Daily Live(s) of
Weird Girls : Young Mistress Introduction
Casts :
-
Mihaeru Keehl
(OC)
-
Kim Hyun Hae
(OC)
-
Cho Kyu Hyun
(SJ)
Genre :
(Abnormal) Friendship, Humor and a bit Romance
Rate :
General
Disclaimer :
The plot is MINE, well, please don’t
copy and paste without my permission. Characters belong to themselves, their
parents, and whatever
Warning :
Probably rush, typo(s)—Uh, I’m sorry for
that, non-baku, and very OOC. AU. I’ve warned you.
(AN : Ini
adalah fanfikku yang paling ‘beda’. Hati-hati dengan segala kenistaan karakter
di dalam ceritanya. Mungkin akan menemukan typo yang bertebaran karena aku
tidak mengecek ulang. Maaf kalau sedikit ngawur dan tidak menarik. Ada kejutan
di akhir cerita Hohoho ^.^)
Enjoy with a cup of coffee because the words are 3111! :)
***
Demi Tuhan,
bangunkan aku dari mimpi aneh ini!
Kau sedang chatting denganku, bodoh! Kau
tidak bermimpi.
Oke, baiklah. Sepertinya
aku harus memeriksakan mataku yang mulai rabun ke dokter spesialis THT.
Hahaha. Jangan
melucu, THT itu dokter spesialis kaki gajah, bukan mata. Jemput aku di Bandara
besok siang, kalau terlambat aku kutuk kau menjadi kodok buduk.
Jaringan terputus.
***
Mihaeru Keehl tengah memasuk-masukkan pakaiannya ke dalam
lemari, di sampingnya sesosok gadis manis bernama Kim Hyun Hae sedang anteng
memandangi.
“Tolong katakan kalau aku sedang bermimpi, Keehls,”
ujarnya.
“Kau tidak bermimpi.” Si gadis berdarah Rusia menjawab
tanpa minat. Ia disibukkan oleh barang bawaannya yang harus segera ditempatkan
di tempat yang seharusnya. Gadis manis itu tak mengalihkan pandangannya.
Dilihatnya garis hidung dan sepasang mata sewarna akuamarin milik Mihaeru,
nyaris tanpa kedip.
“Aku tidak menyangka bisa bertemu langsung dengan orang
yang selama setahun terakhir bertukar cerita di situs jejaring sosial. Astaga,
bahkan kau benar-benar mengerti apa yang aku katakan. Jangan-jangan kau
berbohong tentang kewarganegaraanmu?”
“Aku seorang Rusian, aku menguasai 18 bahasa asing
termasuk Korea. Dan hey, kau tahu benar kalau satu bulan lalu aku mati-matian
mendaftarkan diri agar bisa menjadi warga negara Korea Selatan. Jangan mengigau
terus, kau ileran.”
Hyun Hae tersentak, ia mengusap sudut bibirnya. “Sialan,
aku tidak sedang tidur, bagaimana bisa aku mengigau, pabbo?!”
Mihaeru tak menanggapi. Hyun Hae memilih untuk membantu roommate-nya merapikan pakaian dan
menjejalkannya ke dalam lemari. Gadis berambut pirang tersebut menatap Hyun Hae
sebentar, mungkin merasa heran karena tiba-tiba gadis yang sendari tadi
merecokinya dengan pertanyaan itu kini membantunya memasukkan pakaian.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau bersikeras ingin tinggal di
apartemenku?” akhirnya Hyun Hae kembali berkicau.
“Menghemat.”
Oh, sialan. “Jadi, kau memanfaatkanku agar kau bisa
menghemat uang bulanan yang dikirim Ibumu, begitu?”
“Bisa jadi.”
Oh, yang ini lebih sialan. Gadis manis itu memasang
senyum kecut. “Hey, aku rasa aku punya peraturan baru. Siapa yang menumpang di
apartemenku, berarti memiliki kewajiban untuk mengerjakan seluruh pekerjaan
rumah seperti; mencuci pakaian, menyetrika, mencuci piring, me—“
“Menjadikanku babu, huh?” Mihaeru memotong cepat. Sama
sekali tak ada raut kekesalan di wajahnya.
“Tidak serendah itu, kok.”
Gadis Rusia itu berkacak pinggang. “Aku akan membayar
setengah dari sewa apartemen, right?
Jadi, urusi urusan pribadi masing-masing, aku tak mau melihat celana dalam
milikmu nyasar di dalam cucianku.”
Wajah Hyun Hae memerah seketika, dan sebuah sepatu
terbang mendarat di kepala Mihaeru. “Kau itu perempuan! Jangan berbicara
mengenai hal ambigu seperti itu!”
Mihaeru meringis pelan seraya memegangi tempurung
kepalanya yang malang. Entah dari mana Hyun Hae mendapatkan sepatu butut itu.
“Aishh! Kau juga perempuan, baka (bodoh)!
Jaga tanganmu agar tidak sembarangan melempar barang ke arahku!”
“Oh, ya ampun, ternyata kau lebih menyebalkan dari apa
yang selama ini kukira. Rapikan barang-barangmu sendiri sana!”
Rupanya gadis manis itu marah. Lihatlah, wajah manisnya
merengut sempurna. Mihaeru sedikit geli melihatnya, hal itu mengingatkannya
pada sahabatnya di Rusia. Ah, belum juga lama meninggalkan Rusia, dia sudah
merindukan teman-temannya.
“Sebenarnya aku lelah. Kau tahu, membutuhkan waktu tak
sedikit untuk pulang-pergi ke Rusia, dan itu sungguh membuat tulangku serasa
mau copot. Tapi terserah kau saja kalau memang tak ingin membantu.” Suaranya
dibuat sedatar mungkin. Namun, rupanya Hyun Hae tetap luluh juga. Gadis manis
itu menyentil bahu Mihaeru sebelum kembali membantunya.
“Menyebalkan. Meski begitu mana mungkin aku tega
membiarkanmu melakukan semua ini sendiri. Aaah, kenapa aku harus bertemu
denganmu, ya?”
Mulai melantur. Mihaeru geleng-geleng kepala menyadari
betapa cerewet gadis di sampingnya. “Mungkin ada benang tak kasat mata yang
terpasang di jariku dan jarimu,” jawab Mihaeru asal.
“Heh? Dari mana kau dapat istilah seperti itu? Itu ‘kan
digunakan untuk sepasang pria dan wanita yang sudah ditakdirkan bertemu dan
bersatu di dunia. Kalau tidak salah, mereka menyebutnya benang merah.”
Gadis Rusia itu merasa kepalanya pening. Dia tidak tahu
arah pembicaraan Hyun Hae. “Ah, ya, aku tidak tahu. Tanyakan saja pada rumput
yang bergoyang.”
Hyun Hae memanyunkan bibirnya. “Rumput tidak bergoyang,
Keehls! Dia bergerak karena tertiup angin!”
Oh, di mana Mihaeru bisa mendapatkan kantung kresek? Dia
ingin muntah. Dia benar-benar tidak tahu akan dibawa ke mana pembicaraan mereka
dan itu membuatnya pusing.
“Astaga, itu hanya perumpamaan, Hyun Hae sayang. Itu
hanya majas personifikasi. Membuat benda mati seolah hidup!” jangan salahkan
kalau Mihaeru mulai naik pitam.
“Tapi rumput bukan benda mati, Keehls!”
Tepuk jidat.
“Ya, ya, ya, terserah kau saja.”
Gadis manis itu memasang senyum dengan polosnya. Oh,
bahkan Kim Hyun Hae lebih polos dari blue
film yang menampilkan sesosok wanita ‘polos’—bugil—yang kemarin tak sengaja ditonton
Mihaeru. Oke, abaikan.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau tidak menuruti Ibumu untuk
sekolah di Shingashina Gakuen Jepang? Bukankah di sana ada saudaramu?”
Mulai lagi. Kapan gadis berambut pirang itu bisa
menyelesaikan pekerjaannya?
“Hmm … aku tidak mau menjadi rival saudaraku sendiri. Kau
tahu, dia menempati peringkat pertama di sepanjang masa sekolahnya. Dan demi
Tuhan, aku tak ingin membuatnya menangis meraung-raung karena posisinya direbut
olehku nanti,” jawab Mihaeru. Kelewat percaya diri.
“Oh? Secerdas itukah kau?”
Gadis Rusia itu memandang Hyun Hae, sedikit tajam. “Kau
tidak percaya?”
“Tidak.”
Bagus sekali. Sekarang Mihaeru benar-benar memasang wajah
merengutnya. Andai saja di dekatnya ada lego ataupun menara tinggi yang disusun
oleh kartu, maka akan dengan senang hati gadis itu mengacak-ngacaknya.
Hening yang panjang.
Krikkk. Suara
jangkrik terdengar.
“Err … siapa saudaramu yang di Jepang itu?” rupanya tak
salah Mihaeru mencap Hyun Hae sebagai gadis cerewet, atau lebih tepatnya banyak
tanya—kepo.
“Light Yagami.”
Tiba-tiba petir menggelegar. Hyun Hae tertawa
terbahak-bahak, entah karena apa. Mihaeru tidak merasa ada yang lucu karena ia
sama sekali tidak melucu.
Gadis manis itu menyeka sudut matanya yang berair. “Ya
ampun, apa sebegitu terobsesinya orang tua saudaramu sampai menamai anaknya
Light Yagami? Itu ‘kan nama tokoh utama di manga
Death Note!”
Oh.
Tidak lucu.
“Tidak. Kupikir dia benar-benar Light Yagami yang ada
dalam Death Note. Karena sesungguhnya dia memiliki buku kematian dan tentu
saja, dia bisa membunuhmu kapan saja atas penghinaanmu terhadapnya barusan.”
Wajah Hyun Hae pucat pasi. Oke, sekarang Mihaeru tidak
tahan untuk meledakkan tawanya. Dia tidak sanggup melihat wajah Hyun Hae yang
seolah bisa menangis kapan saja. Oh, dear,
lugu sekali gadis manis itu. Mau-maunya dikibuli Mihaeru.
“Kita hentikan saja pembicaraan random ini,” ujarnya
kemudian.
Diam-diam gadis Rusia tersebut merasa bersalah karena
sudah membuat wajah manis temannya berubah pucat karena … err, takut, mungkin?
Padahal jelas sekali kalau Mihaeru hanya bergurau tadi. Ah, dia tak ambil
pusing. Kegiatan selanjutnya hanya di latar belakangi nyanyian alam dan sedikit
bunyi kentut.
***
“Menu makan malam apa yang kauinginkan?” sang gadis manis
bertanya. Mihaeru yang ada di dalam kamar mandi sedang menyibukkan diri
menggosok punggungnya dengan sabun.
“Hah? APA?!”
Hyun Hae mengambil ancang-ancang untuk berteriak. Ia
menghela napas panjang dan—“KAU MAU MAKAN MALAM DENGAN APA?!”—berteriak keras.
“Aku tidak budek, bodoh!”
Gadis manis itu merengut sebal. Saat ia berbicara pelan,
Mihaeru tidak mendengarnya. tapi saat ia berteriak, ia malah dimarahi.
“Hey, Hyun Hae?” sadar tak lagi terdengar suara temannya,
Mihaeru berinisiatif untuk memanggil. Takut-takut gadis itu marah.
“Hm?”
Terdengar bunyi shower
yang dimatikan. Lalu tak lama setelah itu, suara Mihaeru kembali terdengar.
“Umm … aku makan malam dengan apapun terserah kau saja. Aku bukan pemilih
makanan.”
“Oh, baiklah.”
Suara pintu kamar mandi terbuka, Mihaeru dengan santainya
keluar hanya mengenakan handuk sebatas dada. Gadis Rusia itu mengerjap ketika
Hyun Hae tak berkedip memandangnya.
“Apa yang kaulihat?”
“U-uh, itu … dadamu kecil sekali, Keehls.”
KRAK! Bunyi
hati Mihaeru yang patah.
Dan Hyun Hae yakin matanya melihat penyikat kloset yang
terbang dengan ganteng ke arah kepalanya. Sejak saat itu, dia berjanji untuk
tidak mengomentari seluruh anggota badan Mihaeru. Poor Kim Hyun Hae.
***
“Ini adalah pertama kalinya aku berjalan-jalan di luar
bersamamu. Dan aku sama sekali tak mendeteksi adanya senjata api di sekitar
sini,” ujar Mihaeru. Salah satu tangannya ia masukkan ke dalam saku celana jeans-nya, sementara tangan satunya
sibuk membawa belanjaan. Dengan gayanya yang santai seperti biasa, dia berjalan
beriringan bersama Hyun Hae.
“Ini bukan berjalan-jalan, tapi kita hanya pergi ke
minimarket. Dan, ya ampun, jangan samakan Korea Selatan dengan Rusia. Dilihat
dari sudut manapun tetap saja tidak akan sama.” Si gadis manis menimpali.
“Ya, ya, kau benar. Aku hanya ingin berpendapat.”
Hyun Hae melirik ke arah belakang, entah hanya
perasaannya atau apa, ia merasa ada yang mengikuti. Gadis manis itu memilih
untuk menajamkan kewaspadaannya. Sepasang manik cokelatnya emlihat Mihaeru
sebentar. Ah, gadis Rusia itu bahkan terlalu santai untuk sekedar mengawasi
situasi di sekelilingnya. Diam-diam rasa khawatir dan takut berkecamuk dalam
hatinya.
Keringat dingin bermunculan. Hyun Hae lagi-lagi melihat
seseorang berpakaian serba hitam mengintip di belakang mereka. Ia jadi teringat
dengan kasus-kasus pemerkosaan yang sering terjadi si Seoul akhir-akhir ini.
Refleks, tangannya mencengkram Mihaeru.
“Eh? Ada apa?”
“I-itu … seseorang sedang membuntuti kita.”
Hyun Hae tidak tahu kenapa dengan idiotnya Mihaeru
tertawa. Padahal dia takut setengah mati, tapi temannya itu malah tertawa.
Seolah mengejeknya penakut.
“Tak perlu ada yang kau khawatirkan.”
Hyun Hae memasang tampang kambing ngeden. Dengan
pandangan horor, ia melihat Mihaeru melambai-lambaikan tangannya pada seseorang
yang entah siapa. Dan yang lebih horornya, orang tersebut keluar dari
persembunyian lalu melangkah mendekat ke arah mereka.
“Maaf, Young
Mistress, bila keberadaan saya mengganggu konsentrasi berjalan Anda.”
Young Mistress?
Nona muda? Batin Hyun Hae. Mendadak ia merasa tali kutangnya melorot. Gadis
manis itu melirik ke arah Mihaeru yang sedang berkacak pinggang.
“Jangan terlalu formal begitu. Kau tahu? Aksimu yang mengendap-ngendap
seperti tadi membuat temanku takut,” ujar gadis Rusia tersebut dengan
menggunakan bahasa Inggris. Pria itu buru-buru minta maaf, wajah menyeramkannya
beralih ke arah Hyun Hae. Hyun Hae terkejut sejenak, dan ia berhasil menguasai
diri untuk tidak berteriak gaje karena mata sucinya memandang makhluk
menyeramkan.
“I am sorry, Miss.”
Gadis manis itu ngangguk-ngangguk, mendadak pita suaranya
tak mau bekerja sama.
“Perintahkan semua teman-temanmu untuk mundur, kau tak
mau jika aku mengeluarkan Baretta 92 milikku di sini, kan?”
Orangnya tinggi besar dan menyeramkan, tapi ternyata pria
itu takut dengan Mihaeru yang notabene
jauh lebih pendek darinya. Lihatlah wajah itu sekarang, dibanjiri keringat
dingin. Mihaeru khawatir orang itu pipis di celana.
“U-uh … oh.” Dan bahkan terbata. “B-baiklah. Harap untuk
terus berhati-hati dalam beraktivitas, Young
Mistress.” Dia membungkuk hormat, lalu berbalik pergi.
Selepas kepergian pria menyeramkan tersebut, Hyun Hae
memandang Mihaeru. Menuntut penjelasan.
“Katakan padaku rinciannya.”
Dengan tampang ogah-ogahan, Mihaeru mulai angkat bicara.
Berkisah tentang sejarah awal mula tentara Jepang datang ke Indonesia—eh,
salah, maksudnya berkisah tentang awal mula bagaimana bisa ada seorang ‘bodyguard’—sebutlah
begitu—yang datang entah dari mana.
“Begini, Mutter
(Ibu) adalah seorang bangsawan di Rusia sana. Dia adalah ratu. Oh, jangan
memandangku seperti itu seolah aku sedang mengarang cerita. Dia memang ratu
yang tidak ratu sama sekali. Dulu, Mutter
adalah gadis yang pembangkang. Dia menghabiskan tabungan masa depannya hanya
untuk membeli berbagai jenis senjata api. Tapi karena kecerdasannya yang
abnormal, Mutter berhasil masuk
universitas paling bergengsi di Rusia.”
Jeda beberapa detik. Mihaeru menarik napas untuk
melanjutkan.
“Yeah, meskipun begitu dia tetaplah Mutter-ku yang pembangkang. Dia lalu menikah dengan Ayahku yang
berstatus sebagai ketua mafia. Dan kau tahu benar kelanjutannya. Yang tadi itu
aku yakin adalah suruhan Ayah untuk memantau aktivitasku di Korea.” Mihaeru
selesai menjelaskan, walaupun dia menyadari ada beberapa hal remeh yang tak
perlu dikatakan.
Hyun Hae mangap sejenak. Pantas saja orang tadi menyebut
Mihaeru ‘Young Mistress’. Gadis manis itu ingin percaya, tapi entah kenapa
rasanya sangat weird. Hyun Hae merasa
terjebak di masa kerajaan satu abad sebelum dia dilahirkan. Keanehan yang
benar-benar aneh. Mendadak ia menyadari sesuatu.
“Oh, dear, aku tak merasa heran lagi sekarang tentang
bagaimana bisa gadis sepertimu dilahirkan. Buah yang jatuh tak jauh dari
pohonnya ternyata,” celetuk Hyun Hae.
Mihaeru mendelik sebal. “Meskipun begitu, dia tetaplah Mutter kebanggaanku, karena dialah yang
membuatku mampu menguasai 18 bahasa asing. Kau tidak tahu betapa jenius
otaknya, Mutter bahkan menguasai 26
bahasa asing. Sejak dilahirkan, dia memliki semua yang terbaik dalam hidup.
Kekayaan, kekuasaan, kecerdasan juga kecantikan.”
“Dan yang diturunkan Ibumu padamu selaku putri tunggalnya
adalah; sikap pembangkang.”
Gadis Rusia itu memutar bola matanya bosan. “Jangan hanya
bicara, bawa barang belanjaan ini. Aku berat tahu!”
Hyun Hae kelabakan saat menerima barang belanjaannya.
Sangat berat! “U-uh … kenapa kau membeli cokelat batangan sebanyak ini?!”
Mihaeru bersiul pelan. Ia pura-pura tak mendengar
gerutuan gadis manis di belakangnya. Sedangkan Hyun Hae nyaris sekarat dengan
keringat sebesar gajah yang mampir di keningnya. Mendadak Hyun Hae merasa ingin
mencelupkan kepala Mihaeru ke dalam got agar rambut pirang temannya yang
menyala itu berubah menjadi hitam.
***
Setelah makan malam yang melelahkan, pasalnya dua kali
rasa masakannya lebih mirip kaos kaki butut yang nyemplung ke comberan—meskipun
mereka tidak tahu bagaimana rasanya memakan kaos kaki—akhirnya tiba bagi mereka
untuk menyiapkan diri berkencan dengan kasur dan guling untuk menemui alam
mimpi.
Mihaeru menepuk-nepku pelan bantal yang kelak dijadikan
sandaran kepalanya. Ia menguap lebar, Hyun Hae yang melihat hal itu bergidik
ngeri, saking lebarnya Mihaeru menguap membuat Hyun Hae berpikir seandainya saja
ada panci ajaib yang terbang dan masuk ke dalam mulut temannya itu, sudah dapat
dipastikan Mihaeru innalillahi di
tempat.
Melihat gadis Rusia itu membaringkan tubuh, Hyun Hae ikut
membaringkan tubuhnya di samping Mihaeru. Sepasang matanya berkedip-kedip
memandang langit-langit kamar. Hening yang tercipta membuat Hyun Hae merasa
gerah.
“Kau sudah tidur, Keehls?”
“Sudah.”
Hyun Hae menggeplak bahu Mihaeru. “Kalau sudah tidur mana
mungkin bisa menjawab!”
“Ceritanya ‘kan aku sedang bermimpi.”
Gadis itu mencibir keki. Lalu helaan napas terdengar dari
mulutnya. “Uh, temani aku mengobrol sampai aku mengantuk, jebal ….”
“Hm.”
“Jadi, kau benar-benar serius akan bersekolah di Elite Taesun
High School besok?”
Anggukan kecil.
“Memangnya kau sudah mendaftar?”
Anggukan lagi.
“Sebenarnya ada hal yang ingin kuceritakan padamu.
Tentang seseorang yang aku sukai di sekolah. Duh, bagaimana cara mengatakannya,
ya?” Hyun Hae bingung sendiri.
“Tak usah dikatakan kalau bingung.”
“Ani, aku harus
mengatakannya. Aku tidak mau kita terlibat cinta segitiga seperti yang terdapat
dalam drama-drama. Aku tidak ingin bertengkar dengan orang yang sudah kuanggap
sebagai sahabatku sendiri hanya karena berebutan laki-laki.”
Kini giliran Mihaeru yang bingung. Padahal dia tidak tahu
siapa laki-laki itu, bertemu juga belum. Pikiran Kim Hyun Hae serumit
rambutnya. Mihaeru memilih untuk menjadi pendengar yang baik. Itung-itung
bernostalgia, karena mendadak ia seperti sedang dibacakan cerita.
“Namanya Cho Kyu Hyun. Dia sangat tampan dan juga cerdas.
Dia tidak sepopuler Choi Si Won di sekolah, tapi namanya cukup banyak dikenal
oleh siswi-siswi. Oh, dia itu laksana pangeran berkuda putih. Aku bersedia
menunggu kapanpun untuk bisa mengendarai kuda putihnya bersama pemiliknya.”
“Jangan mengatakan kuda. Entah kenapa sosok yang ada
dalam bayanganku seperti pak kusir yang sering mangkal di pinggir jalan.”
Cetusan sadis keluar dari sepasang bibir Mihaeru. Gadis Rusia itu mendengarkan
dan menyimak, meski kelopak matanya tertutup.
“Ck, kau sama sekali tidak romantis! Harusnya kau bisa
membayangkan dirimu bersama seseorang yang kau sukai naik kuda bersama. Ya
ampun, indah sekali!”
“Kau lebih cocok jadi delman. Kurasa itu menyenangkan.”
Sebuah jitakan penuh kasih sayang mendarat di jidat
Mihaeru. Yang menjadi korban langsung meringis pelan. “Seriuslah sedikit! Ah,
apa kau mau lihat bagaimana rupanya?”
“Aku sudah tahu.”
“Bagaimana bisa?”
“Barusan aku membayangkan seorang pak kusir yang berkumis
panjang dengan topi koboi yang terpasang cantik di kepala botaknya.”
Hyun Hae menjitak Mihaeru lagi, kali ini lebih keras.
Gadis manis itu beranjak dari tempat tidurnya, melangkah menuju meja belajar
dan mencari-cari sesuatu di sana. Mungkin saja palu untuk memukul jidat Mihaeru
sebagai pelampiasan kekesalannya. Siapa yang tahu, kan? Namun rupanya Hyun Hae
mengambil selembar foto.
“Buka matamu dan lihat betapa tampan ciptaan Tuhan yang
satu ini,” ujarnya seraya mengibas-ngibaskan foto tersebut.
Dengan berat hati, Mihaeru membuka kelopak matanya,
memamerkan sepasang manik biru sewarna akuamarinnya. Gadis Rusia itu
mengerjap-ngerjap pelan. Lalu melihat dengan seksama selembar foto yang
disodorkan Hyun Hae padanya.
“Heh? Apanya yang tampan?! Kau tidak lihat kalau foto itu
diambil dari sudut yang amat salah? Lihat, bahkan aku hanya melihat rambutnya
saja. Mana wajah tampannya?”
Kali ini Hyun Hae mencubit lengan Mihaeru gemas, yang
membuat pemiliknya mengaduh kesakitan. “Yaa! Justru itulah kehebatannya! Bahkan
ketika dilihat dari belakang, aura ketampanannya tetap terpancar!”
Mendadak Mihaeru ingin gantung diri di pohon toge.
***
Hari pertama di sekolah Elite Taesun High School.
“Annyeong haseyo,
naneun Mihaeru Keehl imnida. Saya berasal dari sekolah
Tohvaskha High School di Rusia, meski begitu, saya cakap berbahasa Korea.
Alasan kenapa saya hijrah ke sekolah ini adalah karena saya berpikir alangkah
menyenangkannya apabila saya berpetualang ke negara asing. Mohon bimbingannya!”
Mihaeru membungkuk 45 derajat di depan kelas.
Semua orang yang ada di dalam kelas cengo, pengecualian
untuk Kim Hyun Hae. Bagaimana tidak? Mereka baru saja kedatangan siswi baru
yang bening meski berdada nyaris rata. Sangat jarang ditemukan orang asing yang
benar-benar asing di SMA, pandai berbahasa Korea pula. Mendadak mereka (siswa)
merasa mendapatkan kecengan baru yang cocok dijadikan calon pacar.
Seandainya, ya, seandainya mereka tahu ada setan
mengerikan di balik wajah eksotis seorang Mihaeru Keehl. Meski seorang
perempuan, dia menguasai berbagai macam olahraga beladiri—yang jika berani
menantang Mihaeru, maka bersiaplah untuk menyiapkan peti mati. Oke, berlebihan.
Intinya siswi baru di Elite Taesun High School tidaklah secantik dan seanggun
yang mereka pikirkan.
“Silakan cari tempat duduk yang kosong, Mihaeru,” ujar
Park Songsaenim.
Gadis Rusia itu patuh. Sepasang mata birunya menangkap
Hyun Hae yang sedang melambaikan tangan, isyarat untuk duduk di tempat yang tak
jauh darinya. Mihaeru melangkah ke sana dan melempar pantatnya ke kursi tepat
bersebelahan dengan Hyun Hae. Dia bersiap memperhatikan mata pelajaran yang
unik—baginya—yang hendak disampaikan Guru Park.
Di menit kelima, tiba-tiba kelas dikejutkan oleh kedatangan
seorang siswa yang terlambat. Siswa laki-laki itu meminta maaf para Guru Park
atas keterlambatannya. Namun sepertinya Guru Park tak bisa membiarkannya begitu
saja.
“Sebelum duduk, coba jelaskan bagaimana cara konfigurasi
elektron yang benar dari unsur golongan IIA, periode ketiga.”
Laki-laki itu menghadapkan dirinya ke depan siswa-siswi.
Dia mulai berbicara. Lancar. Mihaeru yang melihat itu langsung terkesima.
Mihaeru yakin kalau apa yang sedang dibicarakan laki-laki tersebut benar
adanya, tidak mengada-ngada.
“Konfigurasi elektronnya adalah 1s2 2s2
2p6 3s2,” ujarnya pada ujung kalimat. Dia memandang ke
arah Guru Park, meminta penilaian benar atau tidaknya apa yang barusan ia
jelaskan di depan.
Guru Park mengangguk-ngangguk lalu mempersilakan siswa
terlambat itu duduk di tempatnya. Mihaeru tak berkedip.
Kim Hyun Hae menyikut lengan Mihaeru. Gadis Rusia itu
sedikit terlonjak. Melihat mata cokelat Hyun Hae yang menajam membuatnya merasa
sedikit bingung.
“Kenapa?” tanyanya setengah berbisik.
“Hey! Jangan terkesima begitu! Dia Cho Kyu Hyun yang
semalam aku maksud! Awas, ya, kalau kau jatuh cinta!”
Mihaeru memandang Hyun Hae dengan pandangan horor. “Astaga,
aku tidak jatuh cinta padanya. Aku terkesima karena ketika dia berbicara di
depan kelas tadi, aku melihat ada cabe merah yang nyempil di antara giginya.”
Kim Hyun Hae bengek di tempat.
*** SELESAI DENGAN SINTINGNYA ***
Hahahahahaha *ketawa kunti bareng Mihaeru*
Yaaa~~ bagi yang ingin melempar panci, kompor dan
sebagainya, silakan. Dengan senang hati aku tampung. Mianhanda untuk kenistaan
setiap karakternya, terlebih untuk Kim Hyun Hae, aku takut pemilik namanya
marah :D Hohohoho Ada yang berminat yang nama koreanya kelak aku nistakan di
Daily Live(s) of Weird Girls berikutnya? Aku berencana—cuma rencana—untuk
menghadirkan kisah ringan seperti ini di setiap ada kesempatan, dengan tema
berbeda yang menjadikan Mihaeru dan Hyun Hae sebagai karakter utamanya. RCL
jangan lupa, yaaa~~~ :D
*Behind The Scene*
Mihaeru : “Mati kau
author sialaaaaaan!!!”
Aku : Kabooooooor!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar