Catatonic Stupor
© KENzeira
Disclaimer
: The plot is mine, characters belongs to themselves, God, their parents, and
whatever
Warnings
: YAOI (BoyxBoy), typo(s), OOC, and many more
Genre
: Romance and Hurt/Comfort
Rate
: T
YunJae fiction, don’t like don’t
read
~oOo~
All
Yunho’s Point of View
Hari
ini aku baru saja menyelesaikan kebiasaan rutinku. Berjalan di taman yang tak
seberapa indah, memandangi setiap sudut-sudutnya—dan jangan lupakan, beberapa
suap makanan yang terpaksa aku telan. Entah berapa lama aku menetap di tempat
menjijikkan ini, tempat di mana orang-orang pesakitan mengharap kematian. Sama
seperti aku…
Aku
duduk di tepi ranjang putih dengan gorden putih pula. Di sudut tembok sana, aku
melihat sebuah guci besar yang hancur di bagian atasnya. Namun, guci itu tetap
indah dipandang mata. Ukirannya sederhana, menggambarkan dewa dengan bawah tubuh
yang berbentuk kuda. Rambut dewa itu seolah tertiup angin. Cantik. Sepertimu…
Aku
menggambarkan diriku seperti guci itu, bukan bagian atasku yang hancur, tapi
isi kepalaku. Neurosissme. Terserahlah orang-orang memfonis diriku seperti apa,
terserahlah semau mereka. Tetapi, kau tetap mencintaiku, bukan?
Yeah…
Kau, kau laki-laki kecintaanku. Kau—Kim Jaejoong-ku, milikku. Rasa itu masih
ada padamu, ‘kan? Aku harap masih dan akan tetap di sana—di dasar terdalam
hatimu.
Namun…
Kenapa kau tak pula mengunjungiku, chagi?
Sesibuk apa dirimu sampai kau lupa aku masih di tempat sialan ini? Tidakkah kau
merindukan aku? Tidakkah kau ingin aku kembali meraihmu seperti malam-malam
itu? Aku… Entahlah.
Kepalaku
sakit setiap kali memutar kejadian di mana kau dan aku mengeratkan genggaman
tangan. Saat jemari-jemari kita saling bersilang, melangkahkan kaki bersama
beriringan. Tetapi aku masih dan akan terus memutarnya, tak perduli kenangan
itu mengkusut termakan zaman, tak perduli rasa sakit yang perlahan menggerogoti
tubuh ringkihku—menjadikanku abu dalam damaimu.
Ada
banyak hal yang ingin kuceritakan padamu. Karena terlalu banyak dan menumpuk,
perlahan kepalaku menghapusnya. Membuatku lupa ingin bercerita apa. Setidaknya
ada satu hal yang takkan terhapus dan
terlupa, satu hal tentang kebesaran cintaku padamu.
Aku
mencintaimu. Langit tahu itu. Apakah kau ingin tahu sebesar apa rasa itu?
Bahkan aku tak bisa menjawabnya. Rasa itu terlampau besar melebihi tata surya.
Cinta yang memiliki ukuran sebesar cinta itu sendiri. Dan sekarang… Di mana kau
bersembunyi? Apakah di balik jendela tua itu? Apakah kau sedang memandangku?
Apakah kau sedang mengembangkan senyummu? Sungguh, aku merindu sosok indahmu.
Kemarin
ada suara bisik-bisik kecil yang berdengung di telingaku. Suara-suara lembut
yang menyampaikan salam darimu, suara yang mengatakan kalau kau teramat
mencintaiku. Tapi… Kenapa harus dengan perantara? Sesibuk itukah kau di surga
sana? Semenyebalkan itukah kehidupanmu sampai tak dapat menemuiku satu kali
saja?
Surga?
Surga mana yang menempatkan dirimu? Indahkah? Gersangkah?
Kenapa
kau pergi ke sana?! Kenapa kau tak menetap di sampingku saja?! Aku marah! Kau
membuatku sangat marah! Kau mau aku memaafkanmu? Tidak akan pernah! Kecuali…
Jika kau kembali, menjadi laki-laki yang aku cintai dalam ketunggalan sejati.
Jae…
Aku lelah merintihkan namamu setiap malam-malamku. Kau selalu seperti itu,
keegoisanmu yang melupakan keberadaanku. Beratus-ratus hari aku menahan
pedihnya rindu, kau tetap tak mengunjungiku.
Oh,
bisakah kau memberitahu Tuhan untuk segera mengirim malaikat kematian? Jika kau
tak mengunjungiku, biar aku yang mengunjungimu. Jika kau tak mau menjemutku,
biar aku saja yang meminta malaikat kematian membawa nyawaku dalam peraduanmu.
Aku
muak, Jae! Tak bisakah kau melihat kedua pergelangan tanganku juga kakiku yang
mereka borgol?! Mereka memperlakukanku seperti boneka tanpa nyawa!
Mereka—manusia-manusia bangsat itu, selalu memamerkan senyuman malaikat tapi
iblisnya untuk membuat mulutku merasakan pahit. Ya, semua makanan atau apapun
itu terasa sangat pahit. Mereka membuat bibirku kering. Mereka sinting!
Jae…
Kenapa kau tak menjawabku? Katakan sesuatu yang membuatku nyaman mendengar jernih
suaramu. Tak bisakkah?
Kau
tahu, chagi? Aku menyesalkan semua
kejadian lampau yang terlanjur terjadi. Saat di mana aku terbaring sendiri di
ruang isolasi. Ketika kelopak mataku terbuka, hanya pedar cahaya tipis yang
menerangi. Semua organ ekskresi terbalut peralatan medis dan bagian dadaku
tertempel selang yang terhubung dengan alat deteksi.
Baru
aku tahu kalau saat itu aku kehilanganmu seumur hidupku. Kecelakaan itu… Ah,
kepalaku sakit sekali, Jae. Jangan paksa aku mengulanginya lagi dalam rekaman
yang berputar secara otomatis di kepalaku. Semua itu terlampau lama untuk
diingat dan ditangisi.
Kenapa
tak ia ambil pula nyawaku? Kenapa Tuhan membiarkanku hidup dalam perasaan yang
mati? Tuhan tak menjawabnya. Jae, percayakah kau tentang salah satu agama yang
mengatakan manusia mati akan bereinkarnasi? Jika ya, cepatlah minta pada Tuhan
untuk segera melahirkanmu kembali. Jika tidak, jangan salahkan aku jika aku
mati bunuh diri.
(……………)
Titik-titik
itu membuktikan bahwa aku sudah melewatkan beratus hari dalam stupor abadi. Larut
dalam imajinasi. Suatu keadaan di mana aku mengabaikan lingkunganku dengan
menghabiskan waktu untuk membisu. Aku hanyut dalam kemelut kisah di kepalaku.
Aku diam dalam keabadian dan masih mengharap segera didatangi malaikat
kematian.
Waktu
terasa lambat berlalu. Aku menikmati penyakitku. Disfungsi otak yang membuatku
membatu. Stupor, keadaan di mana aku terdiam tanpa menggerakan satu organpun
selama berjam-jam bahkan berhari-hari—kalau saja manusia bangsat itu tidak
menyuruhku berjalan-jalan mengelilingi taman yang membosankan.
Namun,
seberapa lama pun aku membisu dalam keadaan ini, aku tetap mencintaimu—kau,
laki-laki kecintaanku. Lambat laun aku pasti bertemu denganmu. Pasti.
Tunggu
aku, Jae… Aku akan menemuimu, secepat yang aku mampu.
—END—
KENz’s Note : Stupor
Katatonik merupakan keadaan di mana si penderita tidak menunjukan perhatian
sama sekali terhadap lingkungan. Berbagai gejala psikomotor yang penting seperti;
mutisme terkadang dengan mata tertutup, muka tanpa mimik layaknya topeng,
stupor—penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, terdapat
grimas dan katalepsi—secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari
keadaan stupor dan mulai berbicara dan bergerak.
Penyakit ini tidak bisa diketahui
disebabkan oleh apa. Tetapi, biasanya dikarenakan sebuah trauma berat yang
dialami si penderita.
Nah lhooo~~ Itu Yunho kenapaaa?
Yup! Dia terkena penyakit ini, kejiwaannya terganggu. Trauma berat karena
sebuah kecelakaan yang merenggut Kim Jaejoong-nya. Ia seperti sedang berbicara,
tapi sesungguhnya ia dalam keadaan stupor.
Ficlet-ku jangan di bashing, ne?
Reviews-nya yang baik-baik aja ^^ Mau protespun dengan bahasa yang baik ^^
Regards,
—KENz—
Saturday, May 11, 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar