Kamis, 28 Juni 2012

Sebuah cerpen berlatar di Jepang: LOVE UNDER THE STARLIGHT

Judul : LOVE UNDER THE STARLIGHT
Tema : Cinta, Keluarga.
Karya : Icha Zahra Octavianna

Aku tidak mengerti, kenapa laki-laki yang kini ada dihadapanku sangat menyebalkan. Namanya Soushiro Kuroki, anak pemilik rumah yang kini aku tumpangi. Sifatnya sangat membuatku jengkel, tapi aku harus bertahan agar aku bisa tetap tinggal dirumahnya, jika tidak, mungkin aku akan ditendang!
“Kau ini seorang gadis, tak sepantasnya kau malas-malasan!” kata Soushiro atau biasa aku panggil Sou. Saat ini aku, Sou, 1)Oji-san dan 2)Oba-san sedang sarapan 3)Oshizushi bersama. Hanya karena aku terlambat bangun, aku terus-terusan diceramahi Sou. 1)Oji-san = Paman, 2)Oba-san = Bibi *Dalam bahasa Jepang, 3)Oshizushi, makanan khas jepang, sushi yang ditekan.
“Iya-iyaa maaf.” Kataku dengan mimik muka sebal. Oba-san geleng-geleng kepala.
“Kalian ini, setiap pagi selalu saja bertengkar. Harusnya kalian itu akur.” Kata Oba-san. Oji-san manggut-manggut tanda menyetujui kata-kata Oba-san.
“Kami tidak bertengkar, ibu. Aku hanya memberi tahu anak ini agar lebih giat lagi.” Kata Sou sambil menatap padaku. Aku menjulingkan mata.
Selesai sarapan aku pergi ke sekolah. Sekolahku tak jauh dari rumah Oba-san, cukup jalan kaki. Begitupun Sou, dia sudah bekerja, tapi dia berangkat ke tempat kerjanya dengan menggunakan sepeda karena tempatnya lumayan jauh. Aku dengar dari cerita Oba-san, tamat SMU Sou tidak mau melanjutkan ke perguruan tinggi, ia lebih memilih untuk bekerja. Aku fikir, Sou ingin bekerja karena ia tidak mau menyusahkan orangtuanya, tapi ternyata aku salah. Oba-san bilang, Sou ingin bekerja karena ia malas untuk belajar. Aneh sekali.
Entah kenapa, aku dan Sou tidak pernah berboncengan menaiki sepedanya. Padahal kami satu arah. Mungkin karena Sou sangat membenciku. Ugh!
Sebenarnya kalau boleh memilih, aku ingin tinggal di apartmen saja ketimbang tinggal bersama Sou. Tapi apa daya, ayahku orang sibuk, ia selalu pergi keluar negeri untuk mengurusi pekerjaannya dan aku benci tinggal dirumah sendiri. Akhirnya ayah memintaku tinggal dirumah Oji-san, Oji-san adalah sahabat ayahku dari kecil. Aku ingin sekali menolak, tapi jika mengingat waktu itu ayah berkata...
“Ritsuka sayang, ayah tidak setuju jika kamu tinggal di apartment. Kamu tahu? Mungkin saja disana banyak orang jahat. Ayah tidak mau melihatmu ketakutan sendirian. Lebih baik kamu tinggal dirumah Oji-san, kamu juga sudah mengenal baik keluarga Oji-san, bukan? Kamu akan lebih aman jika tinggal bersama keluarga Oji-san selama ayah pergi. Ayah melakukan ini karena ayah sangat menyayangi kamu.” Kata ayah sambil mengelus-ngelus rambutku penuh kasih sayang. Sejak saat itu aku mulai berfikir, mungkin tinggal dirumah Oji-san memang lebih baik.
***
Bel istirahat berbunyi, tapi aku tidak berminat untuk pergi ke kantin. Rasanya aku ingin tidur saja. Huh!
“Hei Ritsuka, ada seseorang yang mencarimu. Dia keren sekali!” bisik Yui ditelingaku. Aku menoleh.
“Siapa?” tanyaku.
“Aku tidak tahu. Temui saja sana.” Kata Yui sambil menunjuk seorang laki-laki yang tengah berdiri di ambang pintu kelas. Aku tidak mengenalnya. Sepertinya memang keren. Akhirnya aku menemui laki-laki tersebut.
“Apa kau mencariku?” tanyaku, laki-laki tersebut menoleh dan tersenyum. Waw! Keren sekali. Sepertinya dia kelas tiga.
“Apa kau bernama Ritsuka Fujinami?” tanya laki-laki itu. Aku mengangguk. “Kau menjatuhkan ini.” Lanjut laki-laki tersebut sambil memberiku dompet. Oh, ya ampun! Kenapa aku tidak menyadari kalau dompetku terjatuh! Untung saja didalam dompetku ada kartu nama.
“Oh, aku sangat berterima kasih. Dompet ini begitu berharga untukku.” Kataku. Dia tersenyum membuatku terpana. Oh, ya ampun!
“Lain kali hati-hati. Oh iya, namaku Natsu Morishita. Aku kelas 12A.” Katanya sambil menjabat tanganku. Bahkan namanya pun keren. Aku tersenyum kikuk. Benar dugaanku, dia kelas tiga.
“Senang berkenalan denganmu Morishita.” Ujarku diakhiri senyum semanis mungkin. Dia balik tersenyum.
“Panggil saja aku Natsu. Ritsuka, apa kau sedang sibuk?”
“Ah, tidak juga.”
“Kalau begitu, maukah kau menemani aku pergi ke kantin?” aku melongo dibuatnya. Ramah sekali dia. “Aku tak ada teman, itupun jika kau bersedia.” Tambah Natsu sambil menatapku menunggu jawaban. Aku tersenyum dan tentu saja mengangguk.
Saat dikantin, aku dan Natsu makan snack kecil. Kami mengobrol banyak hal. Ternyata dia orang yang mudah akrab.
“Kenapa dompetmu itu begitu berharga?” tanya Natsu
“Emmm, mungkin karena dompet ini peninggalan terakhir dari ibuku sebelum ia meninggal. Saat itu aku masih sekolah menengah pertama kelas dua.” Jawabku.
“Oh, maaf.” Kata Natsu merasa menyesal telah menanyakan hal itu. Aku menggeleng cepat.
“Ahh tidak apa-apa. Boleh aku melanjutkan ceritaku?” Natsu mengangguk
“Tentu” jawabnya sambil tersenyum. Aku menarik nafas panjang.
“Waktu itu saat ibuku sepulang dari pusat perbelanjaan, ia membelikan aku dompet ini. Aku sangat senang. Tapi ibuku bersikukuh ingin kembali ke pusat perbelanjaan tersebut, dia bilang, pakaian yang baru dibelinya tertinggal disalah satu toko yang ia kunjungi disana. Dan apakah kau tahu apa yang menyebabkan ibuku meninggal dunia?” kataku. Natsu menggeleng. Aku melanjutkan bercerita. “Ibuku baru belajar menyetir, tragisnya dia mengalami kecelakaan. Ibuku sempat koma beberapa hari, tapi kemudian akhirnya ia meninggalkan aku dan juga ayahku. Aku sangat terpukul begitu juga ayahku.”
“Sepertinya kau sangat menyayangi ibumu.” Kata Natsu. aku tersenyum.
“Tentu saja. Makanya terima kasih telah mengembalikan dompet ini.”
 “Sebagai imbalannya, pulang sekolah kau harus mau menemaniku ke 1)Nakanoshima Park.” Kata Natsu diakhiri kerlingan jahil. Aku tertawa dibuatnya. 1)Nakanoshima Park, sebuah taman di Osaka, Jepang.
“Baiklah.” Jawabku. Tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan dari Sou! Untuk apa dia mengirimi aku pesan!?
From : Soushiro
Pulang sekolah kau harus langsung pulang. Ada hal penting yang mau di bicarakan.
Aku mencibir menatap layar ponselku. Lalu aku mengetik dan membalas pesan dari Sou.
To : Soushiro
Aku tidak bisa. Bicaranya nanti saja setelah aku pulang.
“Kekasihmu?” tanya Natsu. aku menggeleng cepat.
“Bukan! Dia..., dia hanya sepupuku. Ahaha iya, dia sepupuku.” Jawabku berbohong. Natsu membulatkan bibir membentuk huruf O.
***
Pulang sekolah aku sudah ditunggu Natsu di depan pintu kelasku. Entah kenapa, aku sangat senang bisa mengenal Natsu. Sepertinya aku menyukainya. Aku dan Natsu berjalan berdampingan melewati tiap koridor sekolah. Mendadak mataku melotot kaget setelah melihat siapa yang ada didepan gerbang sekolah dengan sepedanya. Sou! Oh, ya ampun!
Dengan gayanya yang menyebalkan Sou menatapku tajam. Tangannya melipat didepan dada. Aduh! Apa dia tidak mengerti isi pesanku?
“Cepat pulang!” Kata Sou dengan nada dingin. Aku menatap Natsu, Natsu terlihat bingung. Kenapa Sou sangat menyebalkan? Tidak bisakah berbicara lebih sopan sedikit? Ugh!
“Emmm, Natsu. Maafkan aku. Sepertinya sekarang kita tidak jadi ke Nakanoshima Park. Akan aku usahakan besok pasti bisa.” Kataku penuh penyesalan. Natsu menatapku heran kemudian ia mengangguk.
“Tidak apa-apa. Tenang saja.” Kata Natsu. Selain keren, ternyata Natsu juga baik. Aku tersenyum dan meninggalkan Natsu. Kali ini aku berboncengan dengan Sou.
“Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku ketika sedang di perjalanan menuju rumah. Sou tidak langsung menjawab.
“Bukan aku yang ingin bicara, tapi ibuku.” Jawab Sou. Oba-san ingin bicara padaku? Bicara apa? Tumben sekali.
Setelah sampai didepan rumah, Sou berjalan dan aku membuntutinya dari belakang.
“Ibu aku pulang.” Kata Sou. Oba-san yang sedang menonton televisi menoleh dan tersenyum hangat ketika melihatku.
“Oba-san, apakah oba-san ingin berbicara sesuatu padaku?” tanyaku.
“Iya, Ritsuka. Duduklah dulu.” Jawab Oba-san sambil mempersilahkan aku duduk di sampingnya. Akupun menuruti perkataanya. “Apakah kau tahu? Oba-san sangat ingin mengunjungi 1)Osaka castle. Apakah kau mau menemani oba-san sore nanti?” kata oba-san. Aku tersenyum, ternyata itu yang ingin oba-san bicarakan. 1)Osaka Castle, taman aprikot di Osaka, Jepang.
“Tentu saja aku mau.” Jawabku sambil tersenyum. Oba-san ikut tersenyum lalu mengelus-ngelus rambutku. Rasanya senang sekali, berasa memiliki ibu lagi. Aku melirik Sou yang sedang memakan kue.
“Apa kau? melihatku seperti itu.” Cetus Sou. Aku mencibir.
“Hei, itu kue milikku!” kataku tak kalah cetus. Sou menatap kue yang ada di tangannya, lalu ia menatapku.
“Aku tidak tau. Yasudah, ini! Lagipula kue nya tidak enak.” Kata Sou sambil manaruh kuenya di meja.
“Bilangnya tidak enak tapi sudah mau habis. Aneh sekali.” Kataku dengan muka sebal. Sou melotot. Oba-san tertawa melihat tingkah aku dan Sou.
***
“Aku kira kau tidak ikut.” Kataku.
“Sebenarnya aku malas. Yah, tapi mau bagaimana lagi. Ibuku ngotot ingin aku ikut ke sini. Jadi, apa boleh buat.” Kata Sou sambil melihat-lihat pohon sakura.
Saat ini kami sedang berada di Osaka Castle. Oba-san sibuk mengobrol dengan teman sebayanya, sepertinya mereka bersahabat. Sedangkan Sou duduk sendiri di tepi danau. Daripada aku bosan, lebih baik aku menghampiri Sou dan mengajaknya mengobrol. Kupikir dengan begitu hubungan antara aku dan Sou akan lebih baik, mungkin.
“Sou, boleh aku bertanya?” kataku. Sou melirik ke arahku yang sedang di sampingnya.
“Tanya apa?”
“Kenapa kau lebih memilih bekerja daripada masuk universitas?” sekilas Sou tersenyum. Aku menatapnya menunggu jawaban.
“Karena aku malas belajar. Aku tidak mau stress hanya gara-gara pelajaran. Lebih baik aku bekerja saja. Sudah dapat uang, tak perlu pusing pula.” Jawab Sou. Aku mengernyit mendengar jawaban Sou. Ternyata oba-san benar. Aneh sekali.
“Oba-san bilang, kau sangat pintar. Selalu mendapat peringkat pertama di sekolahmu. Sayang sekali jika tidak di lanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Padahal kau bisa sukses, mungkin.” Kataku. Sou terdiam sejenak lalu melempar batu kecil ke danau.
“Aku ingin seperti ayahku saja. Aku tidak berminat menjadi orang yang sukses, karena itu artinya aku akan lebih sering meninggalkan keluargaku.” Kata Sou. Kini giliran aku yang diam. Entah kenapa aku jadi ingat ayahku. Aku sering ditinggalkan. “Maaf bukan maksudku...” kata Sou yang sepertinya menyadari apa yang sedang aku pikirkan.
“Kau benar. Aku selalu merasa kesepian jika ayahku tidak ada. Dan itu..., sangat menyakitkan.” Kataku. Aku menarik nafas panjang. Sou menatapku iba.
“Kau mau es krim?”
“Apa?”
Lalu...
“Kau ini serakah sekali.” Kata Sou sambil melihat tanganku yang memegang dua es krim. Aku nyengir.
“Biarkan saja, mumpung kau yang membayarnya. Hahaha.” Kataku diakhiri tawa renyah. Sou mencibir.
“Jangan tertawa, itu menyebalkan.” Ujar Sou. Giliran aku yang mencibir. Sou mengambil dompet dalam saku celana jeansnya kemudian membayar es krimnya. Aku menatapnya selama ia membayar es krim. Ternyata..., Sou cukup tampan, dia juga baik, mungkin.
“Kalian disini rupanya. Oji-san sudah menunggu dirumah, ayo kita pulang.” Kata oba-san. Akhirnya kami pun pulang.
Entah kenapa aku merasa sangat bersyukur telah menerima tawaran ayah untuk tinggal bersama oji-san. Rasanya aku seperti memiliki keluarga baru, dan itu sangat menyenangkan. Terima kasih Tuhan, kau telah mempertemukan aku dengan mereka.
***
Hari ini aku bangun lebih pagi dari biasanya. Meskipun hari ini hari libur tapi entah kenapa aku sangat ingin bangun pagi dan membantu Oba-san memasak sarapan di dapur. Kelihatannya oba-san sangat senang. Mungkin karena selama ini ia hanya seorang perempuan satu-satunya di keluarga. Mempersiapkan semua makanan sendiri setiap hari. Tapi kali ini ada aku. Aku perempuan yang akan menemani oba-san memasak dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk Sou dan oji-san yang akan pergi bekerja. Meskipun hanya di hari-hari libur saja.
“Oba-san, kenapa Sou masih tidur?” tanyaku heran. Padahal biasanya ia yang paling rajin bangun pagi.
“Hari ini Sou tidak bekerja. Mungkin juga karena dia baru tidur pukul tiga dini hari.” Jawab oba-san. Aku membulatkan bibir membentuk huruf O. Aneh sekali. Tidak biasanya ia tidur begitu pagi. Aku sedikit kaget ketika tiba-tiba ponselku berbunyi. Ada pesan dari Natsu.
From : Natsu Morishita
Kalau kau tidak sibuk, aku ingin mengajakmu ke 1)Umeda.
Aku mengetuk-ngetukkan dagu layaknya orang berfikir. Sejak beberapa hari yang lalu, aku menjadi sangat dekat dengan Natsu. Kami menghabiskan waktu bersama untuk sekedar jalan-jalan ke Taman Nakanoshima, atau makan di Restaurant Sushi bersama. Tapi kali ini Natsu mengajakku ke Umeda. Hmmm kenapa tidak? 1)Umeda, sebuat tempat teater, butik, dan department store di Osaka, Jepang.
 *
“Kau lihat tidak? Tadi itu lucu sekali. Apalagi saat seseorang yang bernama Yuzu itu terpeleset. Hahaha aku tak bisa menahan untuk tidak tertawa!” kataku tak hentinya tertawa. Saat ini aku dan Natsu baru selesai menonton drama teater. Natsu hanya menyunggingkan senyum kecil.
“Aku rasa ia tadi benar-benar terpeleset betulan.” Kata Natsu. Aku terus tertawa. Natsu merangkul pundakku dan kami berjalan berdampingan layaknya sepasang kekasih, meskipun pada kenyataannya kami hanya teman.
Ah! Ponselku berbunyi.
From : Soushiro
Kau ini kemana? Sudah sangat sore. Cepat pulang. Ibuku memasak sesuatu yang spesial untuk makan malam.
“Ah, sayang sekali. Padahal tadinya aku ingin mengajakmu makan 1)Okonomiyaki. Tapi sepertinya kau harus pulang.” Kata Natsu, aku tersenyum kikuk. Ternyata Natsu mengintip layar ponselku dan membaca pesan dari Sou. Aku malu sekali. 1)Okonomiyaki, adonan kue yang ditumis.
“Ahaha, iya. Atau lebih baik kau ikut saja ke rumah oba-san. Kita makan malam bersama.” Usulku. Natsu menggigit bibir bawahnya sendiri.
“Hmmm. Boleh juga.” Jawab Natsu diakhiri senyuman manisnya.
*
“Oba-san, tahu tidak? Natsu ini orang yang sangat baik. Dia orang yang telah mengembalikan dompet pemberian mendiang ibuku waktu itu.” Kataku antusias. Kami sedang makan malam bersama. Mendengar ucapanku, Natsu hanya tersenyum.
“Benarkah? Jadi, Natsu adalah orang yang kau ceritakan waktu itu? Wah berarti hari ini oba-san tidak sia-sia membuatkan masakan malam yang spesial. Natsu, bagaimana rasa masakannya? enak tidak?” cerocos oba-san. Natsu mengangguk sambil tersenyum.
“Masakannya enak sekali.” Kata Natsu. Sou mencibir.
“Kalau makan ya makan saja. Tak perlu mengobrol yang tidak perlu.” Cetus Sou. Oba-san mendelik sebal. Anak ini tidak sopan sekali.
Selesai makan malam...
Natsu membungkuk sopan. “Oba-san, terima kasih telah mengizinkan aku makan malam disini. Sepertinya aku harus cepat pulang.”
“Ah, iya. Sering-seringlah makan malam disini. Hati-hati dijalan.”  Kata oba-san sambil tersenyum. Aku melambaikan tangan pada Natsu saat ia hendak pergi.
Setelah Natsu pergi aku masuk ke dalam rumah dan langsung menemui Sou.
“Heh!”
“Apa kau ini? Datang-datang memasang tampang tak enak dilihat!” cetus Sou.
“Yang apa itu kau! Kenapa kau terlihat seperti membenci Natsu? kau tau tidak, dia itu tamu!” cerocosku tanpa basa-basi.
“Kau ini aneh sekali. Bagaimana bisa aku membenci orang yang sama sekali tidak aku kenal? Dasar bodoh.” Jawab Sou tak kalah cetusnya. Aku menggeram kesal.
“Lalu kenapa raut wajahmu seperti orang yang tidak menyukai Natsu? Apalagi ketika kau bicara tidak sopan saat kami sedang mengobrol. Aku tidak bodoh!”
“Yasudah, terserah kau saja!” kata Sou sambil berlalu pergi meninggalkan aku. Ugh! Ternyata Sou tetap menyebalkan. Aku menarik nafas panjang. Aku harus sabar.
***
Rasanya aneh sekali. Pagi ini Sou mengajakku berangkat bersama dengan sepedanya. Apa dia salah makan? Mungkin dia lupa kalau semalam aku dan dia hampir menghancurkan bumi beserta isinya. Hahaha.
“Kenapa diam saja? Kalau tidak mau bersama, yasudah.” Kata Sou. Dengan cepat aku menahan tangannya.
“Eeeh, tunggu.” Kataku sambil langsung menaiki jok belakang sepeda Sou. Mungkin tidak ada salahnya berangkat bersama. Lumayan, tidak membuat kedua kakiku pegal.
*
“Sepulang sekolah jangan pergi kemana-mana. Aku..., aku akan menjemputmu untuk pulang bersama.” Kata Sou lalu ia mengkayuh sepedanya dan pergi. Aku diam. Menjemputku untuk pulang bersama? Lucu sekali!
Aku melangkah menuju kelas.
“Kenapa kau tidak bilang kalau kau punya pacar setampan itu?” tembak Yui. Aku melongo. Pacar? Siapa?
“Kau ini aneh sekali. Pacar? Pacar yang mana?” kataku samil menaruh tas di meja dan duduk disebelah Yui.
“Ahhh, tentu saja yang tadi mengantarmu kesekolah! Tapi, kenapa memakai sepeda?” J-DAG!! Serasa kena bom kentut. Aku tertawa terbahak dibuatnya.
“Hahaha kau ini bodoh sekali! Hey, Yui. Memangnya kau tidak tau kalau yang tadi mengantarku itu adalah anak dari Oba-san, orang yang aku tumpangi itu.” Kataku. Yui melongo. Lalu ikut menertawai kebodohannya.
“Hahaha aku tidak ingat. Hei, Ritsuka. Bisakah kau memperkenalkan aku kepadanya? Aku tertarik sekali.”
“Lebih baik tidak usah. Dia itu tipe laki-laki yang menyebalkan. Dia tidak sopan sekaligus sangat aneh!” kataku membeberkan kejelekan Sou. Yui menaikkan sebelah alisnya.
“Aneh? Oh, ya ampun! Kau tau, aku sangat alergi dengan orang yang aneh.” Aku tertawa kecil mendengar perkataan Yui. Tiba-tiba aku ingat dengan Natsu. apa dia marah ya gara-gara perlakuan Sou semalam?
“Yui, apa kau tau dimana Natsu?” tanyaku.
“Natsu? Aku tidak melihatnya. Lebih baik kau langsung menemui Natsu ke kelasnya saja. Aku rasa dia sudah datang.”
*
Aku melihat Natsu sedang duduk santai di kursinya sambil membaca sebuah buku. Aku memberanikan diri untuk menghampiri Natsu.
“Hei.”
“Oh, Ritsuka. Hei. Tumben sekali kau datang ke kelasku. Ada apa?” kata Natsu. mendengar dari cara ia berbicara, sepertinya ia tidak marah.
“Bisakah kita bicara sebentar?” Natsu menaruh bukunya dimeja.
“Tentu.” Jawabnya.
*
Aku mengajak Natsu ke sebuah taman kecil di belakang kantor kepala sekolah. Kami duduk bersama disana.
“Apa kau marah gara-gara sikap Sou kemarin malam?” kataku.
“Apa? Hmm..., tentu saja tidak.”
“Benarkah?” Natsu mengangguk sambil tersenyum.
“Tenang saja. Aku bukanlah tipe laki-laki yang mudah marah.” Jawab Natsu. Aku bernafas lega. “Oh iya, pulang sekolah apa kau mau menemaniku?” tambah Natsu.
“Sebenarnya aku sangat ingin. Tapi, mau bagaimana lagi. Sou bilang, aku harus langsung pulang. Lagipula aku akan di jemput olehnya.” Jawabku menyesal. Natsu diam, tapi kemudian ia tersenyum hangat.
“Tidak apa-apa. Lain waktu kan masih bisa.”
***
Satu minggu kemudian...
To : Ayah
Ayah, kapan kau akan pulang?
Tak ada balasan. Aku duduk lemas. Akhir-akhir ini ayah jarang memberi kabar. Ada apa denganmu Ayah? Padahal aku sangat merindukanmu.
*
Hari ini taman sepi. Hanya ada segelintir orang-orang yang berkunjung. Mungkin karena sudah sore, lagipula hujan rintik-rintik belum berhenti sejak siang tadi. Tapi, entah kenapa rasanya aku sangat ingin berkunjung ke taman ini. Mungkin karena keadaan hatiku yang sedang tidak karuan.
Aku duduk di kursi panjang yang tersedia di taman. Membiarkan tubuhku terkena rintik-rintik hujan. Mendadak aku jadi ingat dengan Sou. Manisnya ketika ia membelikanku es krim. Meskipun sikapnya selalu saja menyebalkan.
Rasa sepi mulai menyerangku. Aku paling benci sendirian. Tapi sekarang aku pergi ke taman sendirian. Bukankah aneh sekali? Hari ini aku benar-benar merasa kacau. Apa sebaiknya aku meminta Natsu untuk menemaniku?
Aku terperanjat kaget ketika tiba-tiba ada seseorang yang memakaikan jaket dari belakang. Aku menoleh. Sou!
“Apa kau mau mati kedinginan?” cetus Sou. Aku menggeleng. Meskipun nada bicaranya tetap ketus, tapi aku tau ia sangat perhatian. “Kau tau tidak? Dari tadi aku mencarimu. Aku coba telpon tapi tidak aktif. Ternyata kau ada disini. Kau ini kenapa?”
“Ah, maaf. Ponselku mati. Aku tidak apa-apa. Memangnya ada apa kau mencariku?” kataku. Sou melangkah dan duduk disampingku.
“Aku khawatir. Sejak kemarin kau melamun saja. Kau pasti ada masalah. Ceritakan saja padaku.”
“Kau benar. Aku memang sedang ada masalah. Sudah beberapa hari ini ayahku tidak memberi kabar. Pesan yang aku kirim pun tidak di balas. Ini aneh sekali.” Lirihku. Sou tersenyum sekilas lalu merangkul pundakku.
“Tenang saja. Mungkin ayahmu sangat sibuk jadi dia tidak sempat memberimu kabar. Berfikir positif akan membuatmu merasa tenang.” Aku melirik ke arah Sou. Tumben sekali.
“Baiklah. Aku akan berfikir positif.” Kataku diakhiri senyum.
“Baguslah kalau begitu. Sudah malam, ayo kita pulang.” Ajak Sou sambil berdiri dan menarik tanganku. Aku menepisnya dengan lembut. “Kenapa?” tanya Sou heran.
“Aku ingin menatap bintang sebentar saja.” Kataku. Sou kembali duduk dan tersenyum.
“Aku akan menemanimu menatap bintang.”
Aku tersenyum menatap ke atas langit. Tidak ada bintang. Bulanpun bersembunyi. Tapi mataku tertuju pada titik cahaya kecil yang tidak terlalu terang. Itu bintang. Dan mungkin satu-satunya bintang yang terlihat malam ini.
“Sou.”
“Ya?”
“Apa kau baik-baik saja? Maksudku, ada apa denganmu? Tumben sekali hari ini kau bersikap baik padaku. Rasanya aneh sekali.” Kataku. Sou tertawa kecil.
“Aku tidak bisa bilang alasannya. Kau cari tau saja sendiri.” Jawab Sou. Mau tak mau jawabannya membuatku melirik ke arahnya karena heran. Sou melirik ke arahku. Mata kami saling bertemu. DEG!
Aku langsung kembali menatap langit. Aneh sekali! Kenapa detak jantungku lebih cepat dari biasanya!? Jangan-jangan... oh, ya ampun!
“Ayo kita pulang!” cetusku sambil berdiri dan berjalan di depan Sou.
***
“Sayang, maaf. Kemarin-kemarin ayah sibuk sekali. Bukannya ayah ingin membuatmu khawatir. Tapi, ayah memang sangat sibuk.” Suara ayah di telepon.
“Tidak apa-apa ayah. Aku juga mengerti.” Kataku sambil tersenyum, meskipun senyumku itu tidak terlihat oleh ayah.
“Yasudah, sepertinya ada pekerjaan yang menunggu untuk ayah selesaikan. Ayah sayang kamu.”
“Aku juga sayang ayah.” Clik, telepon ditutup. Aku bernafas lega. Ternyata ayah memang sedang sibuk.
*
“Waaah, tampaknya kau sedang senang.” Kata oba-san ketika di dapur. Aku mengangguk.
“Tentu saja oba-san. Barusan ayah meneleponku. Aku benar-benar senang.” Kataku. Oba-san tersenyum.
“Baguslah kalau begitu. Mulai hari ini kau jangan melamun lagi. Oba-san sedih melihatnya.” Kata oba-san sambil membersihkan ikan kembung dengan air. Sepertinya oba-san akan memasak 1)Battera. Aku ikut membersihkan ikan kembung. 1)Battera バッテラ, sushi ikan kembung yang ditekan.
“Baiklah, aku tidak akan melamun lagi.” Kataku di akhiri senyum.
“Hooaaaamm! Aku lapar sekali.” Kata Sou sambil menggaruk-garuk kepalanya sendiri. Ia baru bangun tidur. Payah sekali. Padahal biasanya selalu bangun pagi.
“Duduk saja dulu. Aku dan oba-san akan memasak battera.” Kataku. Sou melangkah menuju ruang teve. Ia menekan remote control dan duduk seraya menatap layar teve yang sedang ia tonton.
Aku ini aneh sekali! Kenapa akhir-akhir ini jadi sering terbayang wajah Sou? Oh, ya ampun! Sudah kuduga. Aku jatuh cinta padanya!
*
Sorenya...
“Kau ini kenapa? Setap ketahuan sedang menatapku, kau selalu saja berpaling. Ada apa denganmu? Kau ini aneh sekali!” cerocos Sou, lalu ia memasukkan puding kedalam mulutnya.
“Percaya dirimu tinggi sekali! Siapa yang menatapmu? Dasar.” Kataku cetus. Sou mencibir. Aku mencomot puding dan ikut memakannya.
“Kenapa kau malah marah? Hey, Ritsuka. Bagaimana kalau sepulang sekolah besok kita jalan-jalan dulu? Aku ingin mengajakmu ke Restaurant Itali. Lihat ini! Aku dapat dua tiket gratis makan disana.” Kata Sou. Hampir aku tersendak saking kagetnya. Restaurant Itali?
***
“Hey, Yui. Menurutmu aku ini kenapa? Setiap bertemu orang itu, aku selalu berdebar. Apa aku jatuh cinta?” kataku meminta pendapat. Yui membetulkan letak kacamatanya.
“Orang itu siapa maksudmu?” aku menghela nafas panjang.
“Sou! Anak dari oba-san. Laki-laki yang aku bilang aneh waktu itu.” Kataku hampir tak terdengar. Yui melotot kaget.
“Oooh, laki-laki tampan yang selalu mengantarmu kesekolah akhir-akhir ini? Dia membuatmu berdebar-debar? Ajaib sekali! Padahal waktu itu kau bilang dia aneh dan menyebalkan. Hahaha. Sepertinya kau kualat!” cerocos Yui. Aku mencubit pinggulnya. Apa tidak bisa bicaranya pelan sedikit?
“Sudahlah. Kau sama sekali tidak membantu!” cetusku. Aku meninggalkan Yui yang sedang tertawa terpingkal-pingkal. Ugh! Ini menyebalkan, benar-benar menyebalkan!
“Kenapa wajahmu ditekuk seperti itu?” aku menoleh ke arah suara tersebut. Natsu!
“Ah, Natsu. Hari ini aku sedang jengkel.”
*
“Aku ini aneh sekali. Kenapa bisa aku jatuh cinta pada Sou? Kau kan tau, Sou itu orang yang bagaimana. Menyebalkan! Kenapa aku tidak jatuh cinta padamu saja? Ini benar-benar aneh!” kataku diakhiri canda. Natsu tersenyum.
“Benar. Ini aneh. Padahal aku sudah jatuh cinta padamu.” Kata Natsu datar. Mulutku menganga, mataku melotot. Jatuh cinta padaku?
“Apa kau bercanda?”
“Tentu saja aku serius. Kau itu sangat lugu. Aku sudah jatuh cinta padamu saat pandangan pertama. Bukankah aku juga aneh?”
“Ahahaha iya. Kita sama-sama aneh!” kataku tertawa datar. Aneh! Ini aneh! Benar-benar aneh! Aku tak bisa berfikir. Kenapa jadi seperti ini? Yang lebih anehnya lagi, aku dan Natsu tertawa bersama. Menertawai keanehan masing-masing.
*
Aku pulang sekolah pukul 14:30. Tumben sekali, biasanya tak ada pelajaran tambahan. Wajah Sou terlihat kesal. Mungkin karena ia menunggu terlalu lama.
Tak ada yang spesial ketika aku dan Sou makan di Restaurant Itali. Aku pikir ini akan menjadi hal yang romantis. Ternyata meleset total. Tak ada satupun percakapan yang keluar dari aku ataupun Sou. Belum memakan masakannya pun aku serasa sudah kenyang.
“Sou, kau ini kenapa?” aku memberanikan diri bertanya ketika di perjalanan pulang. “Kenapa kau tidak menjawabku?”
“Aku tidak apa-apa.” Jawab Sou dingin.
“Tapi kenapa wajahmu seperti itu? Kau sepertinya kesal padaku. Bukankah aku sudah minta maaf? Guru bahasa yang baru sangat ketat. Aku tidak mengira kalu hari ini ada pelajaran tambahan.” Kataku penuh penyesalan.
“Bukan soal itu.”
“Apa? Lalu soal apa?”
“Aku tidak suka melihatmu bersama Natsu.” kata-kata itu meluncur dari mulut Sou. Dadaku semakin berdebar-debar. Meski kata-katanya sangat sederhana, tapi apa maksud dari kata-katanya itu? Apa Sou juga menyukaiku?
*
“Ayah?” aku langsung mendekap erat tubuh ayah. Ayah sudah pulang. Ayah mengelus-ngelus rambutku. Oba-san dan oji-san tersenyum melihatku, terkecuali Sou. Dia hanya diam.
“Ayah merindukanmu. Kau baik-baik saja bukan?” aku mengangguk.
“Aku baik-baik saja ayah. Aku sangat senang bisa melihat ayah lagi.” Kataku sambil menangis terharu. Ayah mengusap airmataku.
“Yasudah. Sekarang ayo kemasi barang-barangmu. Kita pulang. Sebelumnya, aku sangat berterima kasih padamu, Hyundai. Kau telah menjaga anakku.” Kata ayah pada oji-san. Oji-san tersenyum hangat.
“Tentu saja. Bukankah itu gunanya teman?” kata oji-san sambil menepuk-nepuk punggung ayah. Seperti reunian saja.
Entah kenapa aku malah diam saat mendengar kata ‘pulang’. Itu berarti aku tidak akan tinggal dirumah ini lagi?
***
Tiga hari telah berlalu. Kini aku tinggal dirumahku seperti dulu. Rasanya aku rindu sekali pada oba-san, terlebih lagi pada Sou.
Aku mengambil ponsel dan mencari nama Soushiro di kontakku, kemudian aku memanggilnya.
“Halo?” kata suara diseberang sana.
“Sou, aku merindukanmu.”
“Kau ini siapa?”
Aku melotot kaget. Apa yang aku lakukan? Kenapa tanganku otomatis menelepon Sou? Dengan cepat aku mematikan panggilan tersebut. Huah! Untung aku memakai nomor ponsel yang baru. Mana mungkin Sou akan mengira kalau yang meneleponnya tadi itu adalah aku.
Pukul 21:00
Aku sudah memakai piyama, aku siap untuk tidur.
Drrrrrrttt...drrrrrttt...
Aku mengusap-ngusap mata. Siapa yang menelepon malam-malam begini?
“Halooo?” kataku lemas.
“Jam segini sudah tidur. Ayo cepat keluar! Aku menunggumu.”
Mataku terbelalak. Menungguku diluar? Siapa? Aku langsung berlari menuju pintu depan. Dan oh! Mataku semakin terbelalak melihat siapa yang aku temui didepan pintu. Sou!
*
“Kenapa kau mengajakku ke taman malam-malam begini?” tanyaku. Aku dan Sou sedang duduk dibangku taman. Sepi dan juga cukup gelap.
“Bukankah kau bilang kau rindu padaku?”
“A-apa?”
“Jangan kau kira aku tidak tau. Aku tau sekali kalau itu suaramu. Kau tidak bisa mengelak.” Kata Sou sambil mengusap-ngusapkan tangannya. “Dingin sekali.”
“Iya, itu memang aku.” Kataku sambil menunduk. Ya Tuhan, aku malu sekali.
“Sudah kuduga. Sini, mana tanganmu?” kata Sou, aku memberikan kedua tanganku. Sou menggenggamnya. Rasanya hangat, hatiku juga. “Kau pasti dingin. Maaf ya, jadi membuatmu susah.”
“Ah, tidak apa-apa.”
Sou dan aku banyak mengobrol. Kami tertawa bersama. Indah sekali malam ini, seakan dinginpun tak begitu terasa.
“Sou, apa kau menyukaiku?” tanyaku. Susah payah aku mengumpulkan mental untuk menanyakan hal ini pada Sou.
“Apa?”
“Apa kau menyukaiku?”
Sou diam. Aku jadi ikut diam. Rasanya benar-benar malu. Aku menyesal menanyakan hal ini. Oh, ya ampun!
“Sudah malam. Ayo kita pulang.” Kata Sou. Ia berdiri dan berjalan.
“Kenapa kau tidak menjawabku?” kataku bergetar. Sou menoleh ke arahku. Lalu ia tersenyum manis.
“Aku rasa kau sudah tau jawabannya.” Kata Sou lalu berjalan lagi. Aku berdiri dan langsung berlari memeluk Sou dari belakang.
“Katakan, kau menyukaiku.” Kataku. Tanganku melingkar memeluk tubuh Sou. Tangan Sou menggenggam tanganku dari depan.
“Aku menyukaimu.”
Aku melepas pelukanku. Aku mengusap airmataku. Entah kenapa, aku malah menangis.
“Kenapa kau malah menangis?” tanya Sou.
“Aku, aku juga tidak tau. Aku t-terlalu bahagia.” Kataku tergerapap. Tangan Sou menyentuh pundakku. Ia tersenyum menatapku.
“Mulai sekarang, aku berhak melarangmu mendekati laki-laki manapun. Sekarang kau milikku.” Kata Sou lembbut. Aku mengangguk.
“Iya. Kau tenang saja. Akan aku pastikan aku hanya untukmu.” Kataku diakhiri senyum. Kami sama-sama tersenyum. Lalu berjalan berdampingan untuk pulang. Selama perjalanan, Sou sama sekali tidak melepas genggamannya ditanganku.
Tuhan, betapa indah cinta yang kau beri...




Nama : Icha Zahra Octavianna
TTL : Tangerang, 07 Oktober 1996
Twitter : @KENzeira

_ 25th of April 2012 _

2 komentar: