Rabu, 27 November 2013

[Oneshot] Daily Live(s) of Weird Girls



            Daily Live(s) of Weird Girls : Young Mistress Introduction
Casts :
-          Mihaeru Keehl (OC)
-          Kim Hyun Hae (OC)
-          Cho Kyu Hyun (SJ)
Genre : (Abnormal) Friendship, Humor and a bit Romance
Rate : General
Disclaimer : The plot is MINE, well, please don’t copy and paste without my permission. Characters belong to themselves, their parents, and whatever
Warning : Probably rush, typo(s)—Uh, I’m sorry for that, non-baku, and very OOC. AU. I’ve warned you.

            (AN : Ini adalah fanfikku yang paling ‘beda’. Hati-hati dengan segala kenistaan karakter di dalam ceritanya. Mungkin akan menemukan typo yang bertebaran karena aku tidak mengecek ulang. Maaf kalau sedikit ngawur dan tidak menarik. Ada kejutan di akhir cerita Hohoho ^.^)
            Enjoy with a cup of coffee because the words are 3111! :)

            ***

            Demi Tuhan, bangunkan aku dari mimpi aneh ini!

            Kau sedang chatting denganku, bodoh! Kau tidak bermimpi.

            Oke, baiklah. Sepertinya aku harus memeriksakan mataku yang mulai rabun ke dokter spesialis THT.

            Hahaha. Jangan melucu, THT itu dokter spesialis kaki gajah, bukan mata. Jemput aku di Bandara besok siang, kalau terlambat aku kutuk kau menjadi kodok buduk.

            Jaringan terputus.

            ***

            Mihaeru Keehl tengah memasuk-masukkan pakaiannya ke dalam lemari, di sampingnya sesosok gadis manis bernama Kim Hyun Hae sedang anteng memandangi.

            “Tolong katakan kalau aku sedang bermimpi, Keehls,” ujarnya.

            “Kau tidak bermimpi.” Si gadis berdarah Rusia menjawab tanpa minat. Ia disibukkan oleh barang bawaannya yang harus segera ditempatkan di tempat yang seharusnya. Gadis manis itu tak mengalihkan pandangannya. Dilihatnya garis hidung dan sepasang mata sewarna akuamarin milik Mihaeru, nyaris tanpa kedip.

            “Aku tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan orang yang selama setahun terakhir bertukar cerita di situs jejaring sosial. Astaga, bahkan kau benar-benar mengerti apa yang aku katakan. Jangan-jangan kau berbohong tentang kewarganegaraanmu?”

            “Aku seorang Rusian, aku menguasai 18 bahasa asing termasuk Korea. Dan hey, kau tahu benar kalau satu bulan lalu aku mati-matian mendaftarkan diri agar bisa menjadi warga negara Korea Selatan. Jangan mengigau terus, kau ileran.”

            Hyun Hae tersentak, ia mengusap sudut bibirnya. “Sialan, aku tidak sedang tidur, bagaimana bisa aku mengigau, pabbo?!”

            Mihaeru tak menanggapi. Hyun Hae memilih untuk membantu roommate-nya merapikan pakaian dan menjejalkannya ke dalam lemari. Gadis berambut pirang tersebut menatap Hyun Hae sebentar, mungkin merasa heran karena tiba-tiba gadis yang sendari tadi merecokinya dengan pertanyaan itu kini membantunya memasukkan pakaian.

            “Ngomong-ngomong, kenapa kau bersikeras ingin tinggal di apartemenku?” akhirnya Hyun Hae kembali berkicau.

            “Menghemat.”

            Oh, sialan. “Jadi, kau memanfaatkanku agar kau bisa menghemat uang bulanan yang dikirim Ibumu, begitu?”

            “Bisa jadi.”

            Oh, yang ini lebih sialan. Gadis manis itu memasang senyum kecut. “Hey, aku rasa aku punya peraturan baru. Siapa yang menumpang di apartemenku, berarti memiliki kewajiban untuk mengerjakan seluruh pekerjaan rumah seperti; mencuci pakaian, menyetrika, mencuci piring, me—“

            “Menjadikanku babu, huh?” Mihaeru memotong cepat. Sama sekali tak ada raut kekesalan di wajahnya.

            “Tidak serendah itu, kok.”

            Gadis Rusia itu berkacak pinggang. “Aku akan membayar setengah dari sewa apartemen, right? Jadi, urusi urusan pribadi masing-masing, aku tak mau melihat celana dalam milikmu nyasar di dalam cucianku.”

            Wajah Hyun Hae memerah seketika, dan sebuah sepatu terbang mendarat di kepala Mihaeru. “Kau itu perempuan! Jangan berbicara mengenai hal ambigu seperti itu!”

            Mihaeru meringis pelan seraya memegangi tempurung kepalanya yang malang. Entah dari mana Hyun Hae mendapatkan sepatu butut itu. “Aishh! Kau juga perempuan, baka (bodoh)! Jaga tanganmu agar tidak sembarangan melempar barang ke arahku!”

            “Oh, ya ampun, ternyata kau lebih menyebalkan dari apa yang selama ini kukira. Rapikan barang-barangmu sendiri sana!”

            Rupanya gadis manis itu marah. Lihatlah, wajah manisnya merengut sempurna. Mihaeru sedikit geli melihatnya, hal itu mengingatkannya pada sahabatnya di Rusia. Ah, belum juga lama meninggalkan Rusia, dia sudah merindukan teman-temannya.

            “Sebenarnya aku lelah. Kau tahu, membutuhkan waktu tak sedikit untuk pulang-pergi ke Rusia, dan itu sungguh membuat tulangku serasa mau copot. Tapi terserah kau saja kalau memang tak ingin membantu.” Suaranya dibuat sedatar mungkin. Namun, rupanya Hyun Hae tetap luluh juga. Gadis manis itu menyentil bahu Mihaeru sebelum kembali membantunya.

            “Menyebalkan. Meski begitu mana mungkin aku tega membiarkanmu melakukan semua ini sendiri. Aaah, kenapa aku harus bertemu denganmu, ya?”

            Mulai melantur. Mihaeru geleng-geleng kepala menyadari betapa cerewet gadis di sampingnya. “Mungkin ada benang tak kasat mata yang terpasang di jariku dan jarimu,” jawab Mihaeru asal.

            “Heh? Dari mana kau dapat istilah seperti itu? Itu ‘kan digunakan untuk sepasang pria dan wanita yang sudah ditakdirkan bertemu dan bersatu di dunia. Kalau tidak salah, mereka menyebutnya benang merah.”

            Gadis Rusia itu merasa kepalanya pening. Dia tidak tahu arah pembicaraan Hyun Hae. “Ah, ya, aku tidak tahu. Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.”

            Hyun Hae memanyunkan bibirnya. “Rumput tidak bergoyang, Keehls! Dia bergerak karena tertiup angin!”

            Oh, di mana Mihaeru bisa mendapatkan kantung kresek? Dia ingin muntah. Dia benar-benar tidak tahu akan dibawa ke mana pembicaraan mereka dan itu membuatnya pusing.

            “Astaga, itu hanya perumpamaan, Hyun Hae sayang. Itu hanya majas personifikasi. Membuat benda mati seolah hidup!” jangan salahkan kalau Mihaeru mulai naik pitam.

            “Tapi rumput bukan benda mati, Keehls!”

            Tepuk jidat.

            “Ya, ya, ya, terserah kau saja.”

            Gadis manis itu memasang senyum dengan polosnya. Oh, bahkan Kim Hyun Hae lebih polos dari blue film yang menampilkan sesosok wanita ‘polos’—bugil—yang kemarin tak sengaja ditonton Mihaeru. Oke, abaikan.

            “Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak menuruti Ibumu untuk sekolah di Shingashina Gakuen Jepang? Bukankah di sana ada saudaramu?”

            Mulai lagi. Kapan gadis berambut pirang itu bisa menyelesaikan pekerjaannya?

            “Hmm … aku tidak mau menjadi rival saudaraku sendiri. Kau tahu, dia menempati peringkat pertama di sepanjang masa sekolahnya. Dan demi Tuhan, aku tak ingin membuatnya menangis meraung-raung karena posisinya direbut olehku nanti,” jawab Mihaeru. Kelewat percaya diri.

            “Oh? Secerdas itukah kau?”

            Gadis Rusia itu memandang Hyun Hae, sedikit tajam. “Kau tidak percaya?”

            “Tidak.”

            Bagus sekali. Sekarang Mihaeru benar-benar memasang wajah merengutnya. Andai saja di dekatnya ada lego ataupun menara tinggi yang disusun oleh kartu, maka akan dengan senang hati gadis itu mengacak-ngacaknya.

            Hening yang panjang.

            Krikkk. Suara jangkrik terdengar.

            “Err … siapa saudaramu yang di Jepang itu?” rupanya tak salah Mihaeru mencap Hyun Hae sebagai gadis cerewet, atau lebih tepatnya banyak tanya—kepo.

            “Light Yagami.”

            Tiba-tiba petir menggelegar. Hyun Hae tertawa terbahak-bahak, entah karena apa. Mihaeru tidak merasa ada yang lucu karena ia sama sekali tidak melucu.

            Gadis manis itu menyeka sudut matanya yang berair. “Ya ampun, apa sebegitu terobsesinya orang tua saudaramu sampai menamai anaknya Light Yagami? Itu ‘kan nama tokoh utama di manga Death Note!”

            Oh.

            Tidak lucu.

            “Tidak. Kupikir dia benar-benar Light Yagami yang ada dalam Death Note. Karena sesungguhnya dia memiliki buku kematian dan tentu saja, dia bisa membunuhmu kapan saja atas penghinaanmu terhadapnya barusan.”

            Wajah Hyun Hae pucat pasi. Oke, sekarang Mihaeru tidak tahan untuk meledakkan tawanya. Dia tidak sanggup melihat wajah Hyun Hae yang seolah bisa menangis kapan saja. Oh, dear, lugu sekali gadis manis itu. Mau-maunya dikibuli Mihaeru.

            “Kita hentikan saja pembicaraan random ini,” ujarnya kemudian.

            Diam-diam gadis Rusia tersebut merasa bersalah karena sudah membuat wajah manis temannya berubah pucat karena … err, takut, mungkin? Padahal jelas sekali kalau Mihaeru hanya bergurau tadi. Ah, dia tak ambil pusing. Kegiatan selanjutnya hanya di latar belakangi nyanyian alam dan sedikit bunyi kentut.

            ***

            “Menu makan malam apa yang kauinginkan?” sang gadis manis bertanya. Mihaeru yang ada di dalam kamar mandi sedang menyibukkan diri menggosok punggungnya dengan sabun.

            “Hah? APA?!”

            Hyun Hae mengambil ancang-ancang untuk berteriak. Ia menghela napas panjang dan—“KAU MAU MAKAN MALAM DENGAN APA?!”—berteriak keras.

            “Aku tidak budek, bodoh!”

            Gadis manis itu merengut sebal. Saat ia berbicara pelan, Mihaeru tidak mendengarnya. tapi saat ia berteriak, ia malah dimarahi.

            “Hey, Hyun Hae?” sadar tak lagi terdengar suara temannya, Mihaeru berinisiatif untuk memanggil. Takut-takut gadis itu marah.

            “Hm?”

            Terdengar bunyi shower yang dimatikan. Lalu tak lama setelah itu, suara Mihaeru kembali terdengar. “Umm … aku makan malam dengan apapun terserah kau saja. Aku bukan pemilih makanan.”

            “Oh, baiklah.”

            Suara pintu kamar mandi terbuka, Mihaeru dengan santainya keluar hanya mengenakan handuk sebatas dada. Gadis Rusia itu mengerjap ketika Hyun Hae tak berkedip memandangnya.

            “Apa yang kaulihat?”

            “U-uh, itu … dadamu kecil sekali, Keehls.”

            KRAK! Bunyi hati Mihaeru yang patah.

            Dan Hyun Hae yakin matanya melihat penyikat kloset yang terbang dengan ganteng ke arah kepalanya. Sejak saat itu, dia berjanji untuk tidak mengomentari seluruh anggota badan Mihaeru. Poor Kim Hyun Hae.

            ***

            “Ini adalah pertama kalinya aku berjalan-jalan di luar bersamamu. Dan aku sama sekali tak mendeteksi adanya senjata api di sekitar sini,” ujar Mihaeru. Salah satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana jeans-nya, sementara tangan satunya sibuk membawa belanjaan. Dengan gayanya yang santai seperti biasa, dia berjalan beriringan bersama Hyun Hae.

            “Ini bukan berjalan-jalan, tapi kita hanya pergi ke minimarket. Dan, ya ampun, jangan samakan Korea Selatan dengan Rusia. Dilihat dari sudut manapun tetap saja tidak akan sama.” Si gadis manis menimpali.

            “Ya, ya, kau benar. Aku hanya ingin berpendapat.”

            Hyun Hae melirik ke arah belakang, entah hanya perasaannya atau apa, ia merasa ada yang mengikuti. Gadis manis itu memilih untuk menajamkan kewaspadaannya. Sepasang manik cokelatnya emlihat Mihaeru sebentar. Ah, gadis Rusia itu bahkan terlalu santai untuk sekedar mengawasi situasi di sekelilingnya. Diam-diam rasa khawatir dan takut berkecamuk dalam hatinya.

            Keringat dingin bermunculan. Hyun Hae lagi-lagi melihat seseorang berpakaian serba hitam mengintip di belakang mereka. Ia jadi teringat dengan kasus-kasus pemerkosaan yang sering terjadi si Seoul akhir-akhir ini. Refleks, tangannya mencengkram Mihaeru.

            “Eh? Ada apa?”

            “I-itu … seseorang sedang membuntuti kita.”

            Hyun Hae tidak tahu kenapa dengan idiotnya Mihaeru tertawa. Padahal dia takut setengah mati, tapi temannya itu malah tertawa. Seolah mengejeknya penakut.

            “Tak perlu ada yang kau khawatirkan.”

            Hyun Hae memasang tampang kambing ngeden. Dengan pandangan horor, ia melihat Mihaeru melambai-lambaikan tangannya pada seseorang yang entah siapa. Dan yang lebih horornya, orang tersebut keluar dari persembunyian lalu melangkah mendekat ke arah mereka.

            “Maaf, Young Mistress, bila keberadaan saya mengganggu konsentrasi berjalan Anda.”

            Young Mistress? Nona muda? Batin Hyun Hae. Mendadak ia merasa tali kutangnya melorot. Gadis manis itu melirik ke arah Mihaeru yang sedang berkacak pinggang.

            “Jangan terlalu formal begitu. Kau tahu? Aksimu yang mengendap-ngendap seperti tadi membuat temanku takut,” ujar gadis Rusia tersebut dengan menggunakan bahasa Inggris. Pria itu buru-buru minta maaf, wajah menyeramkannya beralih ke arah Hyun Hae. Hyun Hae terkejut sejenak, dan ia berhasil menguasai diri untuk tidak berteriak gaje karena mata sucinya memandang makhluk menyeramkan.

            I am sorry, Miss.”

            Gadis manis itu ngangguk-ngangguk, mendadak pita suaranya tak mau bekerja sama.

            “Perintahkan semua teman-temanmu untuk mundur, kau tak mau jika aku mengeluarkan Baretta 92 milikku di sini, kan?”

            Orangnya tinggi besar dan menyeramkan, tapi ternyata pria itu takut dengan Mihaeru yang notabene jauh lebih pendek darinya. Lihatlah wajah itu sekarang, dibanjiri keringat dingin. Mihaeru khawatir orang itu pipis di celana.

            “U-uh … oh.” Dan bahkan terbata. “B-baiklah. Harap untuk terus berhati-hati dalam beraktivitas, Young Mistress.” Dia membungkuk hormat, lalu berbalik pergi.

            Selepas kepergian pria menyeramkan tersebut, Hyun Hae memandang Mihaeru. Menuntut penjelasan.

            “Katakan padaku rinciannya.”

            Dengan tampang ogah-ogahan, Mihaeru mulai angkat bicara. Berkisah tentang sejarah awal mula tentara Jepang datang ke Indonesia—eh, salah, maksudnya berkisah tentang awal mula bagaimana bisa ada seorang ‘bodyguard’—sebutlah begitu—yang datang entah dari mana.

            “Begini, Mutter (Ibu) adalah seorang bangsawan di Rusia sana. Dia adalah ratu. Oh, jangan memandangku seperti itu seolah aku sedang mengarang cerita. Dia memang ratu yang tidak ratu sama sekali. Dulu, Mutter adalah gadis yang pembangkang. Dia menghabiskan tabungan masa depannya hanya untuk membeli berbagai jenis senjata api. Tapi karena kecerdasannya yang abnormal, Mutter berhasil masuk universitas paling bergengsi di Rusia.”

            Jeda beberapa detik. Mihaeru menarik napas untuk melanjutkan.

            “Yeah, meskipun begitu dia tetaplah Mutter-ku yang pembangkang. Dia lalu menikah dengan Ayahku yang berstatus sebagai ketua mafia. Dan kau tahu benar kelanjutannya. Yang tadi itu aku yakin adalah suruhan Ayah untuk memantau aktivitasku di Korea.” Mihaeru selesai menjelaskan, walaupun dia menyadari ada beberapa hal remeh yang tak perlu dikatakan.

            Hyun Hae mangap sejenak. Pantas saja orang tadi menyebut Mihaeru ‘Young Mistress’. Gadis manis itu ingin percaya, tapi entah kenapa rasanya sangat weird. Hyun Hae merasa terjebak di masa kerajaan satu abad sebelum dia dilahirkan. Keanehan yang benar-benar aneh. Mendadak ia menyadari sesuatu.

            “Oh, dear, aku tak merasa heran lagi sekarang tentang bagaimana bisa gadis sepertimu dilahirkan. Buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya ternyata,” celetuk Hyun Hae.

            Mihaeru mendelik sebal. “Meskipun begitu, dia tetaplah Mutter kebanggaanku, karena dialah yang membuatku mampu menguasai 18 bahasa asing. Kau tidak tahu betapa jenius otaknya, Mutter bahkan menguasai 26 bahasa asing. Sejak dilahirkan, dia memliki semua yang terbaik dalam hidup. Kekayaan, kekuasaan, kecerdasan juga kecantikan.”

            “Dan yang diturunkan Ibumu padamu selaku putri tunggalnya adalah; sikap pembangkang.”

            Gadis Rusia itu memutar bola matanya bosan. “Jangan hanya bicara, bawa barang belanjaan ini. Aku berat tahu!”

            Hyun Hae kelabakan saat menerima barang belanjaannya. Sangat berat! “U-uh … kenapa kau membeli cokelat batangan sebanyak ini?!”

            Mihaeru bersiul pelan. Ia pura-pura tak mendengar gerutuan gadis manis di belakangnya. Sedangkan Hyun Hae nyaris sekarat dengan keringat sebesar gajah yang mampir di keningnya. Mendadak Hyun Hae merasa ingin mencelupkan kepala Mihaeru ke dalam got agar rambut pirang temannya yang menyala itu berubah menjadi hitam.

            ***

            Setelah makan malam yang melelahkan, pasalnya dua kali rasa masakannya lebih mirip kaos kaki butut yang nyemplung ke comberan—meskipun mereka tidak tahu bagaimana rasanya memakan kaos kaki—akhirnya tiba bagi mereka untuk menyiapkan diri berkencan dengan kasur dan guling untuk menemui alam mimpi.

            Mihaeru menepuk-nepku pelan bantal yang kelak dijadikan sandaran kepalanya. Ia menguap lebar, Hyun Hae yang melihat hal itu bergidik ngeri, saking lebarnya Mihaeru menguap membuat Hyun Hae berpikir seandainya saja ada panci ajaib yang terbang dan masuk ke dalam mulut temannya itu, sudah dapat dipastikan Mihaeru innalillahi di tempat.

            Melihat gadis Rusia itu membaringkan tubuh, Hyun Hae ikut membaringkan tubuhnya di samping Mihaeru. Sepasang matanya berkedip-kedip memandang langit-langit kamar. Hening yang tercipta membuat Hyun Hae merasa gerah.

            “Kau sudah tidur, Keehls?”

            “Sudah.”

            Hyun Hae menggeplak bahu Mihaeru. “Kalau sudah tidur mana mungkin bisa menjawab!”

            “Ceritanya ‘kan aku sedang bermimpi.”

            Gadis itu mencibir keki. Lalu helaan napas terdengar dari mulutnya. “Uh, temani aku mengobrol sampai aku mengantuk, jebal ….”

            “Hm.”

            “Jadi, kau benar-benar serius akan bersekolah di Elite Taesun High School besok?”

            Anggukan kecil.

            “Memangnya kau sudah mendaftar?”

            Anggukan lagi.

            “Sebenarnya ada hal yang ingin kuceritakan padamu. Tentang seseorang yang aku sukai di sekolah. Duh, bagaimana cara mengatakannya, ya?” Hyun Hae bingung sendiri.

            “Tak usah dikatakan kalau bingung.”

            Ani, aku harus mengatakannya. Aku tidak mau kita terlibat cinta segitiga seperti yang terdapat dalam drama-drama. Aku tidak ingin bertengkar dengan orang yang sudah kuanggap sebagai sahabatku sendiri hanya karena berebutan laki-laki.”

            Kini giliran Mihaeru yang bingung. Padahal dia tidak tahu siapa laki-laki itu, bertemu juga belum. Pikiran Kim Hyun Hae serumit rambutnya. Mihaeru memilih untuk menjadi pendengar yang baik. Itung-itung bernostalgia, karena mendadak ia seperti sedang dibacakan cerita.

            “Namanya Cho Kyu Hyun. Dia sangat tampan dan juga cerdas. Dia tidak sepopuler Choi Si Won di sekolah, tapi namanya cukup banyak dikenal oleh siswi-siswi. Oh, dia itu laksana pangeran berkuda putih. Aku bersedia menunggu kapanpun untuk bisa mengendarai kuda putihnya bersama pemiliknya.”

            “Jangan mengatakan kuda. Entah kenapa sosok yang ada dalam bayanganku seperti pak kusir yang sering mangkal di pinggir jalan.” Cetusan sadis keluar dari sepasang bibir Mihaeru. Gadis Rusia itu mendengarkan dan menyimak, meski kelopak matanya tertutup.

            “Ck, kau sama sekali tidak romantis! Harusnya kau bisa membayangkan dirimu bersama seseorang yang kau sukai naik kuda bersama. Ya ampun, indah sekali!”

            “Kau lebih cocok jadi delman. Kurasa itu menyenangkan.”

            Sebuah jitakan penuh kasih sayang mendarat di jidat Mihaeru. Yang menjadi korban langsung meringis pelan. “Seriuslah sedikit! Ah, apa kau mau lihat bagaimana rupanya?”

            “Aku sudah tahu.”

            “Bagaimana bisa?”

            “Barusan aku membayangkan seorang pak kusir yang berkumis panjang dengan topi koboi yang terpasang cantik di kepala botaknya.”

            Hyun Hae menjitak Mihaeru lagi, kali ini lebih keras. Gadis manis itu beranjak dari tempat tidurnya, melangkah menuju meja belajar dan mencari-cari sesuatu di sana. Mungkin saja palu untuk memukul jidat Mihaeru sebagai pelampiasan kekesalannya. Siapa yang tahu, kan? Namun rupanya Hyun Hae mengambil selembar foto.

            “Buka matamu dan lihat betapa tampan ciptaan Tuhan yang satu ini,” ujarnya seraya mengibas-ngibaskan foto tersebut.

            Dengan berat hati, Mihaeru membuka kelopak matanya, memamerkan sepasang manik biru sewarna akuamarinnya. Gadis Rusia itu mengerjap-ngerjap pelan. Lalu melihat dengan seksama selembar foto yang disodorkan Hyun Hae padanya.

            “Heh? Apanya yang tampan?! Kau tidak lihat kalau foto itu diambil dari sudut yang amat salah? Lihat, bahkan aku hanya melihat rambutnya saja. Mana wajah tampannya?”

            Kali ini Hyun Hae mencubit lengan Mihaeru gemas, yang membuat pemiliknya mengaduh kesakitan. “Yaa! Justru itulah kehebatannya! Bahkan ketika dilihat dari belakang, aura ketampanannya tetap terpancar!”

            Mendadak Mihaeru ingin gantung diri di pohon toge.

            ***

            Hari pertama di sekolah Elite Taesun High School.

            Annyeong haseyo, naneun Mihaeru Keehl imnida. Saya berasal dari sekolah Tohvaskha High School di Rusia, meski begitu, saya cakap berbahasa Korea. Alasan kenapa saya hijrah ke sekolah ini adalah karena saya berpikir alangkah menyenangkannya apabila saya berpetualang ke negara asing. Mohon bimbingannya!” Mihaeru membungkuk 45 derajat di depan kelas.

            Semua orang yang ada di dalam kelas cengo, pengecualian untuk Kim Hyun Hae. Bagaimana tidak? Mereka baru saja kedatangan siswi baru yang bening meski berdada nyaris rata. Sangat jarang ditemukan orang asing yang benar-benar asing di SMA, pandai berbahasa Korea pula. Mendadak mereka (siswa) merasa mendapatkan kecengan baru yang cocok dijadikan calon pacar.

            Seandainya, ya, seandainya mereka tahu ada setan mengerikan di balik wajah eksotis seorang Mihaeru Keehl. Meski seorang perempuan, dia menguasai berbagai macam olahraga beladiri—yang jika berani menantang Mihaeru, maka bersiaplah untuk menyiapkan peti mati. Oke, berlebihan. Intinya siswi baru di Elite Taesun High School tidaklah secantik dan seanggun yang mereka pikirkan.

            “Silakan cari tempat duduk yang kosong, Mihaeru,” ujar Park Songsaenim.

            Gadis Rusia itu patuh. Sepasang mata birunya menangkap Hyun Hae yang sedang melambaikan tangan, isyarat untuk duduk di tempat yang tak jauh darinya. Mihaeru melangkah ke sana dan melempar pantatnya ke kursi tepat bersebelahan dengan Hyun Hae. Dia bersiap memperhatikan mata pelajaran yang unik—baginya—yang hendak disampaikan Guru Park.

            Di menit kelima, tiba-tiba kelas dikejutkan oleh kedatangan seorang siswa yang terlambat. Siswa laki-laki itu meminta maaf para Guru Park atas keterlambatannya. Namun sepertinya Guru Park tak bisa membiarkannya begitu saja.

            “Sebelum duduk, coba jelaskan bagaimana cara konfigurasi elektron yang benar dari unsur golongan IIA, periode ketiga.”

            Laki-laki itu menghadapkan dirinya ke depan siswa-siswi. Dia mulai berbicara. Lancar. Mihaeru yang melihat itu langsung terkesima. Mihaeru yakin kalau apa yang sedang dibicarakan laki-laki tersebut benar adanya, tidak mengada-ngada.

            “Konfigurasi elektronnya adalah 1s2 2s2 2p6 3s2,” ujarnya pada ujung kalimat. Dia memandang ke arah Guru Park, meminta penilaian benar atau tidaknya apa yang barusan ia jelaskan di depan.

            Guru Park mengangguk-ngangguk lalu mempersilakan siswa terlambat itu duduk di tempatnya. Mihaeru tak berkedip.

            Kim Hyun Hae menyikut lengan Mihaeru. Gadis Rusia itu sedikit terlonjak. Melihat mata cokelat Hyun Hae yang menajam membuatnya merasa sedikit bingung.

            “Kenapa?” tanyanya setengah berbisik.

            “Hey! Jangan terkesima begitu! Dia Cho Kyu Hyun yang semalam aku maksud! Awas, ya, kalau kau jatuh cinta!”

            Mihaeru memandang Hyun Hae dengan pandangan horor. “Astaga, aku tidak jatuh cinta padanya. Aku terkesima karena ketika dia berbicara di depan kelas tadi, aku melihat ada cabe merah yang nyempil di antara giginya.”

            Kim Hyun Hae bengek di tempat.

            *** SELESAI DENGAN SINTINGNYA ***

            Hahahahahaha *ketawa kunti bareng Mihaeru*
            Yaaa~~ bagi yang ingin melempar panci, kompor dan sebagainya, silakan. Dengan senang hati aku tampung. Mianhanda untuk kenistaan setiap karakternya, terlebih untuk Kim Hyun Hae, aku takut pemilik namanya marah :D Hohohoho Ada yang berminat yang nama koreanya kelak aku nistakan di Daily Live(s) of Weird Girls berikutnya? Aku berencana—cuma rencana—untuk menghadirkan kisah ringan seperti ini di setiap ada kesempatan, dengan tema berbeda yang menjadikan Mihaeru dan Hyun Hae sebagai karakter utamanya. RCL jangan lupa, yaaa~~~ :D
           
            *Behind The Scene*
Mihaeru : “Mati kau author sialaaaaaan!!!”
Aku : Kabooooooor!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar