tertawa sambil menepuk-nepuk punggung Revan.
“Apaan sih lo, ngagetin mulu!” cetus Revan.
“Hahaha ya abis, daritadi gue liatin perasaan lo ngelamun mulu. Kenapa hey? Jangan mikirin utang, ga bakalan lunas kalo Cuma lo fikirin doang!” celetuk Egi.
“Enak aja! Gue kaga punya utang! Emang elo, Gi. Muka aja dapet kredit!” cetus Revan. Egi malah tertawa menyebalkan, tapi sedetik kemudian ia diam lalu kembali duduk manis. Ada guru.
***
Malam itu, Vea mengajak bertemu. Sebenarnya Revan malas, apalagi jika mengingat kejadian itu. Tapi rasa penasaran membuat ia mau menemui gadis itu. Vea bilang, ia ingin menyampaikan sesuatu. Penting.
“Aku pengen kita putus.” Kata Vea hampir tak terdengar. Tapi perkataan itu terdengar jelas oleh Revan. Seolah-olah Vea mengatakannya dengan berteriak. Kata-kata Vea sukses membuat Revan terdiam.
“K-kenapa, Ve?” tanya Revan kemudian.
“Laki-laki yang bersamaku waktu itu memang pacar baruku. Maaf. Tapi aku melakukan itu karena aku bosan dengan sikapmu yang ga pernah perhatian.” Kata-kata itu menggelegar bagai petir yang menghantam hati Revan. Ia amat kecewa dan sakit hati mendengarnya. Vea berdiri dari tempat duduknya. “Aku tidak bisa lama-lama. Aku harus pulang.” Kata Vea. Lalu ia beranjak pergi meninggalkan Revan di restoran tersebut.
Revan mengacak rambutnya sendiri. Nafasnya memburu. Ingin rasanya ia membanting semua yang ada di restoran ini. Tapi tentu ia tidak melakukan hal itu. Mendadak matanya melongo mendengar suara tawa terbahak lagi. Tak salah lagi, Yuri!
“Hai, lagi frustasi ya?” kata Yuri sambil duduk berhadapan dengan Revan. Revan mengernyit melihat wajah Yuri yang sepertinya sedang menahan untuk tidak tertawa. Ia memilih untuk tidak menjawab. “Hihihi, biasa aja kali!” tambah Yuri sambil menepuk Revan. Revan tetap diam. Ia merasa aneh, disaat adik-adik kelasnya menghormatinya sebagai anggota osis, tapi kenapa cewek yang ada di depannya ini selalu bersikap cuek dan..., tidak sopan!
“Oke-oke, gue tau lo lagi broken heart. Sorry. Gue bukan sengaja nguping, tapi sumpah, gue ga sengaja mendengar percakapan antara lo dan cewek tadi. Yasudah, selamat galau!” celetuk Yuri sambil ngeloyor pergi. Tanpa sadar senyuman kecil tersungging di bibir Revan ketika ia menatap punggung Yuri yang sedang berjalan menuju pintu keluar.
***
Satu minggu kemudian...
Revan sedang membuat teh hangat di dapur. Mendadak Nesha menghampirinya.
“Kakaaak...” kata Nesha manja, Revan hanya menoleh sambil mengangkat alis. Nesha senyum-senyum ga jelas yang membuat Revan bingung.
“Apa sih? Lagi seneng?” tanya Revan. Nesha mengangguk.
“Banget! Kakak tau ga kenapa?”
“Kenapa?” tanya Revan lagi lalu menyeruput teh hangatnya.
“Ternyata selama ini Yuri tuh naksir ama kakak!” celetuk Nesha. Revan terbatuk-batuk mendengarnya.
“Uhuk-uhuk! A-apa? Yuri naksir kakak?” kata Revan benar-benar tidak percaya. Nesha mengangguk mantap.
“Iyaa! Yuri bilang, kakak itu orang yang so keren, jaim, sekaligus bego. Aneh ya? Padahal anak-anak kelas satu pada naksir kakak karena kakak berwibawa dan emang keren. Tapi kok alasan Yuri beda?” cerocos Nesha. Revan melongo. Ia senang sekaligus sebel. Senang karena ternyata Yuri yang cuek dan tidak sopan itu bisa kepincut ama dia. Sebelnya karena ia dikatai so keren, jaim, dan juga bego. Alasan apa itu? Aneh sekali!
“Hah?”
“iiih kakaaak! Jangan pura-pura bego deh, atau jangan-jangan emang bego beneran?” celetuk Nesha. Revan nyengir. Ia tidak tau harus berekspresi seperti apa. “Oh iya kak, ntar malem kan malem minggu, aku pengen banget nonton bioskop. Kakak mau kan nganterin?” tambah Nesha. Revan garuk kepala.
“Iyaaa baweeel!” kata Revan akhirnya. Nesha melompat kegirangan.
***
“Mau nonton apa sih, Sha?” tanya Revan setengah sebal. Nesha tertawa kecil sambil melihat-lihat film yang dianggapnya menarik.  Daritadi Nesha hanya melihat-lihat tanpa memesan satu tiket pun. Dan itu sukses membuat Revan sebal.
“Ini! Aku pengen yang ini!” kata Nesha. Revan melirik lalu melongo.
“Nesha, film itu kan di puter jam delapan! Sekarang aja masih jam tujuh. Gimana sih kamu!” cetus Revan. Nesha manyun. Revan tak tega melihat adiknya sedih. Akhirnya... “Iya deh iyaaa!” tambah Revan. Nesha nyengir.
“Kak, aku mau ke toilet dulu.” Kata Nesha setelah memesan dua tiket. Ia pun bergegas pergi ke toilet. Revan menunggunya sambil duduk di tempat duduk yang tersedia.
Satu menit.. sepuluh menit.. dua puluh menit.. tiga puluh menit.. lima puluh menit.. Nesha belum kembali dari toilet! Astaga! Revan mencoba menghubunginya lewat telepon, tapi tidak aktif! Oh, sial. Kemana Nesha!?
“Kenapa lo? Kayak orang panik?” kata seseorang di belakangnya. Ia menoleh. Yuri!
“Eh kamu, Ri. Aku lagi nyari Nesha, katanya mau nonton tapi ke toilet dulu. Tapi sudah hampir satu jam Nesha belum kembalidari toilet. Kemana ya tuh anak. Bikin khawatir aja!” cerocos Revan. Yuri melongo.
“Nesha? Loh? Bukannya dia ngajakin gue nonton ya? Kok ngajak elo? Terus sekarang mana Nesha?” kata Yuri balik tanya. Mendadak mata Revan dan Yuri melotot.
“KITA DIJEBAK!!!” kata Yuri dan Revan secara bersamaan.
Revan garuk kepala bingung. Ia berfikir, sangat mubazir jika ia tidak menonton. Tiketnya sudah dibeli dan kini sedang ia pegang. Akhirnya Revan dan Yuri memutuskan untuk menonton berdua. Revan berjanji dalam hati, ia akan menyemburkan amarahnya pada adiknya itu setelah pulang nanti. Ia sangat malu karena harus menonton bioskop berdua bersama Yuri. Malu karena sepertinya ia juga menyukai Yuri sahabat adiknya itu. Oh, sial!
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaargghh!” teriak Yuri sambil mencengkram tangan Revan. Dan oh, yang lebih sialnya ternyata tiket yang dibelinya adalah tiket film horor! Nesha paling tahu kalo sahabatnya Yuri sangat takut nonton film horor.
Nesha, kamu sangat sukses! Gerutu Revan dalam hati. Ia melirik Yuri yang sedang bersembunyi di balik punggungnya. Deg! Hati Revan berdesir. Entah kenapa, Yuri terlihat manis ketika sedang takut. Tidak seperti biasanya, cuek, tidak sopan, sekaligus galak.
Tanpa sadar, Revan terus tersenyum menatap Yuri. Yang ditatap malah melongo bingung.
PLAKK!! Yuri mengepret tangan Revan. Revan terlonjak kaget.
“Apa’an sih?” cetus Revan.
“Elo yang apaan! Anteng banget ngeliatin gue. Lo fikir lucu? Gue.. gue emang takut film horor.” Kata Yuri. Revan tersenyum sekilas.
“Yaudah, ayo cengkram lagi tanganku.” Celetuk Revan. Yuri manyun. Baru kali ini ia melihat Yuri manyun. Sangat manis. Yuri memukul Revan pelan. Revan tertawa kecil, Yuri juga ikut tertawa kecil.
“Sssssttt!!!” kata seseorang di belakang tempat duduk mereka. Revan dan Yuri langsung diam, tapi kemudian nyengir bersama.
Nesha, kamu sangat sukses! Sukses membuat kakak mengurungkan niat untuk memarahi kamu ketika pulang nanti. Karena sepertinya acara menonton bioskop kali ini sangat menyenangkan dan begitu terkesan. Hmmm... kata Revan dalam hati.

TAMAT

Nama : Icha Zahra Octavianna
TTL : 07 Oktober 1996
Twitter : @ichaoctavianna
Facebook : http://www.facebook.com/#!/icha.z.oktaviana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar